Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Perbedaan Itu Normal dalam Road Movie "Mencari Hilal"

20 April 2022   23:31 Diperbarui: 25 April 2022   03:03 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Mencari Hilal berpesan tentang menghargai perbedaan (Ilustrasi: MVP Pictures via entertainment.kompas.com)

Ramadan tahun 2022 ini, umat Islam di Indonesia kembali merasakan perbedaan awal waktu puasa. Ada yang memulai Ramadan pada hari Sabtu, 2 April 2022 dan banyak pula yang mengawalinya di hari Ahad, 3 April seperti arahan pemerintah.

Perbedaan ini didasari oleh penetapan awal Ramadan dengan melihat adanya hilal yaitu bulan sabit pertama di tanggal satu penanggalan bulan Qomariyah (kalender Islam). 

Sebagian kaum muslimin menetapkan awal bulan Ramadan maupun Syawal dengan cara hisab (perhitungan) dan ada pula yang memakai metode rukyat hilal (melihat langsung bulan sabit ataupun dengan alat/teleskop).

Lalu, manakah yang (paling) benar dari perbedaan kedua metode tersebut? Apakah perbedaan yang ada itu dapat menyatukan atau malah memisahkan umat Islam?

Film Mencari Hilal yang dibintangi aktor senior, almarhum Deddy Sutomo (Mahmud), akan membuat para penontonnya merenungkan kembali tentang makna perbedaan. Film tahun 2015 ini turut dibintangi oleh aktor muda, Oka Antara yang berperan sebagai Heli, putra bungsu Deddy dalam film.

Meskipun Mencari Hilal yang disutradarai Ismail Basbeth ini bergenre drama religi, namun kita tetap dapat menikmatinya sebagai road movie (film jalan). Sebuah film jalan adalah suatu genre film ketika karakter utama meninggalkan rumah untuk suatu perjalanan yang lalu mengubah perspektif kehidupan mereka sebelumnya.

Mahmud dan Heli merupakan ayah dan anak yang mirip air dan minyak alias secara alami memang sulit menyatu karena begitu berbeda. Namun, perjalanan mereka berdua dalam mencari hilal malah membuat mereka mampu menemukan kembali persamaan yang sesungguhnya mereka miliki.

Maka inilah ulasan saya tentang film yang memperoleh piala untuk kategori Pemeran Utama Pria Terbaik bagi Deddy dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2015. Setelah menyaksikan langsung film bertema 'berat' namun ringan ditonton ini, kita akan memandang arti perbedaan dalam sudut pandang yang lebih luas.

Hubungan orang tua dan anak memang kompleks dinamikanya (Ilustrasi: festivalfilm.id)
Hubungan orang tua dan anak memang kompleks dinamikanya (Ilustrasi: festivalfilm.id)


Generasi tua vs muda

Siapa yang (tidak) pernah beradu pendapat dengan orangtuanya? Mahmud, seorang pedagang jujur serta lulusan pesantren yang berasal dari Generasi Baby Boomers ini tentunya memiliki banyak perbedaan dengan Heli, putranya yang termasuk Generasi Millenial dan berprofesi sebagai aktifis lingkungan yang liberal.

Gesekan antar generasi ini pastinya banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari sehingga adegan demi adegan saat Mahmud dan Heli saling bersitegang sepanjang perjalanan dalam mencari hilal mampu mengingatkan kita kembali tentang hubungan dengan orangtua kita sendiri. Kita pun kelak akan (sangat) mungkin berulang kali berbeda pendapat dengan anak-anak kita yang jelas berbeda dengan generasi kita sekarang.

Saya pernah membaca kalimat bijak yaitu "Orang tua itu kaya pengalaman sedangkan anak muda sarat pengetahuan." Pengalaman Mahmud dalam mencari hilal semasa di pesantrennya dulu dengan prosesnya yang begitu sederhana dan minim biaya tentunya tak masuk logika Heli yang telah terbiasa dengan kecanggihan teknologi masa kini.

Konflik antar generasi ini semakin dipertajam dengan perbedaan kontras Mahmud yang alim dan tak segan memberi wejangan agama di manapun dan kepada siapapun (termasuk supir bus yang ditumpanginya) vs Heli yang sekuler sehingga tak merasa penting untuk melakukan ibadah sholat 5 waktu yang wajib dalam Islam. Di kehidupan sehari-hari, umumnya kita memang mendapati seseorang akan bertambah religius seiring bertambahnya usia.

Tak heran, ketika (terpaksa) menemani sang ayah mencari hilal, Heli sempat sengaja membuat mereka berdua tersesat agar Mahmud mengurungkan niatnya. Namun, api semangat yang menyala-nyala untuk terus menjalankan ajaran Islam dengan kaffah (sempurna) dalam tubuh tua Mahmud membuatnya pantang mundur sampai menemui hilal.

Film 'Mencari Hilal' juga termasuk kategori road movie (Ilustrasi: festivalfilm.id)
Film 'Mencari Hilal' juga termasuk kategori road movie (Ilustrasi: festivalfilm.id)


Spiritual vs material

Jika ditanya, apakah kita 'hidup untuk bekerja' atau 'bekerja untuk hidup', jawaban kita dapat mencerminkan kecenderungan tujuan hidup kita. Hal itulah yang melatarbelakangi jawaban Mahmud ketika ditanya tujuannya berdagang yaitu untuk ibadah dan bukannya sebatas mencari untung di dunia.

Wajarlah saat Mahmud geregetan ketika mengetahui anggaran (fantastis) pemerintah untuk menentukan hilal yaitu sebesar 9 milyar! Kalau uang sebanyak itu untuk dibelikan ketupat Lebaran plus sambal goreng, satu negara kebagian semua deh hehehehe....

Kegundahannya itulah yang membuatnya rela untuk mencari hilal dengan metode tradisional yang minim biaya. Mahmud pun sampai mengajak teman-temannya di pesantren dulu untuk bersamanya mencari hilal.

Di sinilah, baik Mahmud maupun Heli menemukan kenyataan dalam perjalanan mereka bahwa agama berulangkali dimanfaatkan untuk kepentingan politik sesaat. 

Uniknya, kali ini Heli - yang biasanya menentang Mahmud - malah bersemangat untuk membela ayahnya dengan cara 'memanfaatkan' posisi kawan lama Mahmud yang sempat kecewa dalam pemilihan kepala daerah.

Film yang diproduseri Putu Widjanarko ini membuka mata saya bahwa aspek spiritual dan material itu saling melengkapi. Bukankah sejatinya dunia ini tempat kita untuk mengumpulkan bekal bagi kehidupan di akhirat kelak?

Haruskah kita memilih antara kebahagiaan atau kebenaran? (Ilustrasi: indonesianfilmcenter.com)
Haruskah kita memilih antara kebahagiaan atau kebenaran? (Ilustrasi: indonesianfilmcenter.com)

Kebahagiaan vs kebenaran

Pernahkah Anda di posisi ingin menasihati seseorang namun lantas mengurungkannya karena khawatir efeknya malah membuat orang lain tersinggung? Tarik-menarik antara memilih untuk merasa bahagia vs menjadi benar itu juga menjadi fokus film berdurasi 94 menit ini.

Akibatnya, Mahmud dan Heli sampai diturunkan di jalan oleh supir bus karena Mahmud yang terus-menerus mengingatkan pak supir tentang waktu sholat. Sepanjang jalan, dialog ayah dan anak itu dipenuhi nuansa perang urat syaraf antara siapa yang lebih benar meskipun itu nantinya akan membuat satu sama lain terluka.

Heli yang beraliran liberal dan sekuler serta lebih mementingkan hubungan antar manusia (Hablum minannaas) sempat tak mengerti jalan pikiran ayahnya yang lebih berfokus pada hubungannya dengan Yang Maha Kuasa (Hablum minallah) sehingga tampak saklek atau kaku dalam menjalankan perintah agama. Di sisi lain, Mahmud pun tak habis pikir dengan putranya yang terus mendebatnya tentang agama sedangkan Heli sendiri bukanlah sosok agamis.

Film Mencari Hilal ini juga menyampaikan pesan tersirat bahwa kebenaran vs kebahagiaan itu tak harus dipertentangkan kok. Sederhananya, kita memang harus selalu mengingat bahwa kita sudah sepakat untuk tidak sepakat.

Lalu berhasilkah Mahmud menemukan hilal yang dengan susah payah dicarinya itu? Lalu, apakah hubungan bapak dan anak antara Mahmud dan Heli akhirnya dapat menemukan titik temu?

Untuk pecinta film religi yang menggelitik, film Mencari Hilal ini layak untuk disaksikan sambil menunggu waktu berbuka atau saat ngabuburit. Seusai menontonnya, Insyaallah kita akan dapat semakin memahami tujuan Allah SWT dengan menciptakan begitu banyak perbedaan di muka dunia ini. Salam jayalah selalu sinema Indonesia.

- Judul film: Mencari Hilal
- Tanggal rilis: 15 Juli 2015 (Indonesia)
- Sutradara: Ismail Basbeth
- Pemeran: Deddy Sutomo; Torro Margens; Erythrina Baskorowati; Oka Antara
- Perusahaan produksi: MVP Pictures; Studio Denny JA; Dapur Film; Argi Film; Mizan Productions
- Produser: Raam Punjabi; Hanung Bramantyo; Putut Widjanarko; Salman Aristo
- Penghargaan: Piala Citra untuk Pemeran Utama Pria Terbaik 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun