pagi yang menyiramku dengan kenangan
 wangi namun terkadang juga busuk, namun selalu
 ada kerlip kecil yang tak pernah mati
 kenangan memang hanya akan berdiri di tepi
mengamati
 terkadang membuntuti
 untukku yang telah berkarat hati
 kan terbentuk bunga keropos lalu menjelma luka menganga
pagi menyiramku lagi, kali ini dengan gurauan
 tentang tawa masa lalu yang menutupi ratapan
 tentang rencana yang terkasih tuk membawa dua cawan
 dalam sekali tegukan
ah...hidup memang tak hanya untuk reguk
 segala aroma bernada legit rasa
 hidup juga untuk menangguk
 pahit, getir, juga sangit duka
tuhanku, kini aku di simpang jalan
 aku hanya memandang kasih dengan dua cawan
 mencoba menggebrak jaman dengan dukungan cawan-cawan
 tuk menyirami dunia walau hanya dengan setetes kebaikan
tuhanku, salahkah bila salah satu cawan bergolak?
 karena memang tak mungkin dalam gebraknya pada dunia
 kasih itu bisa menjaga cawan dalam genggam tetap tenang
 kecuali dia benar-benar makhluk yang tak bergerak
ah...tapi abaikan saja, itu hanya gurauan yang disiramkan pagi
 dan tuhanku, aku tahu kau punya jalan terbaik tanpa tapi
 aku percaya pada mu, tuhan
 dan aku juga percaya padanya
cahaya mu tak pernah salah
 menyusup dalam kalbu bersama lebur kisah
 menutup bara juga gelora nafsu yang salah
 ah...tuhan, aku hanya ingin bercinta dengan mu
karena cinta mu pasti dan tanpa tapi  Â
Juni ke-9
Na
Edisi puisi Romadlon
(Telah diposting di media lain dengan nama Great Learner)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H