Sebelum adanya Busway, Kopaja adalah salah satu bus kota di Jakarta (selain Metromini) yang kerap saya tumpangi. Namun, sejak dulu kuliah di Bogor, saya lebih sering naik Kopaja karena ada rutenya dari Stasiun Tanah Abang yang melintasi Jalan ke rumah.
Yakin deh, pasti banyak penumpang  yang perlu beradaptasi dari sudah terbiasa naik bus kota lalu harus naik Busway. Saya ingat, Busway yang pertama kali saya naiki itu di Koridor 1 Stasiun Kota-Blok M saat akan mengikuti blogger gathering.
Secara umum, Busway memang lebih nyaman dan rapi sebagai angkutan umum daripada Kopaja dan Metromini. Sebut saja mulai dari fasilitas AC, gerombolan copet sulit beraksi, hingga cashless payment dengan kartu e-money dari sejumlah bank.
Proses adaptasi dan transisi yang saya alami dari naik Kopaja menjadi Busway pun jadi kisah pengalaman yang unik dan akan terus terkenang. Tak jarang, saat melintasi jalan di Jakarta, saya teringat saat dulu naik Kopaja maupun Metromini.
Maka, inilah pengalaman berkesan selama saya menaiki Busway di Jakarta. Selamat membaca. Â
Jalan Jauh untuk Naik Kendaraan
Terakhir kali saya naik Kopaja adalah sekitar setahun sebelum pandemi atau awal tahun 2019. Waktu itu, saya hendak ke Pacific Place yang terletak di dekat Halte Busway Polda Metro Jaya.
Sampai di Stasiun Sudirman, ada 2-3 bus Kopaja yang sedang 'ngetem' menunggu penumpang dari stasiun. Saya segera naik Kopaja paling depan karena tadinya enggan berjalan (cukup) jauh ke Halte Busway Dukuh Atas yang terdekat dari Stasiun Sudirman. Â
Eh, 20 menit berlalu, Kopaja tak juga berjalan karena menunggu penumpang penuh. Wah, saya pun akhirnya (terpaksa) turun dari Kopaja yang belum juga berjalan dan segera berlari-lari ke halte busway karena tak ingin terlambat sampai di lokasi acara.
Tak sampai 15 menit, saya telah tiba di tempat tujuan dengan naik busway Koridor 1 jurusan Stasiun Kota-Blok M sekalipun haltenya jauh dari stasiun karena busway tak mengenal istilah 'ngetem' lama hingga penuh penumpangnya. Tak apalah jalan (sedikit) jauh ke halte, namun busway langsung jalan menuju tujuan sehingga waktu tempuh kita lebih efisien, ya kan? Â
Â
Mahal Awalnya, Murah Selanjutnya
Untuk naik busway, kita harus top up kartu e-money dengan minimal nominal tertentu. Mulanya terlihat mahal, namun ini jadi murah karena tarif tetap sama sejauh apapun rute selama kita tidak keluar halte.
Sebelum berlaku peraturan "1 kartu untuk 1 orang", saya dan kawan pernah meminjamkan e-money kami ke sejumlah remaja pria usai mereka dari Stadion GBK. Mereka lebih dari 10 orang, sementara itu hanya ada 1 kartu e-money yang mereka pakai bersama sedangkan saldonya pun tak sampai 20 ribu.
Kami lantas meminjamkan e-money ke para ABG laki-laki yang baru pulang bermain bola di GBK sebagai tugas sekolah pada sore itu di halte Polda. Girangnya bukan main mereka karena ternyata uang mereka tak cukup untuk naik bus Kopaja, yang masih beroperasi waktu itu, setelah membeli makanan dan minuman di GBK. Â
Saya perhatikan, sekarang anak SD di Jakarta pun sudah banyak yang membawa e-money. Tak hanya busway, angkutan umum di Jakarta (kecuali angkot berbayar tunai) memang harus dibayar dengan e-money seperti Computer Line, Jaklingko (angkot biru dan merah dari Pemda Jakarta), LRT, dan MRT.
Hiburan Dinikmati per Individu
Di Kopaja dan Metromini dulu, para pengamen bebas turun naik. Ada yang suaranya merdu dan menyanyikan lagu berbahasa Inggris dengan fasih, namun tak sedikit pula yang fals bahkan saat lagunya dalam Bahasa Indonesia hahaha...
Hal serupa tentu tak berlaku di busway. Tak ada lagi pengamen jalanan maupun pedagang asongan yang dapat beroperasi di busway.
Kini smartphone menjadi hiburan bagi para penumpang busway sesuai selera pribadi. Umumnya mereka memilih playlist lagu untuk  didengar via headset saat di jalan. Â
Saya juga sering melihat sejumlah  penumpang perempuan yang fokus menonton drama Korea (drakor) di busway. Untuk penumpang pria, koleksi Youtube dengan 1001 video tutorialnya lebih diminati untuk ditonton di busway daripada film.
Semoga ke depannya busway di seluruh Indonesia, atau tak hanya di Jakarta, semakin aman dan nyaman untuk penumpangnya sehingga semakin banyak orang yang (lebih) tertarik untuk naik kendaraan umum.Â
Selain hemat biaya dan ramah lingkungan karena mengurangi asap kendaraan dari mobil pribadi, berkendara umum pun dapat membuat orang lebih mampu berempati terhadap orang dan lingkungan di sekitarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H