Mohon tunggu...
Nisrina Sri Susilaningrum
Nisrina Sri Susilaningrum Mohon Tunggu... Guru - Great Learner

Great Learner

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Fikber 2] Déjà Vu, Akhir yang Ternyata Awal

6 Desember 2015   12:58 Diperbarui: 6 Desember 2015   12:58 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku keluar halaman bertepatan dengan Mbok Minah yang berangkat menjajakan jamu. Mbok Minah tersenyum ramah, membuatku mengangguk dan membalas senyumnya. Lama kuamati perempuan paruh baya itu, hingga jantungku berdegup kencang ketika kudapati punggungnya dirambati rambut hitam panjang berkonde. Perlahan tapi pasti kulihat rambut itu mengungkungnya. Namun sepertinya Mbok Minah tidak merasakannya.

Aku terus berjalan, dan bertemu dengan Lurah Sadikin yang bergegas ke kantor kelurahan. Lurah Sadikin memacu motornya sambil tersenyum padaku.

Ketika Lurah Sadikin melewatiku, aku kembali tersentak. Kulihat darah menetes di bagian belakang kepalanya, dan sebagian otaknya menyembul di balik kepalanya yang retak merengkah. Namun seperti Mbok Minah tadi, sepertinya Lurah Sadikinpun tidak menyadarinya.

Dengan kepala berdenyut kulanjutkan perjalanan. Tapi sejauh mata memandang, desa ini sungguh amat tenang. Tak ada sesuatu yang janggal dan mengerikan seperti yang baru saja kualami.

Aku menjadi bertanya-tanya sendiri, sebenarnya aku ini masih waras atau tidak? Ah, entahlah. Yang pasti, aku sekarang belajar untuk menerima segala peristiwa yang terjadi saat ini sebagai kenyataan.

Beberapa hari setelahnya, hatiku semakin merasa tenang, karena setiap kali aku bangun dari tidur, tak ada lagi keanehan apapun yang kualami.

Pagi ini aku ingin berjalan-jalan ke hutan. Namun ayah mengeluh tak enak badan, jadi kuurungkan niatku. Tiap kali pergantian awal menuju musim hujan, ayah memang rentan mengalami gangguan kesehatan.

Kutemani ayah berobat ke dokter yang tengah PTT di Balai Desa kami.

***

 

Tanah ini masih sangat basah. Terlebih hujan begitu merestui. Hingga siang bersembunyi dan tanggalkan jubahnya, aku masih terdiam di sini. Di pekuburan ayah. Ayahku mati tadi pagi, dekat pohon kelapa di depan rumah. Orang bilang, ayahku mati terkena serangan jantung. Dugaan itu juga diperkuat oleh pengakuan Pak Sadikin, di mana sempat melihat ayah kesakitan memegangi dadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun