Oleh: Mahasiswa PPG Prajabatan Bahasa Indonesia-001 Universitas Negeri Malang
MALANG - Diklat Wawasan Kebinekaan Global (WKG) adalah program pelatihan yang dirancang khusus untuk mahasiswa Pendidikan Profesi Guru (PPG) dengan fokus pada peningkatan pemahaman dan sikap toleransi. Program ini bertujuan untuk memperdalam wawasan mengenai toleransi dan memupuk sikap saling menghargai di kalangan guru dan tenaga kependidikan. Melalui pelatihan ini, diharapkan guru dan tenaga kependidikan (GTK) dapat menjadi agen promosi toleransi dan keberagaman di lingkungan pendidikan.
Seluruh mahasiswa PPG Prajabatan Universitas Negeri Malang (UM) Gelombang 1 tahun 2024 wajib mengikuti program ini. Harapannya, dengan mengikuti pelatihan ini dapat menjadi bekal berharga dalam pembelajaran, khususnya dalam menanamkan nilai-nilai kebinekaan global, sehingga mahasiswa lebih menghargai dan mencintai keragaman budaya.
Diklat WKG dilaksanakan dalam satu sesi pertemuan. Untuk bidang studi Bahasa Indonesia, berlangsung pada Selasa (25/6) di Gedung Pascasarjana mulai pukul 07.00 hingga 17.00 WIB dengan diikuti oleh 31 mahasiswa selaku peserta. Kegiatan ini dipandu oleh dua instruktur berpengalaman yang juga merupakan dosen UM, yakni Bapak Pidekso Adi dan Bapak Ary Fawzy.
WKG mencakup serangkaian kegiatan yang terbagi dalam lima topik utama: Dunia yang Bermakna, Indonesia yang Harmoni, Damai yang dimulai dari Diri, Sekolahku yang Bhineka, dan Sekolahku yang Damai. Pelaksanaan kegiatannya pun terdiri dari lima tahapan: diri, aktivitas, refleksi, konsep, dan aplikasi.
Pada topik pertama "Dunia yang Bermakna", mahasiswa diberikan penghayatan kompleks dari mana asal muasal manusia Indonesia.
Pada topik kedua "Indonesia yang Harmoni", peserta dibagi menjadi beberapa kelompok yang mencerminkan identitas suatu suku dan etnis, yaitu kelompok Jawa, kelompok Banyuwangi, kelompok Papua, kelompok Melayu, dan kelompok China. Setiap kelompok ditugaskan untuk mengkaji identitas masing-masing berdasarkan karakteristik, budaya, kuliner, dan lain sebagainya yang dapat memberikan penghayatan dan pengenalan masing-masing budaya ke kelompok lainnya.
Pada topik ketiga "Damai yang dimulai dari Diri", peserta diajak untuk melakukan refleksi diri secara mendalam. Proses ini bertujuan agar mahasiswa mampu memahami dan menerima diri sendiri sebelum dapat menghargai keberagaman orang lain. Melalui diskusi dan kegiatan introspektif, mahasiswa didorong untuk mengidentifikasi nilai-nilai pribadi yang membentuk pandangan mereka terhadap keberagaman. Pentingnya rasa syukur dalam menerima diri sendiri menjadi fondasi utama, karena hanya dengan mengakui dan menghargai keunikan diri, seseorang dapat lebih terbuka untuk menghargai perbedaan orang lain.
Pada topik keempat "Sekolahku yang Bhineka", mahasiswa mendapatkan pengalaman berharga dalam menerapkan kebinekaan di dunia pendidikan melalui kegiatan bermain peran (role play). Peserta dihadapkan pada situasi seperti study tour antar sekolah dengan mayoritas keyakinan yang berbeda dan pemilihan ketua OSIS dari latar belakang agama minoritas. Melalui kegiatan ini, peserta diajak untuk memahami dan menghargai perbedaan budaya dan agama di lingkungan pendidikan.
Pada topik kelima "Sekolahku yang Damai", setiap kelompok mulai mengidentifikasi bagaimana sekolah dapat menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi peserta didik dari beberapa kondisi dan isu-isu yang sering terjadi. Disini mahasiswa bermain games yang diberi nama SEKOLAHKU, dimana terdapat beberapa kartu kerentanan, ancaman, dan risiko. Setiap kartu yang dimainkan memiliki prosedur, yaitu: tiga ambil, 1 lihat; 1 ambil 1 lihat, 1 ambil 1 buang. Dalam hal ini, setiap mahasiswa bergantian mengambil kartu sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.
Bapak Pidekso Adi dan Bapak Ary Fawzy, selaku dosen instruktur, juga mengenalkan keberagaman budaya, tradisi, dan pandangan dunia dari berbagai belahan dunia. Hal ini sangat membantu guna menghargai perbedaan dan melihat nilai dalam keragaman. Selain itu, dengan memahami keberagaman suku, agama, bahasa, dan budaya di Indonesia, mahasiswa menjadi lebih saling menghormati dan toleran antar sesama warga negara. Di sekolah, mengenal latar belakang teman-teman yang berbeda pun dapat membantu menciptakan lingkungan inklusif yang menghargai perbedaan individu.
Terdapat pula pembahasan mengenai berdamai dengan diri, dimana hal ini untuk mengingatkan diri sendiri bahwa setiap manusia mempunyai identitas masing-masing dan tidak perlu membandingkan dengan identitas orang lain. Setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam pembahasan ini, setiap mahasiswa diminta untuk membuat galeri diri yang diunggah pada media sosial.
Selain beberapa rangkaian topik di atas, kegiatan ini juga diselipkan pembentukan yel-yel dan permainan ice breaking sebagai relaksasi. Mahasiswa sangat antusias mengikuti pelatihan ini. Banyak hal yang didapatkan, mulai dari pemahaman yang mendalam mengenai keberagaman budaya dengan mempelajari berbagai tradisi, adat istiadat, dan nilai-nilai dari berbagai negara hingga kelompok etnis, memahami perbedaan dan persamaan antar budaya, serta konteks historis yang membentuknya. Tak hanya itu, mahasiswa juga dapat mengembangkan sikap toleransi dan saling menghargai perbedaan, menghormati perspektif dan cara hidup yang berbeda dari milik mereka sendiri, mengembangkan empati, dan kemampuan untuk melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang. Selanjutnya, lebih terbuka tentang isu-isu global seperti perubahan iklim, migrasi, atau konflik internasional dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dalam menganalisis masalah-masalah lintas budaya agar nantinya tidak mudah terjadi perselisihan.
Diklat WKG menghasilkan berbagai program kebinekaan yang dirancang dan diimplementasikan oleh setiap kelompok di sekolah praktik masing-masing. Program-program ini bertujuan untuk memanfaatkan dan merayakan keragaman yang ada di lingkungan sekolah. Setiap program ini dirancang untuk memanfaatkan dan merayakan aspek-aspek keragaman yang ada di sekolah, baik itu keragaman etnis, agama, bahasa, budaya, sosial-ekonomi, atau lainnya. Tujuan utamanya adalah untuk membangun pemahaman, toleransi, dan apresiasi terhadap kebhinekaan, sekaligus memperkuat rasa persatuan dalam keragaman di lingkungan sekolah.
Terakhir, beberapa refleksi akhir yang terkandung dalam berbagai topik yaitu (1) Kebhinekaan Global, perkembang zaman memberikan tantangan dalam keberagaman dunia. Hal ini memberikan banyak permasalahan yang timbul akibat keberagaman di seluruh dunia. Namun, keberagaman tersebut dapat diatasi dengan keterampilan yang terus diasah dan dikembangkan oleh manusia dalam menghadapi kebinekaan global. Keterampilan tersebut antara lain kreativitas, komunikasi, berpikir kritis, dan kolaborasi; (2) Kebhinekaan Indonesia, kebhinekaan Indonesia menjadi sangat penting untuk dipahami dan dilakukan dalam kehidupan sebagai bentuk menghargai keberagaman yang ada dan menciptakan suasana yang harmonis, toleransi, dan moderat di Indonesia; (3) Berdamai dengan Diri, pentingnya mengenali identitas diri dan menggunakan standar diri tanpa melihat orang lain sehingga dapat membangun kepercayaan diri dan membawa suasana hidup menjadi lebih positif; (4) Sekolah Bhineka, perlu untuk menanamkan sikap toleransi dan menghargai keberagaman dalam menciptakan lingkungan yang insklusif, di mana seluruh peserta didik dapat saling menghargai satu sama lain, berkolaborasi, dan memahami perbedaan; (5) Sekolah Damai, perlunya peran aktif semua warga sekolah untuk membangun sekolah damai melalui kerja sama dan saling mendukung satu sama lain sehingga sekolah dapat terhindar dari risiko.
Refleksi tersebut memberikan mahasiswa dorongan dalam melaksanakan tindak lanjut implementasi di sekolah. Tindak lanjut kegiatan WKG dapat diimplementasikan dengan mengajarkan kembali wawasan kebhinekaan di sekolah melalui berbagai program yang telah direncanakan. Terlebih program yang telah direncanakan bertepatan dengan momen bulan kemerdekaan Indonesia. Harapannya, berbagai program yang mahasiswa rencanakan dapat menumbuhkan, meningkatkan, dan memperkuat seluruh warga sekolah tentang kebinekaan global khususnya Indonesia.
Pelatihan ini bukan hanya sebuah kegiatan klasikal, tetapi juga sebuah langkah penting dalam membentuk karakter para calon pendidik. Dengan pemahaman yang mendalam tentang kebhinekaan, diharapkan para guru masa depan dapat menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan menghargai perbedaan. Dengan adanya WKG juga mempertegas komitmen dunia pendidikan dalam menciptakan masyarakat yang harmonis dan toleran, sebuah langkah nyata menuju Indonesia yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H