Mohon tunggu...
Nisrina Sri Susilaningrum
Nisrina Sri Susilaningrum Mohon Tunggu... Guru - Great Learner

Great Learner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tanggapan terhadap Kisah 'Setan yang Membantu Pemuda ke Masjid'

10 Juli 2015   01:26 Diperbarui: 10 Juli 2015   01:26 5991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah kenapa, tiba-tiba saja saya teringat pada sebuah kisah hikmah. Kisahnya cukup mencengangkan, hanya saja ada beberapa poin yang saya rasa kurang tepat dalam pembahasan pesan moralnya. Tapi sebelum itu, mari kita nikmati terlebih dahulu kisahnya.

Hari masih gelap, seorang pemuda yang tekun dan rajin beribadah, bersiap pergi ke masjid untuk sholat berjama’ah.

Di tengah jalan dia terjatuh. Pakaiannya kotor dan basah. Ia pulang untuk mandi dan berganti pakaian, lalu berangkat kembali ke masjid.

Dalam perjalanan yang kedua kalinya, ia kembali terjatuh di tempat yang sama. Prosespun kembali berulang. Basah dan kotor lagi. Mandi serta berganti pakaian, untuk kemudian kembali berangkat ke masjid. Lagi.

Di tengah perjalanan menuju masjid yang terakhir itu dia bertemu dengan seseorang yang membawa lentera. Orang tersebut menawarkan diri untuk  mengantarkannya hingga masjid, karena –katanya  kebetulan dia melihat pemuda itu jatuh sampai dua kali.

Singkat cerita, sesampainya di masjid, pemuda tersebut berterima kasih dan mengajak penolongnya untuk masuk dan sholat bersama. Namun orang tersebut tetap kukuh menolaknya, dan justru memberikan pengakuan yang amat mengagetkan, bahwa sebenarnya dia adalah setan.

Disamping itu, si setanpun mengakui bahwa dialah yang tadi menyebabkan pemuda tersebut jatuh, lalu menceritakan latar belakang kenapa dia tidak lagi ‘menghalangi’ si pemuda melainkan justru berbalik menolongnya.

Ketika pemuda itu pulang lalu kembali lagi ke masjid, Allah mengampuni dosa-dosanya. Ketika pemuda itu jatuh untuk kedua kalinya dan masih tetap kembali lagi ke masjid, Allah mengampuni dosa-dosa sanak keluarganya. Maka setan mengantarkan pemuda itu sampai ke masjid, karena apabila pemuda itu terus menerus jatuh dan masih tetap ingin kembali ke masjid, bisa-bisa orang sekampungnya diampuni semua dosanya oleh Allah. Setan ingin memastikan bahwa itu tidak akan terjadi, maka setan sendiri yang mengantarkan pemuda itu ke masjid.

Menurut kisah hikmah tersebut –kalau tidak salah ingat– ibroh yang bisa diambil adalah kita tidak boleh putus asa, walaupun berkali-kali jatuh kita harus tetap semangat. Karena mungkin saja 100 kali kita gagal, pada kesempatan yang ke-101 lah kita berhasil.

***

Saya kurang sepaham dengan simpulan pesan moral di akhir cerita tersebut, karena menurut pendapat pribadi saya, setan yang mengantarkan ke masjid itu adalah suatu simbol tersendiri.

Dari pesan moral tersebut, saya melihat peran setan yang mengantarkan ke masjid diabaikan. Dia hanya memandang usaha pemuda tersebut, yang setiap jatuh masih tetap kembali lagi ke masjid. Itu berarti si pemuda mempunyai semangat yang tinggi dan tidak mudah putus asa.

Dalam benak saya, setan merupakan simbol godaan. Apabila godaan tersebut  mengantarkan si pemuda ke masjid, apakah dia dapat dikategorikan sukses/berhasil?

Ini mungkin sama saja ketika kita berangkat ke masjid dengan niat untuk meraih ridlo Allah dengan sholat berjama’ah, namun di tengah jalan bertemu dengan kenalan. Dalam hati kita terbersit sedikit rasa ingin dipuji dan dikagumi (karena kita rajin ke masjid). Benar kita tetap ke masjid, tetap sholat berjama’ah. Namun benarkah kita berhasil?

Mungkin dalam pandangan manusia, ya, kita berhasil. Kita dianggap sebagai manusia sholeh/sholehah, cinta masjid, dll. Namun bagaimanakah dalam pandangan Allah? Kita tidak akan bisa menggapai ridlo-Nya. Karena di tengah perjalanan, hati kita tergoda oleh keinginan untuk dipuji dan dikagumi. Wallohu a’lam.

Apakah dalam kisah hikmah tersebut setan gagal menggoda si pemuda lalu berbalik mendukungnya untuk melakukan ibadah? Ataukah justru setan sangat berhasil mengkerdilkan kesuksesan ibadah si pemuda, yang harusnya jika terus terjatuh dan ngotot tetap berangkat lagi dan lagi menuju ke masjid, maka nilai ibadah si pemuda harusnya kian berlipat ganda hingga wallahu a’lam mampu membuat Allah mengampuni dosa orang-orang sekampungnya?

Sebuah pilihan pesan moral yang jauh lebih masuk akal bukan, kawan…?

Saya bukan bermaksud mengkritisi simpulan hikmah yang tertulis dalam cerita tersebut. Saya hanya menuangkan apa yang ada dalam pikiran saya sesaat setelah membaca kisah itu. Karena memang manusia mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Dan karena perbedaan itulah, manusia dapat menyerap lebih banyak makna kehidupan.

 

Bersama segelas susu dini hari, Juli ke-10.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun