Jika ditanya, apa manfaatnya bergabung dengan Kompasiana sejak tahun 2013? Maka, jawaban saya "lebih mengenal Indonesia dan para Kompasianer inspiratif yang memotivasi untuk menulis."
Meskipun telah memiliki akun di Kompasiana mulai tahun 2013, saya baru aktif menulis di bulan April 2014. Nah, keaktifan itulah yang membuat saya memiliki  cerita bersama para Kompasianer, khususnya pengalaman menulis dan mengeksplorasi Indonesia.
Kegiatan daring (online) dan luring (offline) dari Kompasiana memang sangat tepat untuk Kompasianer saling mengenal sekaligus lebih menambah beragam pengetahuan baru tentang Indonesia. Temanya mulai dari wisata, ekonomi, kuliner, olahraga, pendidikan, hingga film.
Perkenalan dan pertemanan yang terjalin dengan Kompasianer pun membuat saya selalu bersemangat untuk menulis.Â
Ini sudah menjadi rahasia umum bahwa sesama Kompasianer itu senang berbagi pengalaman dan pengetahuan sehingga komunitas pun terus tumbuh subur di Kompasiana. Â
Maka, inilah sekelumit cerita saya tentang Indonesia bersama para Kompasianer via Kompasiana selama 9 (sembilan) tahun ini. Semoga cerita sederhana ini dapat menjadi inspirasi dan motivasi bagi kita untuk senantiasa rajin menulis, terutama di Kompasiana pastinya.
Eksplorasi Batik di Yogya dan Kopi di Lampung
Blogtrip ke Yogyakarta di akhir tahun 2014 membuat saya semakin mengagumi batik. Saya jadi paham bahwa mahalnya batik tulis itu, dibandingkan batik cap dan cetak (printing), sebagai bentuk apresiasi kerja keras untuk pembatik tulis yang setiap goresan malam atau lilin lewat cantingnya di selembar kain itu dipenuhi cita rasa seni.
Di Yogya itu pula, saya mengenal sejumlah Kompasianer antara lain Mas Nurulloh dari tim admin, Pak Al Johan, Pak Agung Han, Teh Okti Li, dan Mbak Riana Dewi. Pak Agung sempat aktif di komunitas  KOMiK Kompasiana (Kompasianers Only Movie enthus(i)ast Klub) dan KETAPELS (Kompasianer Tangerang Selatan Plus) serta Mbak Riana yang terlibat KJOG (Kompasianer Jogja).
Artikel terkait:Â Serunya Belajar Membatik di Yogya bersama JNE dan Kompasiana
Setelah Yogya, blogtrip di Lampung pada pertengahan tahun 2015 ikut menyadarkan saya tentang biji kopi yang ternyata lebih dari sekedar bahan baku minuman. Blogtrip ke sejumlah petani kopi di Tanggamus itu juga memberikan info bahwa tak sedikit anak-anak petani kopi tersebut  berhasil lulus kuliah, bahkan hingga pascasarjana, dari hasil panen kebun kopi, mantap! Â
Blogtrip inspiratif di Lampung itu pula membuat saya berkenalan dengan para Kompasianer yaitu antara lain Mas Kevinalegion dari tim admin, Mas Dede Ariyanto, dan Mbak Dewi Puspa. Mas Dede kini lebih banyak berkiprah sebagai vlogger sedangkan  Mbak Puspa aktif sebagai Ketua komunitas KOMiK yang pada Oktober lalu berhasil memproduksi film pendek "Ngidam" bersama para Komiker (anggota KOMiK) dan masuk seleksi 3 film di Jakarta Film Week.
Artikel terkait:Â Berbagi Nilai Oke Kopi Ala Nescafe #DiBalikSecangkirKopi
Sosialisasi Komunitas di Keraton Cirebon dan Kebun Teh di Lembang
Cerita sebagai Kompasianer belum lengkap tanpa pengalaman dengan  komunitas. Tahun 2017, saya jadi lebih mengenal sejarah Cirebon sebagai salah satu kerajaan di Indonesia saat blogtrip bersama KOTeKA (Komunitas Traveler Kompasiana) di bulan Ramadan.
Blogtrip ke Cirebon dari pagi hingga malam hari itu membuat Kompasianer dapat merasakan mulai dari wisata religi, wisata sejarah, wisata arkeologi, hingga wisata kuliner, dalam satu waktu, lengkap deh! Saya pun jadi kenal dengan sejumlah nama antara lain Mas Ichsan Kamil dari tim admin, Mas Ony dan almarhum Pak Diaz/Dizzman dari admin KOTeKA, arkeolog senior plus Kompasianer aktif yaitu Pak Djulianto Susantio, dan Mbak Muthiah Alhasany sebagai Ketua CommuterLine Community of Kompasiana (CLICKompasiana) yang tetap sangat antusias meskipun mobil rombongan kami hanya melewati Stasiun Cirebon tanpa mampir dulu karena keterbatasan waktu trip.
Artikel terkait:Â Pegang Kendali Wisata Arkeologi di Cirebon Bersama Danamon
Masih di tahun 2017, blogtrip di kebun teh Malabar, Lembang Jawa Barat begitu berkesan bagi saya karena di sanalah, Kompasianer meliput sekaligus merayakan hari kemerdekaan ke-72 RI. Setelah upacara bendera, Kompasianer lalu meliput acara bakti sosial ke para veteran perang yang kerapkali kita temui dengan nasib mengenaskan di masa tuanya setelah berjuang untuk Indonesia di masa mudanya.
Selama blogtrip di Lembang ini, saya pun bersama Mbak Nindy Prismahita dari tim admin, Mbak Ira Lathief yang kondang sebagai travel blogger, dan Mas Andrie Mastiyanto dari KOMiK. Mbak Dewi Puspa dari KOMiK dan Mbak Muthiah dari CLICKompasiana juga turut hadir di Lembang sehingga suasana pun terasa lebih akrab.Â
Artikel terkait:Â Segarnya Kemerdekaan dengan Kerja Bersama BUMN dan Warga
Edukasi via Buku tentang Sinema Indonesia dari KOMiK dan Ladiesiana
Selama pandemi dari tahun 2020 hingga 2022, tentu saja mayoritas kegiatan Kompasiana adalah daring (online) sehingga blogtrip pun terhenti dulu. Sisi positifnya, saya jadi lebih sering menulis artikel blog sejak hadirnya WFH.
Syukur Alhamdhulillah, dua komunitas di Kompasiana yang saya ikuti yaitu KOMiK dan Ladiesiana (Komunitas Kompasianer Perempuan) tetap aktif sewaktu pandemi sehingga artikel saya tentang sinema Indonesia pun berhasil ikut dibukukan. Keduanya menerbitkan buku kompilasi berisi karya sejumlah Kompasianer dari artikel film yang bertemakan kemerdekaan dan peran perempuan dalam perfilman nasional selama ini.
Artikel terkait:Â Buku Kompilasi Karya Komiker "Sejarah dan Perjuangan Bangsa dalam Bingkai Sinema" Sudah Bisa Dipesan
Tema film kemerdekaan yang digagas oleh KOMiK sebagai bahan penulisan blog memotivasi saya untuk menonton film hitam karya sutradara legendaris, Usmar Ismail pada tahun 1951, "Enam Djam di Djogja."Â
Siapa sangka, baru enam tahun merdeka sejak tahun 1945, para Kompasianer pun akhirnya jadi mengetahui bahwa Indonesia telah memiliki film yang kualitasnya boleh diadu dengan film-film klasik dari Hollywood dari era yang sama.
Saat menulis artikel "Perempuan dan Sinema Indonesia" untuk komunitas KOMiK dan Ladiesiana, bahasan tentang kiprah sutradara wanita di Indonesia juga turut membuat saya takjub bahwa di Indonesia sudah ada sutradara sekaligus produser wanita pertama di tahun 1950 yaitu Ratna Asmara dengan film perdananya yaitu "Sedap Malam." Kompasiana pun telah melahirkan seorang produser dan penulis skenario wanita perdana dari komunitas KOMiK dengan film pendeknya "Ngidam" bersama Komiker yaitu Mbak Dewi Puspasari sehingga semoga kelak akan hadir lebih banyak lagi para Kompasianer lainnya untuk berprestasi di bidang film ataupun bidang lainnya setelah bergabung di Kompasiana dan komunitasnya.
Artikel terkait:Â Via Sinema, Perempuan Indonesia Mematahkan Kemustahilan
Di era banjir informasi saat ini yang dapat menginspirasi maupun memprovokasi, kehadiran Kompasiana bersama para Kompasianer tentunya adalah oase yang sangat ideal untuk terus maju dan berkembang seiring perubahan zaman. Semoga Kompasiana kelak tak hanya menembus ulang tahunnya secara dekade, namun juga sampai hitungan abad. Salam.
Artikel terkait:Â Menariknya Diskusi dan Peluncuran Buku "Perempuan dan Sinema" Kolaborasi Ladiesiana dan KOMiK
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H