Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Via Sinema, Perempuan Indonesia Mematahkan Kemustahilan

28 Maret 2022   22:24 Diperbarui: 28 Maret 2022   22:26 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Sutradara wanita pertama yang dihina filmnya

Sejak tahun 2000-an atau setelah meledaknya film 'Ada Apa dengan Cinta (AADC)' yang dibintangi Dian Sastro dan diproduseri Mira Lesmana, masyarakat Indonesia tak asing lagi dengan sineas wanita yang menjadi sutradara maupun produser film. Sayangnya, hal sebaliknya dialami oleh Ratna Asmara yang tercatat sebagai sutradara wanita pertama Indonesia di tahun 1950.

Ratna menyutradarai film berjudul 'Sedap Malam' yang mengisahkan tentang kehidupan tragis seorang wanita malam yang berawal dari keterpaksaan dirinya sebagai geisha (wanita penghibur tentara Jepang) saat masa penjajahan negara Samurai tersebut. Film Sedap Malam ini sukses di pasaran dengan menarik banyak penonton.

Meskipun begitu, Ratna malah dikritik keras oleh media. Mereka menyebut film yang disutradarai Ratna tersebut belumlah tergolong seni dan nilainya boleh dibilang hanya 'sedikit di atas lumayan.'

Ratna Asmara, pelopor sutradara wanita di Indonesia (Sumber: Wikipedia)
Ratna Asmara, pelopor sutradara wanita di Indonesia (Sumber: Wikipedia)

Padahal, Ratna bukanlah anak kemarin sore di dunia film. Dirinya telah 10 tahun sebelumnya berkecimpung di dunia peran yang diawali sebagai pemain tonil (teater) pada grup Dardanella yang merupakan salah satu kelompok teater terbesar di era kolonial.

Tak patah semangat dengan kritikan tajam tersebut, Ratna kembali menyutradarai film berikutnya yaitu 'Musim Bunga di Selabintana (1951)', 'Dr. Samsi (1952)', dan yang terakhir 'Dewi dan Pemilihan Umum (1954).' Kegigihan Ratna sebagai pelopor sutradara wanita di Indonesia tentunya telah membuka jalan bagi sutradara wanita setelahnya, bahkan hingga puluhan tahun kemudian.

50 tahun kemudian, sutradara Nan Triveni Achnas menyutradai film 'Pasir Berbisik (2001)' yang dibintangi Dian Sastro dan juga Christine Hakim. Sutradara yang juga berprofesi sebagai dosen Institut Kesenian Jakarta itu menuturkan bahwa krunya mayoritas perempuan karena mereka dapat bekerja multitasking dan tak gentar menghadapi kerasnya medan syuting sehingga proses produksi film lebih efisien.

Contoh nyatanya ketika Nan sedang syuting film di kawasan Manggarai yang dikuasai sejumlah preman lokal. Uniknya, para preman tersebut malah tak berkutik kepada kru-kru perempuan, wow luar biasa!

Menurut Nan, di era setelah Reformasi tahun 1998, sineas wanita Indonesia dapat lebih leluasa berkarya maupun bersuara melalui sinema. Hal ini dapat dilihat dari semakin beragam sekaligus berwarnanya tema film nasional yang mengangkat kisah wanita.

Tema film wanita yang mendobrak norma

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun