Mohon tunggu...
Nisrina SitiAfifah
Nisrina SitiAfifah Mohon Tunggu... Psikolog - Colleger

Pshycology Stud

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Peran Psikologi Forensik dalam Psikoviktimologi di Indonesia terhadap Kekerasan Seksual Anak

8 Juni 2021   22:19 Diperbarui: 8 Juni 2021   22:37 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekerasan seksual pada anak-anak di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Terdapat ratusan laporan mengenai kekerasan seksual atau pelecehan pada anak-anak setiap tahun. Kementrian Pemberdayaaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) meluncurkan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja tahun 2018, bahwa 2 dari 3 anak dan remaja perempuan dan laki-laki di Indonesia pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya. 

Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) di tahun 2020 juga memperlihatkan, telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak dan lebih dari separuhnya merupakan kasus kekerasan seksual, yakni sebanyak 1.848 kasus. Semua pihak perlu untuk berperan dalam penyelesaian kasus-kasus kejahatan terhadap anak. Fenomena kekerasan terhadap anak seperti layaknya fenomena gunung es, kemungkinan besar data yang tidak terlaporkan jauh lebih banyak dibandingkan data yang terlaporkan.

Psikologi memiliki tanggungjawab moral untuk berperan dalam memberikan perlindungan bagi anak-anak, termasuk Anak Korban kekerasan seksual demi menjalankan amanat Undang-undang menjamin kepentingan terbaik untuk anak. Korban perlu dipelajari supaya masyarakat dapat menghindari penyebab terjadinya korban. Psikoviktimologi menjadi ilmu yang penting untuk diketahui berbagai pihak. 

Terminologi viktimologi dimaknai sebagai ilmu yang mempelajari tentang korban, termasuk di dalamnya mempelajari dan mengkaji penyebab terjadinya atau timbulnya korban dan akibat-akibat penimbulan korban. Psikoviktimologi adalah psikologi yang secara strategis dapat dilibatkan sebagai salah satu unsur penting dalam peran-peran prevensi terhadap kemungkinan terjadinya viktimisasi, peran-peran penegakan diagnosis viktimisasi, dan peran-peran rehabilitatif pada saat korban mengalami defungsionalisasi dalam kehidupan sehari-hari akibat kejadian penimbulan korban (Kusumowardhani, 2014).

Tercantum dalam UU No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak, bahwa anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya dan berhak mendapatkan perlindungan khusus untuk menjaga harkat dan martabatnya, terutama perlindungan hukum dan sistem peradilan. Berdasarkan definisi korban dalam viktimologi, Anak yang menjadi korban kekerasan seksual, terlebih jika pada usia kanak-kanak yang lebih awal, merupakan the completely innocent victim, yang menjadi korban karena memiliki kelemahan secara fisik biologis, termasuk sebagai korban non konvensional yang diatur dalam UU Perlindungan anak, UU PKDRT jika pelakunya adalah orang yang tinggal dalam satu rumah, dan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang jika anak diperjual belikan, serta UU tentang Peradilan Anak jika pelakunya sama-sama anak. Peran Psikologi Forensik dengan Perspektif Psikoviktimologi adalah dengan pemberian Psychological First Aids (PFA) pada fase awal, melakukan asesmen, memberi layanan psikologis bagi anak sebagai korban, intervensi secara berkelompok, memberikan layanan psikologis bagi keluarga korban, pemulihan, penyediaan informasi. 

Selain itu, terdapat interseksi antara advokasi kasus dan advokasi sistem. Advokasi Kasus memperhatikan pentingnya memahami perilaku Anak Korban, sekaligus apresiasi terhadap sistem peradilan pidana dan dampaknya bagi Anak Korban. Kegiatan yang dilakukan adalah mendampingi anak sebagai korban sekaligus sebagai saksi (di kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan) dan mempersiapkan anak sebagai korban pada saat pelaku akan bebas.

Dengan adanya orientasi dan perhatian terhadap korban, maka membuka peluang yang lebar bagi peran ilmu-ilmu perilaku seperti Psikologi. Asosiasi Psikologi Forensik bersama organisasi induknya Himpunan Psikologi Indonesia, aktif mengikuti proses koordinasi guna mendapatkan format layanan yang paling memadai. Bagaimanapun juga, Psikologi memiliki tanggungjawab moral untuk berperan dalam memberikan perlindungan bagi anak-anak, termasuk anak sebagai korban seksual demi menjalankan amanat Undang-undang menjamin kepentingan terbaik untuk anak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun