Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Kenangan Kue Keranjang Imlek yang Berkesan

15 Februari 2022   23:12 Diperbarui: 15 Februari 2022   23:32 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nanas Honi dari Sunpride ini dapat membuat suasana persaudaraan saat Imlek terasa erat (Foto: sunpride.co.id)

Setiap Imlek tiba, saya selalu teringat kue keranjang. Kue manis berwarna coklat ini dulu sempat beberapa tahun rutin keluarga kami cicipi saat perayaan Imlek.

Di lingkungan rumah orang tua saya, kami pernah bertetangga dengan sepasang kakek nenek yang berasal dari etnis Tionghoa di Pontianak. Mereka pindah dari Singkawang Kalimantan ke Tangerang di era tahun 90-an.

Sang kakek yang biasa dipanggil 'Engkoh' membuka toko sembako di perumahan kami. Posisi rumah mereka yang berada di perempatan jalan jelas sangat menguntungkan untuk berjualan.

Saya ingat betul, Engkoh itu lebih lancar berbahasa Mandarin daripada bicara Bahasa Indonesia. Dirinya sering membaca koran beraksara Mandarin sambil menunggu pembeli di tokonya.

Kalender yang dipasang di tokonya pun berhurufkan Mandarin. Engkoh dan istrinya memang masih sangat menjaga tradisi budaya Tionghoa dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Rumah sekaligus toko mereka selalu dihiasi ornamen setiap menjelang Imlek. Hiasan dan lampion merah pastinya tampak jelas dipasang sebelum Imlek.

Saat Imlek, toko mereka pastinya tutup. Namun, semasa hidupnya dulu sang Engkoh rajin mengantarkan kue keranjang ke tetangga satu gangnya, termasuk ke rumah orang tua saya meskipun kami bukan Tionghoa.

Ketika pertama kali memberikan kue keranjang, Engkoh berkacamata itu berkata seperti ini, 

"Ini kue keranjang khas Imlek. Nama aslinya Nian Gao. Tenang aja, kuenya halal kok." 

Maklumlah mayoritas tetangganya adalah pribumi Muslim yang tidak merayakan Imlek seperti beliau.

Maka, di hari Idul Fitri dan Idul Adha, kami gantian memberikan ketupat opor dan daging kurban untuk keluarga Engkoh. Suasana toleransi itu berlangsung hingga beliau meninggal saat saya SMU.

Sepeninggal Engkoh, rumah kosongnya ditempati putranya yang sudah berkeluarga. Toko sembako Engkoh lantas ditutup karena putranya sudah sibuk bekerja kantoran setiap hari.

Tradisi mengantarkan kue keranjang ke tetangga kanan-kiri saat Imlek pun diganti dengan hantaran buah khas Imlek. Saya ingat, buah yang pernah diberikan putra almarhum Engkoh ke tetangga saat Imlek yaitu parcel berisi jeruk, apel, dan nanas.

Nanas Honi dari Sunpride ini dapat membuat suasana persaudaraan saat Imlek terasa erat (Foto: sunpride.co.id)
Nanas Honi dari Sunpride ini dapat membuat suasana persaudaraan saat Imlek terasa erat (Foto: sunpride.co.id)

Buah-buahan hantaran Imlek tersebut selalu manis dan sudah matang sehingga langsung habis dilahap kami sekeluarga. Ini ternyata sesuai dengan harapan agar setiap tahun baru Imlek dapat membawa kehidupan yang manis bagi seisi anggota keluarga.

Ketika saya kuliah, putra Engkoh itu beserta keluarganya pindah rumah. Maka berakhir pula tradisi hantaran Imlek karena penghuni selanjutnya rumah peninggalan Engkoh itu tidak merayakan Imlek.

Meskipun begitu, semasa kuliah di Kota Hujan yaitu Bogor saya tetap memiliki kenangan tentang Imlek. Tak sedikit para dosen, staf akademik, dan teman kuliah yang beretnis Tionghoa dan mereka rutin menjalankan tradisi Imlek.

Satu waktu, kami akan mengunjungi dosen pembimbing akademik yang sedang sakit menjelang Imlek. Ibu profesor tersebut adalah keturunan Tionghoa yang lahir dan besar di Surabaya sebelum pindah ke Bogor untuk kuliah dan mengajar.

Ketika itu, kami sempat bingung hendak membawa buah apa ke rumah beliau yang sedang cedera selepas mobilnya ditabrak. Syukurlah, di antara kami ada dua orang mahasiswa yang merupakan keturunan Tionghoa juga.

Keduanya lantas menyarankan agar rombongan kami membawa buah-buahan yang identik dengan suasana Imlek. Kami memang menjenguk sang ibu profesor beberapa hari setelah Imlek.

Kami sudah sepakat untuk ke supermarket terdekat dari kampus saat membeli buahnya. Pertimbangannya agar kualitas buah-buahan yang akan kami berikan ke ibu profesor tersebut telah terjamin kualitasnya.

Eh, namanya juga mahasiswa yang awam tentang belanja. Setelah hampir 30 menit di supermarket, kami belum juga mendapatkan buah yang diinginkan karena masing-masing ingin buah pilihannya yang dibeli, ya ampun!

Kami berenam pun lalu dihampiri seorang staf supermarket. Mbak-mbak itu kemudian menawarkan buah-buahan dari Sunpride sebagai solusinya.

Setelah memilih buah jeruk, mangga, melon, pear, dan pisang dari Sunpride sebagai pilihan terpercaya untuk buah tangan bagi ibu profesor yang sedang dalam masa pemulihan pasca kecelakaan mobil, kami pun bergegas membayarnya di kasir. Agar lebih manis, kami lalu mengemas buah-buahan tersebut dalam sebuah keranjang bambu yang dihias pita warna-warni.

Sesampainya di rumah sang ibu profesor yang terpaksa duduk di kursi roda untuk sementara, kami pun dipersilakan untuk menikmati kue-kue basah khas Imlek seperti kue mangkok, kue ku, kue wajik, dan kue kering ong lei. Mulanya kami mengira kue ong lei itu kue nastar karena sekilas memang mirip yaitu sama-sama memakai isian nanas di dalam kuenya.

Saya sempat membatin dalam hati kala itu, 

"Kok kue keranjang tidak disajikan ya?".

 Pikir saya lagi, 

"Ah, mungkin sudah habis kuenya."

Buah-buahan yang kami bawakan malah kemudian ikut pula disuguhkan. Sebagai guru besar budidaya pertanian, sang ibu profesor jeli betul pengamatannya dengan mengetahui buah-buahan itu dari Sunpride padahal labelnya sudah dilepas satu per satu lho!

"Sunpride ini satu-satunya pemegang sertifikat GAP (Good Agricultural Practices). Jadi pembeli produk bersertifikat GAP itu turut mendukung petani sejahtera," ujar beliau.

 Kami berenam pun spontan tersenyum karena telah tepat memilih buah dari Sunpride.

Kami sempat ditawari makan siang di rumah ibu profesor tersebut. Adanya kesibukan kuliah yang berbeda-beda dari kami berenam hari itu membuat kami terpaksa dengan halus dan sopan menolak tawaran dari beliau dan suaminya.

Eh, siapa sangka, sebelum keluar ruang tamu, asisten rumah tangga sang ibu dosen menghampiri kami berenam dan mengulurkan enam kantong kertas. 

"Itu oleh-oleh ringan untuk dimakan di jalan," begitu pesan ibu profesor saat kami berpamitan pulang.

Segarnya buah delima yang merah merona ini membuat hidup pun lebih cerah dimulai dari tahun baru Imlek yang meriah (Foto: travel.kompas.com)
Segarnya buah delima yang merah merona ini membuat hidup pun lebih cerah dimulai dari tahun baru Imlek yang meriah (Foto: travel.kompas.com)

Ternyata isinya yaitu kue keranjang yang menjadi suguhan andalan Imlek. Setiap kami diberikan dua buah kue berwarna cokelat ini dengan tekstur kenyal dan terbuat dari beras ketan serta gula aren.

Selain kue keranjang, kami juga mendapatkan sepasang buah delima. Warna merah cerah pada buah delima merupakan simbol keberuntungan sehingga tak heran warna merah banyak ditemui saat Imlek berlangsung.

Sekalipun kini saya sudah lama tak mendapatkan hantaran kue keranjang saat Imlek, namun kenangan manisnya selalu berkesan sepanjang zaman. Ya mirip manis dan legitnya kue keranjang yang mewakili rasa suka cita, dan eratnya persaudaraan serta selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun