Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk memberikan akses perumahan yang lebih terjangkau bagi masyarakat. Program ini mewajibkan iuran bulanan dari pekerja dan pengusaha, dengan tujuan untuk dihimpun dan dikelola oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Namun, pelaksanaan Tapera telah menuai berbagai kritik dari berbagai kalangan. Dalam artikel ini, saya akan mengulas beberapa kritik utama terhadap Tapera, mengungkap tantangan yang dihadapi, dan implikasi kebijakan ini bagi masyarakat.
Ketidakjelasan Mekanisme dan Transparansi
Salah satu kritik utama terhadap Tapera ini adalah pada ketidakjelasan mekanisme dan kurangnya transparansi dalam pengelolaannya. Masyarakat sering kali kebingungan tentang bagaimana dana Tapera akan dikelola, digunakan, dan diawasi. Ketidakjelasan ini memicu kekhawatiran mengenai potensi penyalahgunaan dana dan ketidakefisienan dalam pelaksanaan program. Pengalaman kelam korupsi di beberapa lembaga pengelola dana, seperti Jiwasraya dan Asabri, masih membayangi Tapera. Kekhawatiran publik terhadap potensi penyelewengan dana Tapera cukup tinggi, mengingat jumlah iuran yang besar dan minimnya transparansi dalam pengelolaannya.
Ketidaksiapan Infrastruktur
Pelaksanaan Tapera juga menghadapi tantangan dalam hal kesiapan infrastruktur. Banyak yang meragukan apakah pemerintah dan lembaga terkait memiliki kapasitas yang memadai untuk mengelola program ini secara efektif. Ketidaksiapan infrastruktur dapat menghambat distribusi manfaat Tapera secara merata dan tepat waktu kepada yang berhak. Dikhawatirkan iuran Tapera dapat mendorong kenaikan harga properti, sehingga semakin menyulitkan masyarakat untuk memiliki rumah.
Potensi Ketimpangan Manfaat
Ada kekhawatiran bahwa Tapera mungkin lebih banyak menguntungkan kelompok tertentu, sementara kelompok lain, terutama pekerja informal dan mereka yang berpenghasilan sangat rendah, mungkin tidak mendapatkan manfaat yang signifikan. Potensi ketimpangan ini bertentangan dengan tujuan utama Tapera untuk memberikan akses perumahan yang lebih merata. Skema pencairan dana dan persyaratannya masih belum terdefinisi secara rinci, sehingga menimbulkan keraguan bagi masyarakat dan bahkan yang sudah pernah ikut tapera ini dananya ada yang balum cair padahal beliau sudah pensiun.
Alternatif Kebijakan
Sebagai alternatif, pemerintah dapat mempertimbangkan pendekatan yang lebih inklusif dan fleksibel. Misalnya, memperkuat program subsidi perumahan langsung bagi mereka yang paling membutuhkan, atau memberikan insentif kepada pengembang perumahan untuk membangun lebih banyak rumah terjangkau. Pendekatan ini mungkin lebih efektif dalam mencapai tujuan menyediakan perumahan yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat.
Potensi Duplikasi Program
Beberapa pihak mempertanyakan perlunya Tapera, mengingat sudah ada program serupa seperti BPJS Ketenagakerjaan dan Lembaga Keminusan Perumahan dan Permukiman (LKPP). Dikhawatirkan Tapera hanya akan menambah birokrasi dan tidak memberikan manfaat signifikan yang berbeda. Dan dengan itu juga menjadi beban karena sudah terkena potongan BPJS juga.