Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

The Ugly Food, Bentuknya Buruk Rupa tapi Rasanya Juara

8 Juni 2021   04:02 Diperbarui: 8 Juni 2021   11:20 1892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi makanan manis dan buah-buahan (Sumber: Shutterstock via kompas.com)

Bayangkan kita sedang berbelanja di supermarket, tujuan kita untuk membeli buah dan sayur.

Kemudian, pandangan kita lalu tertuju pada sejumlah pisang. Ada pisang yang kulitnya mulus mengkilap dan tanpa noda setitik pun. Tapi, ada pula pisang yang sudah memiliki titik-titik hitam di kulitnya. Kira-kira pisang mana yang dipilih?

Jika kita memilih pisang berkulit kinclong tanpa noda, kita tidak sendirian. 

Bahan pangan berpenampilan buruk atau tak menarik (the ugly food) memang sering dianaktirikan banyak orang.

Padahal, rasa mereka saat masih segar maupun setelah diolah itu tetap enak, lho. Saya bisa yakin saat menyatakan hal ini setelah memiliki hobi makan buah jeruk.

Jeruk saya konsumsi (hampir) setiap pagi dan sore. Ternyata mereka sama manis dan segarnya meskipun ada yang kulit jeruknya masih licin maupun sudah kisut.

Tapi memang masih (banyak) orang yang terpaku dengan standar penampilan pangan (food cosmetic standard). Hal ini dijumpai pada industri pangan dan katering yang mewajibkan sejumlah kriteria tampilan fisik pangan, terutama buah dan sayur.

Akibatnya, kasus food waste (sampah makanan dari pangan yang telah diolah) maupun food loss (kehilangan pangan yang masih utuh dari petani atau belum diolah) terus terjadi sehari-hari. 

Sedihnya lagi, selama ini kita telah menganggap wajar kedua hal tersebut.

Di lain sisi, tak sedikit makanan dan minuman yang tampilannya mewah namun karena rasanya kurang lezat, ujung-ujungnya tetap dibuang. 

Jadinya nelangsa deh tiap kali melihat tumpukan sampah makanan karena para tamu yang tak menghabiskan isi piringnya saat resepsi pernikahan.

Ironisnya, sampah makanan tersebut berasal dari bahan pangan yang tampilan visualnya sudah diseleksi dengan ketat oleh pihak katering, sehingga the ugly food tak akan sampai meja dapur karena sudah dibuang dari awal meskipun masih segar ataupun tidak busuk.

Bayangkan betapa ruginya ketika food loss dan food waste terjadi secara bersamaan.

Food waste mulai menyedot perhatian publik ketika Food Agricultural Organization (organisasi pangan sedunia) pada tahun 2011 merilis laporan tahunannya. 

Menurut FAO, sekitar 1/3 atau 33.33% pasokan makanan yang harusnya bisa dikonsumsi malah terbuang (wasted) ataupun hilang (lost) setiap harinya.

Penyebab utamanya yaitu tidak dimanfaatkannya the ugly food itu. Masyarakat telah terbiasa dengan pandangan bahwa the more beautiful, the fresher (lebih menarik berarti lebih segar) yang dipromosikan iklan komersial.

Padahal, selama pangan tersebut masih segar dan layak diolah, kita tetap bisa mengonsumsinya dan nilai gizinya pun tak berubah kok. 

Bisakah kita membedakan rasa wortel yang bengkok dengan yang lurus ketika mereka telah menjadi sayur sop?

Menurut keterangan dari Kepala Perwakilan Badan Pangan PBB (FAO) di tahun 2020, sampah makanan atau food waste di Indonesia mencapai 13 juta ton setiap tahun. 

Maka itulah, kita harus mengampanyekan tentang sejumlah cara memanfaatkan the ugly food itu untuk mengurangi sampah makanan, terutama dari rumah tangga di Indonesia.

Ketiga cara di bawah ini juga bisa dilakukan dengan mudah dan murah. Yuk, kita wujudkan bersama gaya hidup minim sampah makanan mulai sekarang juga!

Jangan lagi segan untuk membeli dan mengonsumsi the ugly food yang sama lezat dan bergizinya ini ya (Ilustrasi: iStockphoto by Getty Images via Unsplash)
Jangan lagi segan untuk membeli dan mengonsumsi the ugly food yang sama lezat dan bergizinya ini ya (Ilustrasi: iStockphoto by Getty Images via Unsplash)

1. Diolah dengan variasi resep
The ugly food ini bisa banget lho diolah menjadi beragam makanan dan minuman. Hasilnya pun bisa lezat dan tetap sehat.

Satu waktu selama Ramadan, keluarga kami membeli ubi ungu. Rencana awalnya sih mau dimasak jadi kolak biji salak warna ungu.

Eh, ternyata ubi ungu itu sudah banyak yang berlubang kulitnya. Masih tetap bisa dimasak, tapi kurang banyak daging ubinya karena bagian yang berlubang itu tak layak untuk diolah.

Namun, kalau ubi ungunya dibuang semua, kan sayang karena masih ada bagian yang tak berlubang. Setelah browsing resep di internet, pancake ubi ungu jadi pilihan olahan yang realistis.

Kebetulan pula, ada pisang yang sudah sangat matang dan lembek. Keduanya pun disatukan sebagai bahan pancake sehingga tak harus ditambah tepung lagi.

Pancake pisang plus ubi ungu itu pun habis dalam waktu kurang dari setengah jam saat berbuka puasa. Cukup ditambahkan madu sebagai topping pancake, rasanya maknyuus deh pokoknya, mantap!

Untuk buah-buahan dan sayur-sayuran yang tergolong the ugly food, mereka bisa dibuat smoothie atau jus lho. Diolah sebagai rujak, asinan, manisan, dan salad pun sama lezatnya sekalipun bentuknya buruk rupa.

Bagi yang masih punya sisa-sisa cake atau kue kering lebaran kemarin, jangan main asal buang aja ya agar rumah dan lingkungan bebas sampah makanan. 

Silakan lho diolah menjadi puding dengan cara dihaluskan sebagai serpihan lalu ditaruh di dasar cetakan puding sambil diaduk rata bersama cairan puding.

2. Disalurkan ke yang membutuhkan
Ciri khas the ugly food yang paling nyata yaitu harganya murah. Keluarga kami pernah membeli 2.5 kg jeruk seharga Rp 12.000 saja di tukang buah.

Itu karena jeruknya sudah penyok di sana-sini dan kulitnya pun sama sekali tak mulus. Saya ingat betul, karung jeruk yang buruk rupa itu tak lagi disimpan di depan bagian kios buah.

Saya menduga, jeruk itu akan dibuang jika tidak ada yang membelinya. Padahal saat dikonsumsi, rasanya manis semua.

Jeruk itu lalu kami ambil airnya untuk dibungkus sebagai es jeruk yang dibagikan untuk berbuka di masjid. Peminumnya tak akan menduga es jeruk itu bahan bakunya yaitu the ugly food.

Bagi sebagian orang, the ugly food mungkin tak mengundang selera. Jangan salah lho, setelah dimasak dan diolah the ugly food dapat bercita rasa sama lezatnya.

Tak heran, sejumlah food bank (bank pangan) di negara-negara maju bersedia menerima donasi berupa buah dan sayur yang tak lolos dijual secara komersial karena bentuknya abnormal. 

The ugly food tersebut kemudian dimasak untuk kemudian dibagikan secara cuma-cuma kepada warga yang kekurangan.

Di Indonesia, ada sejumlah food bank di seputar Jabodetabek yang menyalurkan sisa makanan resepsi pernikahan ke masyarakat kurang mampu, khususnya para lansia. Tentu saja, sisa makanan tersebut masih layak konsumsi dan dikemas dengan apik dan cantik saat dibagikan ke kaum papa.

Sekelumit contoh nyata tersebut merupakan gambaran nyata bahwa the ugly food tak lain hanya sebatas penampilan luarnya tanpa mengurangi kelezatan rasanya saat dimasak lebih lanjut. Ketika dimasak maupun dibagikan, the ugly food tersebut turut pula mendukung terwujudnya lingkungan bebas sampah makanan.

3. Dikompos sebagai pupuk organik atau diolah menjadi animal food
Lalu bagaimana saat the ugly food itu tak akan dimasak lalu dibagikan ke orang lain? Apakah nasibnya lantas berakhir di tong sampah begitu saja?

Tenang! The ugly food masih bisa diproses dalam bentuk dikompos untuk kemudian dipakai sebagai pupuk organik. Tanaman umumnya akan lebih sehat saat dipupuk secara alami.

Munculnya kesadaran zero waste lifestyle di Indonesia belakangan ini juga membuat the ugly food semakin diperhatikan. Pengomposan dengan the ugly food dan sampah makanan kering bisa dilakukan dengan ember atau kaleng bekas di rumah.

Kita bisa cek tutorial mengompos di sejumlah akun media sosial dan Youtube milik komunitas penggiat zero waste lifestyle. Dua metode kompos yang sudah terkenal banyak digunakan selama ini, yaitu Bokashi dan Takakura.

Selain dikompos, the ugly food pun dapat dijadikan pakan hewan (animal food) dalam bentuk mentah maupun telah diolah. Kita bisa mendonasikannya ke sejumlah shelter hewan dan juga berbentuk street feeding (memberi makan hewan jalanan).

So, lain kali saat membeli bahan pangan apapun, the ugly food bisa tetap dipilih ya selama mereka masih bisa dimakan. 

Di balik kekurangan tampilan fisik the ugly food, rasa mereka pun itu tak kalah lezatnya, percaya deh! Salam love (ugly) food dan zero waste selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun