Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Via Sinema, Perempuan Indonesia Mematahkan Kemustahilan

28 Maret 2022   22:24 Diperbarui: 28 Maret 2022   22:26 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan dapat optimal bersama film nasional (Sumber: Layar.id) 

Drama romantis umumnya menjadi genre film wanita yang selama ini kita tonton. Alasannya sederhana yaitu karena jenis film ini cenderung 'aman' temanya sehingga tidak akan memancing kontroversi.

Film 'Marlina si Pembunuh' menampilkan sisi kuat wanita yang tak biasa (Sumber: MLDSPOT)
Film 'Marlina si Pembunuh' menampilkan sisi kuat wanita yang tak biasa (Sumber: MLDSPOT)

Tetapi, bukankah film itu juga merupakan gambaran sosial masyarakat di sekitarnya? Patut diingat, tidak semua realita sosial itu membuat tawa, namun tak sedikit pula yang membawa luka, terutama untuk kaum wanita.



Hal itulah yang melatarbelakangi Nia Dinata menyutradarai film 'Berbagi Suami' yang mengupas tiga kisah poligami. Film produksi tahun 2006 itu sukses membuka mata banyak penontonnya tentang praktek poligami yang pada akhirnya lebih banyak membuat wanita merana daripada bahagia, setinggi apapun status sosial ekonomi para suami mereka.

Menurut Nia, personalisasi film nasional tentang perempuan itu  bukanlah hal yang buruk karena jika tak personal, maka tema film wanita pun akan seragam. Padahal masih banyak tema personal yang sekaligus dapat optimal sebagai tema film wanita di Indonesia, termasuk kasus pembunuhan karena mempertahankan kehormatan yang direndahkan.

Senada dengan Nia, sutradara Mouly Surya berhasil membesut film 'Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak (2017)' yang mengisahkan tentang seorang wanita Sumba yang membunuh segerombolan laki-laki jahat yang ingin menguasai peternakan miliknya sekaligus dirinya. Film yang dibintangi aktris Marsha Timothy tersebut berhasil menjungkirbalikkan anggapan bahwa perempuan hanyalah kaum lemah tanpa daya saat harus berhadapan dengan kejahatan.

Namun, ide film yang tak biasa bukan berarti harus selalu kontroversial. Film 'Sokola Rimba (2013)' yang dibintangi aktris Prisia Nasution dan diproduseri Mira Lesmana berhasil menampilkan sisi humanis seorang tokoh nyata yaitu Butet Manurung saat menjadi guru bagi suku Anak Dalam di Jambi yang belum mengenal baca tulis sehingga rawan dikelabui.

Kekuatan wanita pada film Sokola Rimba digambarkan dalam bentuk kegigihannya mengajar masyarakat suku terpencil di tengah ancaman dari sejumlah pihak yang menentangnya. Film Sokola Rimba tak hanya mampu menyuarakan peran penting perempuan dalam pendidikan, namun juga untuk kegiatan penyelamatan alam.

Kita berharap, pasca pandemi ini akan ada sineas perempuan yang menggarap film tentang nasib wanita sejak pandemi terjadi. Isu ini penting untuk diangkat ke layar lebar agar kita dapat meminimalisir dampak negatif pandemi terhadap kaum perempuan dan anak-anak, khususnya kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) selama lebih seringnya bekerja maupun bersekolah dari rumah.



Perempuan dan film nasional sejatinya adalah dua unsur yang saling melengkapi untuk kemajuan bersama. Maka, sudah selayaknya agar peran nyata perempuan dapat terus dioptimalkan melalui sinema lokal yang nantinya akan berkiprah hingga skala global. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun