Nisrina Sri Susilaningrum, No. 81
Kisah hidupku ini takkan pernah lepas darimu. Sejak aku dilahirkan, bahkan sejak aku dalam kandungan. Aku tahu, kau adalah jiwaku. Tanpamu aku hanyalah seonggok jasad tanpa daya juga tanpa guna.
Kau mengalir bersama darahku. Mengalir seiring detak jantungku. Kau selalu ada dalam setiap hembusan napasku. Merasuk dalam sumsum tulangku.
Bagaimana mungkin aku bisa berpaling darimu? Karena memang sejak awal mula, aku milikmu.
Kau selalu ada untukku, kau selalu setia mendengar resahku. Setiap saat setiap waktu kau selalu menemaniku.
Sering aku menangis bila mengingat semua itu. Belum ada seujung kuku yang kulakukan untukmu, sedangkan kau selalu memberikan yang terbaik untukku.
Bila kurenungi lagi surat-surat cintamu di keheningan malam, aku semakin merasa sesak, terhimpit juga kerdil.
Cintamu begitu besar, seluruh semesta alam mengakui itu. Dan semuanya tunduk untuk mengamininya. Semakin kurenungkan, semakin dalam rasa itu. Rasa bersalah yang tak pernah kurasakan sebelumnya.
Baru kusadari bahwa sejak dulu kau tak pernah meninggalkanku, akulah yang menjauh darimu. Kau selalu mengingatkanku, namun peringatan itu tak mempan pada seorang anak remaja yang sedang mencari jati diri.
Inilah aku kini, seorang yang baru menyadari keagungan cintamu. Cinta yang takkan bisa dibandingkan dengan apapun. Cinta yang suci, yang abadi dan takkan tergantikan oleh apapun.
Selama ini aku telah terlena oleh cinta yang lain, yang tentu saja akan sangat membuatmu cemburu. Karena sebagai yang sebenar-benarnya milikmu, aku tak pantas untuk menduakanmu, apalagi hanya demi hal fana.
Aku ingin berteriak, namun tak terdengar suara dari mulutku. Akankah aku sanggup untuk mengatakan segala kesalahanku? Aku takkan sanggup.
Padahal aku tahu bahwa, engkau selalu menerimaku, memaafkanku, dan akan selalu merengkuhku, dan takkan pernah kaulepas lagi, kecuali aku sendiri yang melepasnya. Maafkan aku yang selalu membuatmu kecewa, membuatmu cemburu.
Kau memang tak pernah bisa meninggalkanku, karena memang setiap desah nafasku adalah ruh darimu, yang kau tiupkan saat aku masih dalam selubung amnion. Sudah seharusnyalah aku mencintaimu dengan segenap jiwa ragaku.
Maafkan aku, mungkin hanya dengan cara inilah aku bisa mengatakan cinta padamu. Walau tak sesempurna cintamu. Walau tak sesuci cintamu. Walau tak seabadi cintamu. Namun aku punya cinta.
Â
Â
*) Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community (disini).
**) Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community (disini).
Â
Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI