AFTA sebagai entitas internasional dirumuskan pada bulan Januari 1992 pada KTT ASEAN Keempat di Singapura. ASEAN kemudian menyatakan bahwa mereka akan membentuk kawasan perdagangan bebas dalam waktu lima belas tahun., dimulai pada tanggal 1 Januari 1993, melalui skema Common Effective Prefential Tarif (CEPT). Pada tahun-tahun sebelum tahun 1992, terjadi sejumlah perubahan mendasar dalam lingkungan perekonomian global dan regional yang mendorong terbentuknya AFTA. Diantaranya adalah dengan kemunculan dan juga konsolidasi blok ekonomi di Eropa dan Amerika Utara. Kemudian, di kawasan Asia Tenggara penerapan kebijakan liberalisasi perdagangan/ekonomi sejak pertengahan tahun 1980 an dan meningkatnya penekanan pada strategi pertumbuhan berdasarkan daya tarik investasi asing langsung dan persepsi yang lebih baik di kalangan pemerintah daerah dan sektor swasta mengenai perlunya menjalin kerja sama ekonomi yang lebih erat mengingat semakin besarnya tekanan persaingan yang datang dari luar kawasan.
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN atau dikenal AFTA ini merupakan respons strategis kolektif untuk mencapai tujuan ASEAN dalam menstimulasi perdagangan intra dan ekstra-regional, memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan daya saing kinerja industry negara-negara anggotanya. Perkembangan terkait AFTA juga dibahas dari sudut pandang permasalahan kebijakan terkait kerja sama perdagangan regional dalam konteks Kerjasama ekonomi yang lebih luas di luar permasalah tarif untuk mencakup permasalahan non-tarif dan permasalahan terkait perdagangan.
Terlepas dari pentingnya sistem perdagangan multilateral secara keseluruhan, ada dua faktor yang dipandang penting dalam konteks ASEAN dan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA). Hal pertama yaitu, keberhasilan putaran Uruguay kemungkinan akan memfasilitasi perjanjian intra-ASEAN yang disebut penciptaan perdagangan terhadap peningkatan persaingan akan lebih moderet dibandingkan Tingkat tarif sebelum Putaran Uruguay (Uruguay Round). Hal ini berarti bahwa bahwa pemasok dalam negeri tidak akan menghadapi kejutan penyesuaian terhadap persaingan yang lebih ketat dengan pemasok dari negara- negara anggota ASEAN lainnya.
Dampak pengalihan perdagangan juga akan lebih kecil sehingga tidak mudah memicu tindakan pembalasan oleh negara-negara non anggota yang mungkin merasa didiskriminasi terhadap barang-barang asal ASEAN. Persyaratan asal barang juga lebih mudah ditangani jika margin preferensi absolutnya tidak tinggi.
Faktor yang kedua adalah keberhasilan Uruguay Round akan mengakhiri kekeliruan dalam memandang AFTA sebagai kekuatan penyeimbang terhadap EC 1992 atau NAFTA. Sebalikya, posisi mereka akan diperkuat dan mereka berpendapat bahwa AFTA harus dilakukan karena manfaat ekonominya yang disebut integrasi alami itu bukan karena keharusan untuk membentuk aliansi strategis pihak ketiga. AFTA berdiri sendiri dengan satu negara mitra yang sangat tertinggal secara ekonomi (Filiphina) dan dua negara lainnya yang merupakan wilayah perdagangan  bebas (Singapura dan Brunei)  bukanlah alat tawar menawar dalam perselisihan kebijakan perdagangan dengan mitra dialog ASEAN. Pendekatan pragmatis dalam penerapan AFTA melalui pemotongan tarif berturut-turut selama 15 tahun menunjukkan bahwa "own merit" lebih dominan dalam pembuatan kebijakan ASEAN.
Terlepas dari Uruguay Round, sistem perdagangan multilateral telah kehilangan kredibilitasnya selama Uruguay Round karena banyak harapan yang muncul pada tahun 1986 ketika putaran tersebut dimulai dan tidak terpenuhi.
Selain itu, perluasan Perjanjian Umum tentang Tarif dan Perdagangan (GATT, TRIMSI, TRIPSI). Pendalaman GATT, yaitu melakukan "tugas-tugas lama" Â dengan baik yaitu dari segi pertanian, tekstil, bea cukai dan countervailing. Dua diantara tiga mitra dagang utama diantara Para Pihak, Komunitas Eropa (EC) dan Amerika Serikat, jelas telah sepakat dalam hal regionalisme merupakan isu yang penting bagi ASEAN karena isu Eropa menurut definisinya adalah pemain "regionalisme".
Secara konteks, AFTA dalam implementasinya memberikan banyak pengaruh bagi pertumbuhan ekonomi di ASEAN, yaitu peningkatan Perdagangan Intra-ASEAN. Implementasi AFTA telah menghasilkan peningkatan perdagangan intra-ASEAN. Dengan penghapusan atau pengurangan tarif, barang dari negara-negara anggota menjadi lebih kompetitif di pasar regional. Hal ini mendorong pertumbuhan ekspor dan impor antar-negara ASEAN.
Kemudian, dalam peningkatan Investasi Asing. Dengan diciptakannya pasar tunggal dan proses produksi tunggal, ASEAN menjadi lebih menarik bagi investor asing. Perusahaan dapat memanfaatkan lokasi produksi yang strategis di dalam kawasan ASEAN untuk memasarkan produk mereka ke pasar regional tanpa hambatan perdagangan yang signifikan.
Yang ketiga, peningkatan Produktivitas dan Efisiensi. Kompetisi yang semakin meningkat di dalam pasar ASEAN mendorong perusahaan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi mereka. Hal ini dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, karena perusahaan harus menjadi lebih efisien dalam menggunakan sumber daya mereka.
Yang Ke empat yaitu diversifikasi Ekonomi. Implementasi AFTA juga mendorong diversifikasi ekonomi di negara-negara ASEAN. Dengan akses yang lebih mudah ke pasar regional, negara-negara tersebut dapat mengurangi ketergantungan pada sektor ekonomi tertentu, seperti sektor pertanian atau sumber daya alam, dan beralih ke sektor-sektor yang lebih beragam dan inovatif.