Ramadan 2020 ini memang berbeda. Selain full bekerja dari rumah karena pandemi Corona, setelah sekian lama, sariawan saya rasakan lagi.
Hari kedua Ramadan, Sabtu 25 April 2020, Â saya merasa ngilu di mulut. Â Saya pikir, mungkin asalnya dari gigi atau gusi. Â Eh, ternyata saya diserang sariawan (scurvy).
Saat sholat tarawih di rumah, sariawan itu lumayan membuat mulut nyeri. Â Syukur Alhamdhulillah, ibadah tetap bisa terus berjalan dengan khusyu' hingga selesai.
Namun, sariawan itu malah membuat derita di siang hingga sore hari. Mau berkumur dengan air garam (sebagai obat alami) jelas tak mungkin. Â Saya khawatir menelan air tanpa sengaja padahal sedang berpuasa.
Nah, saat berbukalah saya bisa mengobati sariawan. Madu dan teh hijau menjadi pilihan saya selain berkumur air garam. Â Madu dan garam dikenal bersifat antibakteri sedangkan teh hijau termasuk anti radang alami. Â Bakteri penyebab sariawan yaitu Helicobacter pylori.
Setelah meminum obat-obatan alami, sariawan saya mulai mereda. Saya memang lebih memilih ramuan alami dibandingkan pengobatan kimiawi dengan pertimbangan efek sampingnya.
Ramadan masih 25 hari lagi. Selama penyakit (ringan) masih bisa diatasi dengan cara alami sehingga ibadah tetap bisa optimal tanpa harus ke RS atau dokter, itu adalah pilihan yang lebih baik.
Berkaca dari pengalaman pribadi saat mengobati sariawan ketika Ramadan, saya mendapati ada 3 (tiga) hal yang bisa dilakukan. Ketiganya efektif dan efisien untuk membuat ibadah tetap berjalan, InsyaAllah.
Pertama, kenali penyebab penyakit ringan tersebut. Untuk kasus sariawan yang saya alami, saya teringat bahwa 1-2 minggu sebelum Ramadan, saya sering lembur. Â Otomatis saya kurang istirahat, khususnya tidur (tenang) di malam hari.
Selain kurang istirahat, konsumsi air putih plus buah dan sayur pun agak mengendor selama lembur tersebut. Ini karena saya terlalu fokus bekerja di depan laptop selama mengajar online.
Padahal, buah dan sayur adalah sumber Vitamin C yang terbukti mampu mendukung imunitas (kekebalan) tubuh dalam melawan penyakit, tak terkecuali sariawan. Akibatnya mudah ditebak. Badan mudah sakit karena imunitas tubuh lemah dan kurang istirahat setiap malam.
Kedua, obati (terlebih dahulu) dengan bahan alami. Â Pernah mendengar istilah "let food be thy medicine?" Istilah itu dicetuskan oleh Hippocrates, seorang tabib Yunani kuno, yang meyakini bahwa alam telah menyediakan obat bagi penyakit di muka bumi ini dalam bentuk bahan pangan yang kita konsumsi.
Islam pun mengajarkan pengobatan ala Rasulullah saw yaitu "Thibbun Nabawi." Salah satu bahan alami yang berkhasiat tinggi untuk pengobatan penyakit menurut Nabi Muhammad saw yaitu madu (honey).
Khasiat madu juga telah tertera dalam Al-Qur'an yaitu Surat An-Nahl (surat ke-16) pada ayat 68-69. Kedua ayat tersebut menyebutkan: Â
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia." (16: 68)
Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (16: 69).
Saat meminum obat-obatan alami tersebut, pastikan kita berdoa terlebih dahulu agar khasiatnya semakin (cepat) terasa. Saya akui, obat dari ramuan alami memang tidak seinstan efeknya seperti obat-obatan kimiawi. Meskipun begitu, obat dari bahan alami memiliki nilai lebih yaitu minim efek samping dan bahkan telah dijamin khasiatnya dalam kitab suci serta para ilmuwan sejak ribuan tahun lalu.
Harap diingat, pemberian madu tidak disarankan untuk anak di bawah 1 tahun. Ini karena pencernaan bayi usia 0-12 bulan belum mampu menyerap madu secara sempurna. Setelah usia 12 bulan, bayi boleh diperkenalkan dengan madu sedikit demi sedikit.
Setelah mengenali penyebab penyakit ringan dan mengobatinya secara alami, langkah ketiga ini tak kalah pentingnya. Tentu saja, memperkuat imunitas tubuh selama Ramadan membuat ibadah tetap lancar berjalan.
Belajar dari pengalaman saya setelah mengalami sariawan di awal Ramadan, kini air putih dan madu rutin saya konsumsi setiap hari. Satu sendok makan madu saya konsumsi saat buka dan sahur.
Sesuai rekomendasi kesehatan, saya pun meminum 8 gelas air putih sehari-hari. Rinciannya yaitu masing-masing 2 gelas saat berbuka dan sahur, 1 gelas sebelum dan bangun tidur, serta 1 gelas sebelum dan sesudah sholat tarawih.
Buah-buahan kaya serat pun tak ketinggalan. 3 butir kurma saat buka dan 7 butir kurma ketika sahur menjadi menu harian Ramadan. Buah sumber karbohidrat plus serat seperti pisang maupun buah berwarna cerah yang tinggi vitamin A dan C yaitu pepaya dan jambu biji pun turut tersedia di meja makan.
Sejatinya, mencegah memang lebih baik daripada mengobati. Kini saya pun mengurangi konsumsi gorengan dan makanan pedas selama Ramadan agar badan tetap fit saat beribadah. Â
Ingat, di dalam badan yang sehat terdapat akal yang hebat dan jiwa yang kuat untuk kelancaran (dan kekhusyu'an) beribadah sepanjang Ramadan, terutama selama pandemi ini. Â Saat sehat, ibadah akan terasa lebih nyaman dan sering dilakukan.
Bagi yang sedang sakit, mari kita berdoa agar segera disembuhkan dan yang masih segar-bugar supaya dijauhkan dari segala macam penyakit, ringan maupun mematikan. Semoga ALLAH swt selalu menganugerahi kita dengan kesehatan ketika Ramadan 2020 ini dan seterusnya, Aamiin YRA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H