Ramadan kedua masih dalam pandemi ini memang penuh tantangan. Bidang ekonomi masih belum bisa senormal dulu.
Kegiatan sosial pun masih terbatas. Bukber dan tarawih berjamaah di masjid terpaksa belum seramai sebelum pandemi.
Tak heran banyak orang frustasi dengan keadaan saat ini. Ibarat melintasi terowongan panjang nan gelap, kita belum melihat ujungnya yang memantulkan sinar terang dari luar.
Musibah dan cobaan hidup tentunya tak hanya dimiliki manusia modern. Jauh di masa para nabi dan sahabat, mereka pun telah mengalaminya.
Contohnya Nabi Musa a.s yang terusir dari Mesir karena menentang ayah angkatnya yaitu Fir'aun yang zalim. Bisa dibayangkan adaptasi dari hidup di istana raja yang mewah dan dilayani dayang-dayang lalu terlunta-lunta di padang pasir.
Para sahabat Nabi Muhammad s.a.w yang pertama kali masuk Islam pun tak luput dari penyiksaan kaum kafir Quraisy. Tak sedikit dari mereka yang meninggal karena lebih memilih untuk beriman dalam Islam daripada kembali ke kekafiran.
Menurut saya, ada 2 hal utama yang bisa kita teladani dari kisah para nabi dan sahabat dalam menghadapi musibah. Sampai kapanpun, kedua nilai tersebut tetap bisa kita lakukan.
La Tahzan
Arti dari La Tahzan dalam bahasa Arab ini yaitu "Jangan bersedih." Maksudnya, jangan sampai kesedihan menguasai dan melemahkan semangat juang kita.
Nabi Yusuf a.s adalah contoh ideal seorang manusia yang mampu bangkit dari cobaan hidup. Mulai dari dibuang ke sumur oleh saudaranya ketika remaja, dijadikan budak, difitnah tentang pelecehan seksual, hingga dipenjara bertahun-tahun pernah dialami semuanya oleh Nabi Yusuf.
Padahal, dirinya adalah keturunan para nabi yang mulia sehingga tak perlu diragukan lagi keimanan dan kesalehannya. Kakek buyutnya yaitu Nabi Ibrahim a.s, kakeknya Nabi Ishak a.s, dan ayahnya Nabi Yaqub a.s.