Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Rumah Makan Padang Juru Masaknyo Papua dalam Film Tabula Rasa

5 Desember 2023   22:58 Diperbarui: 6 Desember 2023   13:17 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tak hanya lezat, Gulai Kepala Ikan Kakap buat musuh dapat kembali bersahabat (Ilustrasi: Kincir.com)


Sebagai penikmat masakan Padang di Jabodetabek, ambo pernah menjumpai kokinya berasal dari suku Jawa atau Sunda. Tapi, rumah makan Padang juru masaknyo Papua? Onde mande!

Itulah uniknya film "Tabula Rasa" (2014) yang berkisah tentang seorang pemuda Papua bernama Hans (Jimmy Kobogau) yang bertahan hidup di Jawa sebagai koki pada rumah makan Takana Juo milik Mak (Dewi Irawan) yang juga sedang berjuang untuk tak sampai bangkrut dan tutup karena sepi pembeli. Tak hanya interaksi Hans dan Mak yang acapkali memantik konflik, namun juga Hans pun tak diterima oleh dua uda yang sekampuang dari Padang dan membantu Mak memasak yaitu koki senior Parmanto (Yayu Unru) dan juru senduaknyo Natsir (Ozzol Ramdan) di Takana Juo.

Sepanjang 1 jam 47 menit durasi film Tabula Rasa yang disutradarai Adriyanto Dewo, penonton disuguhi  adegan masak-memasak mulai gulai kepala ikan kakap, rendang, hingga dendeng yang membuat makan berpotensi untuk tambuah ciek karena para aktornya dilatih langsung oleh tenaga ahli bidang kuliner Chef Adzan dan penulis "Rendang Traveller" Reno Andam Suri. Menurut produser film Tabula Rasa, Sheila Timothy, para aktor film ini juga dibekali dengan training untuk berdialek Padang yang alami dari Tom Ibnur selaku budayawan dan cultural advisor.

Bagi penggemar film kuliner plus budaya lokal, film Tabula Rasa ini untuk Anda (Ilustrasi: Historia.id)
Bagi penggemar film kuliner plus budaya lokal, film Tabula Rasa ini untuk Anda (Ilustrasi: Historia.id)

Boleh dibilang, film Tabula Rasa ini adalah kombinasi culinary movie dalam kemasan tradisi lokal. Dialog film yang skenarionya ditulis oleh Tumpal Tampubolon ini memang didominasi oleh bahasa Minang dan sedikit Papua serta Indonesia.

Film Tabula Rasa yang diproduksi Lifelike Pictures ini dapat kembali disaksikan di Netflix. Sebelum Anda menontonnya, silakan baca terus artikel ini hingga akhir sambil mencicipi kuliner Minang yang memang terkenal hingga ke seluruh dunia karena dijamin lamak bana!

Mendobrak stigma suku yang ada

Selama ini, warga Papua identik dengan profesi yang (cenderung) lebih mengandalkan fisik, termasuk menjadi atlet. Hans yang berasal dari Pulau Serui di Papua ini pun awalnya ke Jakarta karena bercita-cita sebagai pemain bola profesional pada suatu klub bola.

Di lain sisi, orang Padang yang sering diplesetkan sebagai 'PAndai BerDAgaNG' dianggap memiliki sifat perhitungan demi menghindari  kerugian. Tokoh Mak dalam film Tabula Rasa pun dikisahkan hijrah ke Jakarta setelah gempa Padang pada tahun 2009 meluluhlantakkan baik keluarga maupun bisnisnya.

Siapa yang tak otomatis lapar seusai menonton film ini? (Ilustrasi: YouTube Tabula Rasa Film)
Siapa yang tak otomatis lapar seusai menonton film ini? (Ilustrasi: YouTube Tabula Rasa Film)

Ternyata, Hans tak hanya piawai menggocek bola, namun juga memasak kuliner Papua yaitu Ikan Kuah Kuning dengan Papeda (sejenis sagu). Begitu pula dengan Mak yang tak segan menolong Hans tanpa banyak pertimbangan setelah melihatnya terbaring tak sadar di jembatan penyeberangan dengan kepala terluka sehingga sempat disangka sebagai seorang perampok oleh Natsir yang curiga.

Lokasi pertemuan Hans dan Mak di Jakarta pun semakin mempertegas peran Jakarta sebagai melting pot di Indonesia. Saat datang dan tinggal di Jakarta, apapun sukunya, kita harus mampu berpikir terbuka dan bersikap toleran, yoi kan?

Gotong royong ciri khas Indonesia

Budaya komunal memang lekat dengan masyarakat Nusantara, terutama tradisi gotong royong sehari-hari sebagai balas budi maupun aksi kepedulian. Sebuah pepatah Minang yaitu "Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang (Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing)" pun menjadi penguat adegan kebersamaan para pemeran dalam film Tabula Rasa yang meraih empat piala pada Festival Film Indonesia (FFI) 2014.


Tak heran, Hans sigap mencuci piring dengan sukarela setelah pertama kali diberi makan gratis oleh Mak meskipun sempat dilarang oleh Natsir. 

"Bapak, biar saya saja yang cuci piring sebentar. Sa tidak mau makan di sini cuma-cuma, Bapak," tegas Hans dengan logat Papua yang kental.

Satu orang Papua dan tiga orang Padang yang  berjumpa di Jakarta (Ilustrasi: Cinema 21)
Satu orang Papua dan tiga orang Padang yang  berjumpa di Jakarta (Ilustrasi: Cinema 21)

Supir mobil box milik Rumah Makan Caniago yang sedang lelap tertidur sekaligus saingan bisnis Takana Juo pun bersedia menolong Natsir yang mendadak harus membawa Mak ke Rumah Sakit saat dini hari setelah Hans mendapati Mak pingsan di dapur yang kompornya masih memakai kayu bakar. Di awal film, para adik Hans di panti asuhan pun patungan membeli kado kenangan untuknya yang diberikan sesaat sebelum Hans naik pesawat ke Jakarta dari bandara kecil di Serui yang masih rancak bana laut dan alamnya lho!

Semangat bahu-membahu itu pula yang bisa jadi membuat semangat para diaspora Indonesia sigap mempromosikan film Tabula Rasa tersebut agar budaya dan kuliner Indonesia dapat terkenal di seluruh negara. Para WNI di keempat negeri ini yaitu Amerika Serikat (New York), Australia (Victoria), Bulgaria (Sofia), dan Namibia (Windhoek) telah bekerjasama dengan kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) setempat dalam memutar film Tabula Rasa dalam acara pekan maupun festival film Indonesia untuk nobar (nonton bareng) dengan penduduk lokal.

Menu lezat dukung konflik mencair

Ibarat masakan, rasanya pasti hambar jika tra ada bumbunya, iyo toh? Film Tabula Rasa pun jadi tambah seru dengan konflik antara Hans, Mak, dan Uda Parmanto yang bahkan sampai berakibat pecah kongsi bisnis antara kawan lama.

Ternyata, menu Gulai Kepala Ikan Kakap ampuh mendekatkan lagi hubungan yang sempat retak. Siapa sangka, Uda Parmanto yang paling menentang adanya Hans dari awal, malah menjadi pahlawan penolong bagi Hans yang sempat linglung tanpa arahan Mak saat memasak.  

Tak hanya lezat, Gulai Kepala Ikan Kakap buat musuh dapat kembali bersahabat (Ilustrasi: Kincir.com)
Tak hanya lezat, Gulai Kepala Ikan Kakap buat musuh dapat kembali bersahabat (Ilustrasi: Kincir.com)

Lalu, apakah film Tabula Rasa memiliki happy ending dengan Hans sukses menekuni kembali karir awalnya sebagai atlet bola di Jakarta? Akankah pula nasib hubungan antara Mak dan Uda Nasir dengan Uda Parmanto mencair lagi seusai Mak sembuh?

Sesuai kata Tabula Rasa yang berasal dari bahasa Latin dan berarti "lembaran kosong", film ini memberikan ruang terbuka bagi penafsiran para penontonnya di akhir cerita. 

Ini mengacu pada kalimat Hans, "Jangan sampai Mak dan Pace Uda baku angkat. Kalau su tua, bikin kenangan baik saja."

Bagaimana, semakin tertarik kan untuk segera menonton film Tabula Rasa yang kaya cita rasa kuliner dan tradisi lokal ini? Jangan lupa, siapkan masakan Padang sambil menyaksikannya agar perut tak keroncongan sepanjang film diputar hahaha... Tarimo kasih su baca artikel sa punya ini yo.


-Arti Bahasa Minang
Juru Masaknyo: Tukang Masaknya
Ambo: Saya
Onde mande: Astaga/Ya ampun
Takana Juo: Teringat selalu
Uda: Panggilan untuk laki-laki di Minang
Sekampuang: Berasal dari daerah yang sama
Juru senduaknyo: Pelayan restoran
Tambuah ciek: Tambah lagi
Lamak bana: Enak/lezat sekali
Rancak bana: Bagus/indah betul
Tarimo kasih: Terima kasih

-Arti Bahasa Papua
Yoi/iyo: Iya/ya
Sa: Saya (disingkat)
Tra: Tidak
Iyo toh: Iya kan
Pace: Panggilan untuk laki-laki di Papua

Baku angkat: Bertengkar/Berkelahi
Su: Sudah (disingkat)

Judul film: Tabula Rasa
Sutradara: Adriyanto Dewo
Produser: Sheila Timothy
Skenario: Tumpal Tampubolon
Pemeran: Jimmy Kobogau (Hans), Yayu Unru (Parmanto), Ozzol Ramdan (Natsir), Dewi Irawan (Mak)
Sinematografer: Amalia T.S.
Produksi: Lifelike Pictures
Tanggal rilis: 24 September 2014
Durasi: 107 menit
Negara: Indonesia
Bahasa: Indonesia (Minang, Papua)
Penghargaan:
- Festival Film Indonesia 2014
Sutradara Terbaik: Adriyanto Dewo
Pemeran Utama Wanita Terbaik: Dewi Irawan
Pemeran Pendukung Pria Terbaik: Yayu Unru
Skenario Asli Terbaik: Tumpal Tampubolon
- Indonesia Film Trailer Awards 2015
Penata Musik Terbaik: Lie Indra Perkasa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun