Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bapak Rumah Tangga dan Kesetaraan Gender

4 Oktober 2023   11:15 Diperbarui: 4 Oktober 2023   11:22 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saatnya kesetaraan gender semakin disebarluaskan (Ilustrasi 1: Jakarta Globe) 

Kita memang harus mulai membiasakan diri tentang perbedaaan gender secara fitrah manusia dengan peran sosialnya di masyarakat. Mengandung, melahirkan, dan menyusui seorang anak tentu saja adalah kodrat alami wanita yang digariskan ALLAH swt. 

Namun, peran mengasuh anak dan mengurus rumah mutlak dapat dibagi antara pria dan wanita tanpa harus memusingkan perbedaaan gender. Jika kita dapat menerima profesi pria sebagai koki dan wanita sebagai pilot, hal yang sama tentu dapat berlaku untuk peluang ibu dan juga bapak rumah tangga.

Konsensus vs Kesetaraan Gender

Menurut salah satu teori atribusi psikologi sosial yang terkenal yaitu Model Kovariasi Kelley (1967), tindakan seseorang harus dikaitkan dengan beberapa karakteristik (disposisi) orang tersebut atau lingkungan (situasional). 

Konsensus adalah bagian dari teori Kelley tersebut yaitu "suatu perilaku yang cenderung dilakukan oleh semua orang dalam situasi yang sama."

Saat suatu masyarakat berulangkali  menganggap tabu tentang bapak rumah tangga, pandangan tersebut turut berdampak pada rendahnya peran ibu rumah tangga. Seorang wanita karir (cenderung) dianggap lebih tinggi derajatnya karena dia dapat menghasilkan uang layaknya para pria yang bekerja nafkah.

Peran bapak guru di TK atau PAUD kini semakin penting (Ilustrasi 2: BBC News)
Peran bapak guru di TK atau PAUD kini semakin penting (Ilustrasi 2: BBC News)

Ironisnya, di beberapa keluarga kerajaan yang (dulu) sangat kuat diskriminasi gendernya, pangeran yang menjadi suami seorang ratu kini tak lagi dipandang hanya sebagai bapak rumah tangga. Hal ini terlihat jelas pada riwayat hidup Pangeran Phillip Mountbatten yang lebih dari 7 dekade (tepatnya selama 74 tahun) mendampingi Ratu Elizabeth II dari Inggris dalam pernikahan mereka dengan melepas karirnya sebagai perwira angkatan laut dan juga Pangeran Henrik de Monpezat yang mundur sebagai diplomat Perancis ketika menikahi Ratu Margrethe II dari Denmark pada tahun 1967.

Jika konsensus serupa dapat diterapkan pada warga umumnya di luar keluarga kerajaan, isu diskriminasi gender pun dapat terkikis sedikit demi sedikit dengan tak anehnya lagi bagi pria yang melepas karirnya (untuk mendukung karir istri) saat menikah karena selama ini, kita jauh lebih terbiasa dengan wanita yang berhenti kerja saat melepas masa lajang.

 Gender equality pun semakin meluas agar tingkat kesejahteraan dan kemakmuran suatu negara dapat diterima semua warga tanpa dibatasi jenis gender.

Pendidikan Gender Jadi Kunci

Mayoritas negara dengan gender gap yang rendah atau indeksnya kurang dari 1 (0=timpang, 1=setara) memiliki indeks sumber daya manusia yang juga rendah. Hal ini juga berarti kurang majunya kualitas pendidikan di negara dengan gender gap yang tinggi.

Tak heran, cara terefektif agar gender gap dapat menurun kasusnya yaitu dengan pendidikan yang berfokus pada kesetaraan gender. Salah satu materi yang paling sederhana adalah bekerja untuk menghasilkan uang itu tak harus keluar rumah (tidak hanya pergi ke kantor) yang dapat dilakukan oleh suami maupun istri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun