Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bagaimana Idealnya Berdonasi di Tengah Pandemi?

24 Januari 2021   11:51 Diperbarui: 25 Januari 2021   11:19 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pandemi Covid-19 ini membuat sekecil apapun nilai donasi menjadi semakin berarti (Ilustrasi:Jennifer Lorenzini/Reuters via businessinsider.com)

Wabah Covid-19 sepertinya (belum) akan berakhir di tahun 2021. Ini berarti banyak orang masih harus terus berjuang menghadapi perubahan pola hidup. Sektor kehidupan mulai dari pendidikan, perhubungan, hingga pariwisata merasakan dampak negatif pandemi, terutama penurunan pendapatan.

Tak pelak, angka kemiskinan pun meningkat. Mari tengok jumlah orang yang terkena PHK di sekeliling kita selama pandemi dari Maret 2020 lalu di Indonesia. Saat mengantarkan selimut tebal yang telah bersih dicuci ke rumah, pemilik laundry bercerita ke orangtua saya bahwa dia (terpaksa) merumahkan pegawainya karena laba laundry menurun hingga 50%.

Seorang rekan mengajar yang bertugas sebagai fasilitator untuk donatur panti asuhan (rumah yatim) juga menuturkan tentang berkurangnya nominal donasi sejak pandemi. Penurunan jumlah donatur tidak hanya dirasakan oleh badan amal yang menolong sesama manusia, namun juga donasi untuk hewan dan lingkungan.

Beberapa rumah penampungan (shelter) hewan yang akun media sosialnya saya ikuti turut memaparkan tentang bertambahnya jumlah hewan peliharaan, khususnya para 'anabul/anak bulu' yaitu anjing dan kucing, yang ditelantarkan (dibuang) pemiliknya sejak Covid-19 karena terbatasnya dana bulanan untuk merawat anabul lucu tersebut.

Meskipun pandemi melemahkan ekonomi, bukan berarti ini mengurangi empati kita untuk berdonasi. Survey global selama 10 tahun (2009-2018) di 128 negara kepada 1.3 juta responden menunjukkan Indonesia menempati posisi ke-10 sebagai negara yang warganya paling dermawan (the most generous countries). Laporan dari survey tentang World Giving Index tersebut dilakukan serta dirilis pada tahun 2019 lalu oleh Charity Aid Foundation yang bermarkas di Inggris.

Awal tahun 2021 ini, rakyat Indonesia sudah mengalami bencana alam di beberapa tempat. Padahal, pandemi Covid-19 belum menurun dan bahkan diprediksi akan mengalami gelombang puncak ke-2. Kepedulian masyarakat lainnya yang tak terkena musibah pun sangat diharapkan.

Pandemi Covid-19 ini membuat sekecil apapun nilai donasi menjadi semakin berarti (Ilustrasi:Jennifer Lorenzini/Reuters via businessinsider.com)
Pandemi Covid-19 ini membuat sekecil apapun nilai donasi menjadi semakin berarti (Ilustrasi:Jennifer Lorenzini/Reuters via businessinsider.com)
Lalu, bagaimana caranya kita tetap bisa berdonasi selama pandemi? Berikut ini adalah rangkuman pengalaman pribadi maupun orang lain tentang pentingnya (rutin) berdonasi di tengah pandemi yang memukul sektor ekonomi.

Semoga ini bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi kita semua agar senantiasa saling menolong sekalipun di tengah segala keterbatasan yang ada sejak mewabahnya Covid-19.

1. Berdonasi ke orang dan lingkungan sekitar
Donasi kita bisa dimulai dari keluarga, rekan kerja, dan tetangga. Mereka adalah orang yang sehari-hari sering berinteraksi dengan kita. Adanya grup WhatsApp/WA pasti sangat membantu penyebaran informasi ketika ada anggota grup yang memerlukan pertolongan.

Contohnya, banyak warga Rukun Tetangga/Warga (RT/RW) yang kini memberikan konsumsi harian saat ada keluarga yang harus menjalani isolasi mandiri. Sepengetahuan saya, warga yang positif Covid-19 wajib melapor ke Ketua RT/RW setempat. 

Biaya untuk bantuan bahan pangan dan juga masakan matang itu biasanya berasal dari kas warga (iuran bulanan) maupun sumbangan pribadi sehingga jumlahnya bisa memadai.

Selain itu, tak sedikit pula kantor yang menggalang dana untuk membantu stafnya yang sedang didera pengeluaran besar untuk pengobatan, termasuk kampus tempat saya mengajar. 

Donasi tak melulu untuk pegawai kantor, namun juga termasuk untuk anggota keluarga mereka. Meskipun umumnya nominal sumbangan di tempat kerja tidak ditentukan (seikhlasnya), namun nominal terkecil yang sering diberikan yaitu Rp. 50.000 per orang.

Hal yang patut diingat saat menyumbang (terutama uang) untuk orang dan lingkungan terdekat adalah etika konfirmasi donasi. Niat tulus kita untuk membantu jangan sampai membuat mereka tersinggung karena merasa diremehkan. 

Ada baiknya kita menghubungi mereka secara pribadi saat mengabarkan bahwa donasi uang telah ditransfer ataupun dikirimkan berupa bantuan barang.

2. Berdonasi ke badan dengan transparansi informasi

Keterbukaan aliran donasi ini sangat diprioritaskan ketika kita menyumbang ke daerah yang jauh. Keterbatasan jarak dan waktu jelas menyulitkan seseorang untuk menyalurkan bantuan ke luar provinsi apalagi luar negeri. 

Pilihan berdonasi melalui badan maupun komunitas amal (terpercaya) adalah keputusan yang harus diutamakan saat menyumbang dalam skala nasional dan juga global.

Sejak pandemi, saya dan orangtua lebih sering menerima pesan (broadcast) WA dari pihak yang mengaku berasal dari badan amal tertentu. Mereka ada yang sampai menyertakan foto-foto kegiatan amalnya selama ini. Tujuannya tentu saja untuk mencari donasi dari donatur terbaru.

Kami pun lebih memilih untuk mengabaikan WA tersebut. Prinsip kehati-hatian dalam berdonasi sebelum pandemi pastinya tetap harus diterapkan selama pandemi. 

Jangan sampai donasi (khususnya uang) yang sudah dititipkan lewat badan amal yang tak jelas asal-usulnya itu malah disalahgunakan oleh para oknum tak bertanggung jawab.

Badan amal yang legal biasanya memiliki situs (website) dan akun media sosial resmi yang bisa diakses publik. Selain itu, mereka rutin menampilkan laporan terbaru (audit) keuangan mereka. Para tokoh terkenal beserta perusahaan besar juga turut mendukung kegiatan badan amal resmi tersebut secara terbuka, baik sebagai brand ambassador, influencer, rekan resmi (official partner) maupun sekaligus donaturnya.

3. Berdonasi sekaligus membeli dan promosi produk UMKM

Pandemi Covid-19 juga membuat semakin banyak badan dan komunitas amal yang mencari donasi dengan menjual barang maupun menawarkan jasa. 

Bentuknya bisa berupa pakaian (kaos, jam tangan, sandal), makanan (cemilan), pernak-pernik (tas, kalender, alat tulis), hingga jasa perawatan hewan peliharaan. Selain berjualan via akun media sosial, mereka juga memiliki toko resmi (official store) pada sejumlah marketplaces terkemuka di Indonesia.

Syukur Alhamdulillah, selama ini pengalaman saya selalu memuaskan saat berbelanja produk sekaligus berdonasi pada beberapa shelter hewan. Mereka konsisten menjamin mutu produknya meskipun tidak diproduksi langsung. 

Shelter hewan tersebut banyak pula yang berperan sebagai reseller (distributor) produk dari sejumlah pelaku UMKM lainnya dengan berbagi laba penjualan untuk donasi.

Berdonasi ke badan amal dengan cara membeli produk UMKM mirip dengan ungkapan "sekali dayung, dua-tiga pulau terlampaui" sehingga layak untuk rutin dilakukan. 

Pandemi Covid-19 ini telah memakan korban tak hanya di bidang kesehatan, namun juga turut melemahkan sektor keuangan dan kesejahteraan sosial, tak terkecuali sektor UMKM beserta yayasan amal. 

Berdonasi sekaligus membeli hasil UMKM berarti kita ikut mendukung keberlangsungan hidup sehari-hari yang layak bagi banyak orang (termasuk untuk hewan dan lingkungan) selama pandemi.

Donasi saat pandemi membantu untuk meringankan beban hidup sesama mahluk hidup ciptaan Yang Maha Kuasa (Ilustrasi: opb.org)
Donasi saat pandemi membantu untuk meringankan beban hidup sesama mahluk hidup ciptaan Yang Maha Kuasa (Ilustrasi: opb.org)
Tak dapat dipungkiri, kini di tengah keterbatasan, banyak orang lebih mengutamakan dirinya terlebih dahulu. Jangankan menolong orang lain, diri sendiri pun masih (sangat) perlu ditolong. Mungkin itulah pikiran yang sekarang menghinggapi benak sebagian orang selama pandemi Covid-19 berlangsung hampir setahun ini.

Semoga hati nurani kita tetap tersentuh untuk menolong sesama di saat rezeki berlimpah maupun susah mencari nafkah. 

Tak mengapa ketika jumlah donasi kita di tengah pandemi tidak (atau belum) bisa menyamai masa sebelum pandemi karena terbatasnya penghasilan. Namun sekecil apapun donasi kita, jumlah itu akan membawa kebaikan sekaligus kebahagiaan bagi penerimanya dan juga donaturnya, InsyaAllah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun