Hari Raya belum lengkap tanpa hidangan istimewa. Kue-kue kering termasuk salah satunya. Baik dimasak sendiri atau dibeli, kue kering saat Idul Fitri itu selalu dinanti.
Ada 3 (tiga) kue kering hari raya yang paling saya suka. Selain lezat rasanya, ketiganya memiliki cerita nostalgia dari masa lalu yang penuh kehangatan.
Mereka yaitu nastar, putri salju, dan cookies. Masing-masing mereka mempunyai sisi unik dari rasa dan cerita latar belakangnya. Nah, inilah kisah lengkapnya.
Nastar
Bagi saya, nastar bukan hanya kue kering Lebaran yang sayang dilewatkan. Nastar juga menjadi kenangan memasak yang menyenangkan dan berkesan bersama Ibu saat saya masih SD.
Ibu lebih memilih memasak sendiri selai nanas sebagai isi nastar daripada membelinya. Saya ingat betul betapa harumnya selai nanas yang sedang diaduk-aduk di atas kompor. Selain untuk isi nastar, selai nanas sisanya dimakan sebagai olesan roti tawar. Ah, nikmatnya!
Selain isi nastar berupa homemade selai nanas, ukuran dan bentuk nastar yang kami buat juga tak ada yang sama persis. Ada yang besar dan banyak juga yang kecil-kecil. Saat membeli nastar, umumnya ukuran dan bentuknya sudah seragam.
Sebelum dipanggang, di atas nastar kami tancapkan sebuah batang kecil cengkeh. Wah, saat loyang nastar dikeluarkan dari oven, seisi dapur langsung dipenuhi segarnya aroma cengkeh. Setelah agak dingin, barulah nastar disimpan dalam wadah gelas untuk Hari Raya. Mantap!
Putri Salju
Untuk kue kering bercampur gula halus ini, Ibu belum pernah memasaknya sendiri. Kue renyah berselimut gula halus itu dibeli dari tukang kue langganan yang sekaligus tetangga di dekat rumah orang tua.
Tante Ina, begitu kami biasa memanggilnya, telah lebih dari 20 tahun menjual kue. Di awal pindah ke perumahan ini, dirinya baru merintis bisnis kue kering dan basah modern. Keluarga kami termasuk pembeli pertama kue-kuenya. Putri Salju menjadi kue kering favorit kami sekeluarga karena rasanya memang juara.