Kasus COVID-19 yang marak terjadi pada tuga tahun terakhir menetapkan indonesia sebagai negara yang mengalami pandemi, sesuai dengan keputusan WHO (organisasi kesehatan dunia) yang menetapkan bahwa wabah COVID-19 termasuk dalam kategori pandemi yang sudah banyak merenggut nyawa korbannya.Â
Adanya pandemi membawa dampak pada seluruh aspek kehidupan, baik bidang pendidikan, sosial, ekonomi, agama, dan kebudayaan. Dampak yang paling besar dengan adanya pandemi yaitu mental psikis yang terserang, permasalahan psikologis ini tidak hanya berdampak pada orang dewasa, tetapi juga pada anak- anak dan remaja. Hal yang banyak disoroti juga yaitu melonjaknya angka pernikahan dini.
Menurut WHO, pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan atau salah satu pasangan yang masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia dibawah 19 tahun. Pengertian secara umum, pernikahan dini yaitu merupakan institusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga.Â
Pernikahan dibawah umur yang belum memenuhi batas usia pernikahan, pada hakikatnya di sebut masih berusia muda atau anak- anak yang ditegaskan dalam Pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun dikategorikan masih anak-anak, juga termasuk anak yang masih dalam kandungan, apabila melangsungkan pernikahan tegas dikatakan adalah pernikahan dibawah umur.
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementrian PPPA) melaporkan peningkatan angka pernikahan dini selama pandemi Covid – 19.Â
Data dari Kementerian PPPA menyebutkan bahwa angka pernikahan dini meningkat yaitu mencapai 24.000. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa pernikahan dini merupakan bagian dari bencana sosial yang dapat menyebabkan kematian pada ibu, kematian bayi, kurangnya gizi pada anak, dan juga dampak pada ekonomi (Anggraeni, 2020 dalam Nikmah, 2021)
Faktor yang melatarbelakangi merebaknya kasus pernikahan dini selama pandemi Covid-19 di antaranya yaitu:
- Faktor Ekonomi
Faktor yang menyebabkan meningkatnya pernikahan dini di tengah pandemi antara lain yaitu adanya masalah ekonomi. Di tahun 2021, anak yang tidak melanjutkan pendidikannya dikarenakan putus sekolah berjumlah 119 anak.Â
Hal ini dikarenakan adanya faktor ekonomi yang dihadapi oleh keluarga. Kemiskinan mejadi faktor utamapenyebab melonjaknya perkawinan anak. Misalnya tak punya gawai dan kuota, akibatnya tidak sekolah lagi semasa pandemi. Karena menganggur dan tidak mau menjadi beban orang tua akhirnya memilih menikah atau dinikahkan, lalu Para pekerja banyak yang diberhentikan.
- Kehamilan yang terjadi di luar nikah
Dalam penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa perkawinan anak dilakukan sebagai jalan keluar jika terjadi kehamilan di luar nikah (Hotnatalia Naibaho, 2013).Bagi orang tua menikahkan anak terutama puteri mereka yang sedang dalam kondisi hamil juga menjadi alternatif untuk menutupi aib yang telah terjadi demi menjaga nama baik keluarga.Â
Selain itu, hakim biasanya akan mengabulkan permohonan untuk pernikahan dengan memberikan dispensasi jika alasannya hamil di luar nikah sepertiyang dikutip di Publik K.K (2020)
- Faktor lingkungan
Faktor lingkungan didasari oleh pengaruh kondisi masyarakat disekitarnya. Banyaknya teman sebaya yang melangsungkan pernikahan diusia muda mendorong mereka untuk melakukan hal yang sama, hal ini memicu naiknya angka pernikahan dini dalam lingkup suatu daerah.
- Kurangnya pengawasan dari orang tua
Kurangnya pengawasan orang tua terhadap anaknya juga dapat mengakibatkan terjadinya perkawinan anak. Di zaman sekarang tentu orang tua diharapkan dapat memberikan perhatian lebih terhadap anaknya.Â
Salah satu kewajiban orang tua adalah membina anaknya baik secara mental maupun moral dan orang tua juga berkewajiban untuk membentengi anak mereka dengan ilmu agama yang kuat, hal ini sesuai yang tercantum dalam buku Andi Mappiere yang berjudul Psikologi Remaja (Harmaini, 2013).Â
Orang tua memiliki peranan besar untuk mengontrol perilaku anaknya agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas yang dapat memberikan dampak negatif.
- Faktor pendidikan
Selama pandemi berlangsung, pemerintah menghimbau agar sistem pembelajaran dilakukan secara daring. Banyak di antara remaja memilih untuk menikah diusia yang masih belia karena merekabosan dituntut untuk dapat belajar dari rumah.Â
Mereka merasa stres karena tidak dapat menangkap materi yang disampaikan oleh guru serta dibebani dengan tugas yang begitu banyak. Sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang diterapkan ini memberikan efek tidak nyaman bagi siswa karena mereka terbatasi dalam berintraksi dengan teman dan guru mereka.
- Semakin berkembang pesatnya teknologi
Di era digital seperti sekarang ini, siapapun dapat dengan mudah untuk mengakses informasi melalui gadget masing-masing. Rasa keingintauan dan ingin mencoba hal baru mengakibatkan remaja akan melakukan apa saja yang mereka lihat dan dengar (Hotnatalia Naibaho, 2013). Remaja dapat dengan mudah terbujuk pada suatu hal baru yang baik mapun buruk karena mereka memiliki tingkat emosional yang masih sangat labil (Hurlock, 1992). Hal ini dapat menyebabkan remaja rentan terpapar oleh konten sensitif seperti pornografi dan pornoaksi.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa angka pernikahan dini selama masa pandemi covid 19 sangat meningkat. Faktor penyebab meningkatnya angka pernikahan dini dimasa pandemi yaitu faktor ekonomi, kehamilan yang terjadi diluar nikah, faktor lingkungan, kurangnya pengawasan orang tua, faktor pendidikan, dan semakin berkembang pesatnya teknologi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI