Idealnya membeli makanan jadi dipilih saat kita tak punya (cukup) waktu untuk memasak lauk-pauk. Alternatifnya kita membeli sayur matang dalam porsi besar seperti hidangan berkuah (jenis soto/sop) sementara nasi dimasak sendiri.
Prinsip "harga vs kualitas" juga jangan diabaikan saat memasak apalagi membeli makanan.Â
Keluarga saya pernah membeli telur ayam omega-3 (warna kuningnya lebih pekat) dengan harga murah yang ternyata separuh isinya sudah busuk sehingga malah tak bisa dimasak.
Selama harga pangan mentah maupun masakan matang masih normal (sesuai antara harga dan kualitasnya), silakan dibeli. Tubuh kita tak layak dikorbankan dengan konsumsi menu murah(an) yang tak sehat.
Baca juga:Â Lebih Menghargai Makanan di Ramadan Ini
2. Belanja: Offline vs Online
Hasil survei "Marketing in the Era of Mobile" dari perusahaan marketing InMobi, pada Februari 2021 lalu menunjukkan tingkat belanja online (daring) di Indonesia naik hingga 30% sejak April 2020.Â
Belanja pangan, kuliner, pendidikan digital, dan game online termasuk e-commerce terlaris yang diserbu warganet +62 selama pandemi.
Sebaliknya, laporan survei yang sama juga mendapati bahwa terjadi penurunan sampai 47% untuk belanja offline (luring) di Indonesia saat pandemi. Pembatasan sosial berskala besar dan mikro menyebabkan masyarakat enggan belanja ke pasar maupun supermarket.
Meskipun begitu, opsi belanja luring juga jangan sampai kita lupakan begitu saja lho! Toko milik tetangga sebelah dan penduduk sekitar harus tetap dibeli untuk sehatnya ekonomi warga lokal.
Belanja ke warung tetangga juga lebih hemat karena tanpa biaya pengiriman (free ongkir). Selain itu, ramah lingkungan serta kesehatan pula karena dapat mengurangi polusi udara akibat emisi karbon dari kendaraan kurir.