Mohon tunggu...
Nisfatul Lailiyah
Nisfatul Lailiyah Mohon Tunggu... Lainnya - Tugas Kampus

Anak Matemathic

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perbedaan Meninggalkan Puasa bagi Ibu Hamil menurut Madzhab

27 Juni 2020   15:49 Diperbarui: 27 Juni 2020   15:38 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

1.Menurut beberapa Mazhab

Mazhab Maliki punya pendapat lain. Menurutnya, bagi wanita hamil cukup mengqadha saja. Sedangkan bagi wanita yang menyusui harus mengqadha dan membayar fidyah. Mereka berpendapat, kondisi wanita hamil dan menyusui berbeda. Jadi, mereka juga dibedakan dari segi hukumnya. Menurut Mazhab Maliki, wanita hamil lebih dekat diqiyaskan hukumnya kepada orang sakit. Sedangkan wanita menyusui qiyasnya mencakup dua kondisi, yaitu orang sakit sekaligus orang yang terbebani melakukan puasa. Apabila tidak berpuasa di bulan Ramadhan, ia wajib membayar qadha dan fidyah.

2.menurut para ulama
   # ulama yang mengatakan hanya perlu mengqadha tanpa fidyah mengqiyaskan hukumnya kepada orang sakit. Sebab, kondisi wanita hamil dan menyusui yang lemah mirip sekali dengan orang yang sakit. Sedangkan, qadha bagi orang yang sakit adalah mengganti puasanya di hari lain di luar Ramadhan.
 # mengatakan qadha bagi wanita hamil dan menyusui hanya fidyah. Pendapat ini dipakai di kalangan ulama, seperti Ibnu Umar dan Ibnu Abbas. Mereka mengqiyaskan kondisi wanita hamil dan menyusui dengan orang-orang yang lanjut usia atau kalangan mereka yang tidak sanggup melaksanakan puasa. Ulama ini berdalil dengan firman Allah SWT, "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin... (QS al-Baqarah [2]: 184).

# wanita hamil dan menyusui yang meninggalkan puasa Ramadhan wajib mengqadha sekaligus membayar fidyah. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal. Menurut mereka, kondisi wanita hamil dan menyusui serupa dengan orang sakit dan orang yang terbebani dalam melakukan puasa. Jadi, Imam Syafi'i menggabungkan dua pendapat di atas. Apabila tidak berpuasa di bulan Ramadhan, mereka harus membayar qadha dan fidyah sekaligus.

Tetapi ulama Indonesia banyak  yang mengambil pendapat ketiga sebagai langkah ihtiyath (kehati-hatian). Bagi mereka yang punya kelapangan waktu dan harta tentu lebih baik bagi mereka untuk menjalankan pendapat yang ketiga. Di samping membayarkan fidyah untuk membantu fakir miskin, mereka bisa pula berpuasa dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT. Adapun bagi mereka yang tak punya kelapangan sedemikian, kembali kepada mazhab masing-masing. Misalkan, pengikut Mazhab Syafi'iyyah mengikuti Imam Syafi'i, pengikut Mazhab Hanbali mengikuti Imam Ahmad bin Hanbal, dan seterusnya.

https://m.republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/15/07/03/nqwmc938-wanita-hamil-dan-menyusui-mengqadha-puasa-atau-bayar-fidyah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun