Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Sebelum Berkebun, Perhatikan Hal Berikut Ini

27 Juli 2021   08:36 Diperbarui: 14 Agustus 2021   23:51 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat pecinta hewan terkenal dengan anak bulu (anabul) mereka, maka pecinta tanaman populer dengan anak hijau miliknya. Sejak pandemi, banyak orang yang memulai berkebun di rumah.

Siapa sih yang tak tertarik dengan rimbunnya pot tanaman hias yang dengan cantik dan segarnya menghiasi media sosial para pemiliknya? 

Saya mendapati ada beberapa travel blogger dan vlogger ternama yang bahkan banting setir dengan menjadi green influencer selama pandemi.

Selain tanaman hias, tanaman buah dan sayur juga kini naik daun sebagai isi kebun di rumah. Waktu yang sekarang lebih banyak dihabiskan di rumah membuat orang berbondong-bondong menanam bahan pangan agar tak perlu berulangkali ke pasar.

Saya termasuk orang yang sejak awal menjalani work from home sudah tertarik untuk berkebun. Inginnya sih bisa memiliki tanaman hias, buah, dan sayur.

Namun, hingga kini saya baru memiliki pohon cabai rawit. Itu pun dulu (tak sengaja) menanamnya dengan menebar biji cabai di tanah kosong dekat dapur.

Eh, sekali berbuah dan dipanen, pohon cabai rawit itu sudah game over, waduh! Padahal saya belum sempat memindahkannya ke pot.

Belajar dari pengalaman tersebut, saya pun lantas berguru ke para pemilik kebun yang sukses dengan anak hijau mereka. Maka, inilah sejumlah hal yang harus kita perhatikan sebelum berkebun (dengan semangat 45) agar hasil kebunnya sesuai dengan harapan.

Biaya: Tanaman hias vs buah dan sayur

Jika kantong kita tebal, membeli dan merawat tanaman hias yang (lumayan) mahal itu tak akan memberatkan. Cerita menjadi berbeda saat dana kita terbatas.

Solusinya, tanaman buah dan sayur bisa dipilih sebagai alternatif. Tanaman yang tumbuh dari bijinya seperti cabai, pepaya, dan tomat adalah pilihan utama.

Perlengkapan berkebun seperti pot, pupuk, sekop, dan sebagainya jelas memakan biaya. Sebelum kita memborongnya via marketplaces (lokapasar), cek dulu sejumlah benda di rumah yang bisa dipakai.

Contohnya antara lain botol, ember, dan kaleng bekas untuk pot. Kita pun bisa mengompos sampah makanan di rumah untuk kemudian dipakai sebagai pupuk.

Sederhananya, jika kita adalah pemula dalam berkebun, mulailah dari biaya kecil lalu perlahan (tapi pasti) ditambah sesuai dengan perkembangan kebun kita.

Langkah ini untuk menyiasati pemborosan dana sekaligus efisiensi sumberdaya yang ada.

Waktu: Full vs part-time

Sebelum berkebun, pastikan dulu kita memang punya (cukup) waktu untuk mengurus tanaman. Jangan sampai kita hanya hobi membeli bibit dan menanamnya tapi lalai merawatnya.

Ini terutama berlaku untuk tanaman hias yang perlu perawatan teratur setiap harinya.

Ada Paman dan Bibi saya yang setiap pagi dan sore rutin menyiram tanaman hias mereka sekaligus 'mengobrol' dengan puluhan anak hijau di barisan pot tersebut.

Menurut mereka, seperti halnya manusia dan hewan, tanaman juga perlu kasih sayang dan bukan sekedar diberi makan serta minum. 

Semakin diperhatikan, maka anak hijau itu pun semakin tumbuh subur.

Jika waktu kita terbatas namun tetap tertarik untuk berkebun, pilihlah tanaman yang mudah perawatannya seperti kaktus dan (sebagian besar) tanaman buah maupun sayur. 

Saya mengalaminya langsung dengan biji cabai rawit yang disebar begitu saja namun tetap tumbuh besar.

Meskipun begitu, tanah tempat saya menyebar biji cabai itu memang gembur, mendapat sinar matahari dan juga air hujan yang cukup, sehingga pohon cabai bisa tumbun dari bijinya yang disebar secara tak sengaja. 

Sesingkat apapun, kita tetap harus meluangkan waktu untuk para anak hijau yang telah kita tanam.

Merawat kebun idealnya dimulai dari diri sendiri lalu dibantu orang lain setelah terus berkembang (Ilustrasi: countryliving.com)
Merawat kebun idealnya dimulai dari diri sendiri lalu dibantu orang lain setelah terus berkembang (Ilustrasi: countryliving.com)

Tenaga: Mandiri vs Asisten

Kita bisa melihat langsung ada orang yang merawat kebunnya sebagai single fighter. Ini biasanya ditemui pada pemilik kebun pemula sehingga isi kebunnya masih terbatas luas dan jenisnya.

Saya juga beberapa kali menjumpai pemilik kebun yang memiliki tukang kebun untuk membantu perawatan kebun mereka. 

Namun, para pemilik kebun tersebut telah bertahun-tahun sebelumnya (jatuh-bangun) merawat anak hijau mereka secara mandiri sehingga paham betul tentang berkebun.

Maka itulah, mereka mampu mengajarkan ilmu berkebun kepada sejumlah pegawai yang membantunya setelah kebun semakin besar dan luas. 

Jadi kalau kebun kita isinya baru (kurang dari) 20 pot tanaman, jangan buru-buru mencari tukang kebun ya.

Menurut mereka, ada kepuasan tersendiri saat memulai berkebun secara mandiri tanpa campur tangan orang lain. Ini mirip orang tua yang mengurus bayi dan balita tanpa bantuan babysitter atau nanny sampai buah hati akhirnya bisa bersekolah di TK atau SD.

Kalau sesekali minta tolong untuk menyiram air ke tanaman di kebun saat kita tak ada di rumah, hal itu masih bisa dimaklumi. 

Tapi, sebagai pemilik kebun, kita tentunya tetap harus menjadi orang yang paling mengetahui kondisi anak hijau di kebun kita.

Pastinya, kegiatan berkebun tak hanya menghijaukan lingkungan, namun juga menyejukkan badan dan pikiran. Yuk, mari kita mulai berkebun dengan persiapan yang matang agar hasil berkebun bisa membuat banyak orang senang dan tenang. Selamat berkebun!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun