Mohon tunggu...
Nisrina Sri Susilaningrum
Nisrina Sri Susilaningrum Mohon Tunggu... Guru - Great Learner

Great Learner

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fiksi Kuliner] Menjadi Ekstrim Akibat Makanan Ekstrim

6 Juni 2016   23:54 Diperbarui: 7 Juni 2016   00:02 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila energi yang ada dalam diri mangsa tersebut positif, maka bisa jadi energi positif tersebut akan berpindah dan mempengaruhi pemangsanya. Begitu pula sebaliknya.

Pikiranku langsung dipenuhi oleh binatang-binatang buas yang pernah aku santap. Namun tetap saja, egoku tak mau kalah. Aku menenangkan hatiku dengan cerita tentang singa ataupun harimau yang memangsa kijang atau rusa. Mereka tak lantas berubah sifat menjadi rusa.

Sang dosen tamu semakin asyik bercerita bahwa ada seseorang yang saking seringnya menyantap daging babi hutan dan ular, dia menjadi temperamental, tubuhnya sering merasa panas dan gigi taringnya terlihat semakin memanjang. Aku langsung merasa tertampar saat itu juga. Kuliah apa ini, kok sepertinya jadi ajang curhat metafisik. Aku langsung berdiri, lebih baik pulang daripada mendengar kuliah tidak bermutu seperti ini. Namun, tepat saat aku berdiri, mataku tertumbuk pada gambar kalajengking, kelabang, dan ular cobra di LCD Projector.

Aku seperti tersedot arus tanpa nama, aku merasa disentakkan dan terlempar dalam lorong gelap. Amat sangat gulita yang kurasa, degup jantungku terdengar membahana.

Kudengar suara derap kaki berlari di belakangku, “Siapa itu?” tanyaku dalam gelap.

Tak ada jawab. Aku jadi tersadar bahwa aku harus berlari pula, tapi kemana? Karena dimanapun tak kulihat setitik cahaya. Dan ketika kulihat ada setitik cahaya, semakin kupercepat lariku.

“Jangan ke sana!” ucap suara di belakangku.

Langkahku terhenti, aku hafal suara itu.

“Belum saatnya kau ke sana!” ucapnya lagi.

Aku semakin terdiam. Tiba-tiba kurasakan aliran hangat di sudut mataku. Aku jatuh terduduk, tak kuasa menopang tubuh. Rasa gatal, pahit, panas, dan sakit bercampur menjadi satu. Berkumpul di ulu hati dan perlahan namun pasti terdorong keluar oleh rasa mual luar biasa. Gumpalan hitam jatuh dari mulutku. Dalam temaram cahaya di ujung sana, aku melihat gumpalan itu terpecah menjadi kelabang, kalajengking, serta ulat api. Dan ular cobra berjalan menjauhiku dalam diam. Aku hanya bisa ternganga.

Duniaku kembali, lorong gelap itu telah lenyap, berganti dengan halaman rumahku. Ayah berdiri di depanku dengan pandangan prihatin demi melihatku memegang ulat api pas di depan mulutku. Perutku langsung mual lagi, dan secara refleks kubuang ulat api itu ke tumpukan sampah dedaunan di bawah pohon kelapa. Aku benar-benar mual. Ayah berlalu dengan wajah lega.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun