Secara ekonomi, kasus AMR juga menelan biaya pengobatan yang luar biasa. Â Perwakilan Dekan Farmasi UI yaitu Prof. Dr. Maksum Radji, M.Biomed., Apt menyatakan AMR menghabiskan hingga 100 triliun US dollar dalam penanganannya setiap tahun. Â Jelas bukan jumlah yang sedikit.
Prof. Radji menambahkan, hingga saat ini tercatat ada 5 (lima) bakteri resisten antibiotika yang paling berbahaya selama lima tahun belakangan. Â Kelima bakteri tahan antibiotik tersebut yaitu Salmonella typhi (penyebab diare & typhus), M. tuberculosis (penyebab TBC), Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa (penyebab pneumonia dan banyak berasal dari hewan), serta Neisseria gonorrhoeae (penyebab gonorrhea/penyakit kelamin menular via hubungan intim).
Lalu, apakah penyebab AMR? Dua penyebab utamanya yaitu "penggunaan berlebihan (overuse) dan penyebaran/transmisi bakteri resisten dari manusia ke hewan atau sebaliknya". Â Masih menurut dokter Paraton, di Indonesia hanya sekitar 20% antibiotik diresepkan oleh dokter.
Ibu Tuty Sri Wahyuni, M.Farm-Klin dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menyampaikan temuan mengkhawatirkan tentang belanja obat secara online. Â Tanpa konsultasi dan resep dokter, masyarakat kini bisa (bebas) membeli antibiotik via online shopping untuk pengobatan mandiri.
Selain overuse, bakteri resisten antibiotik juga berasal dari daging hewan yang kita konsumsi sehari-hari. Â Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian yaitu drh. Syamsul Ma'arif M.Si mengatakan bahwa Indonesia memang belum bebas dari hewan ternak yang tidak disuntik antibiotik untuk pertumbuhan. Â Bagian terbanyak yang disuntik yaitu di paha hewan.
Aduh, jadi ngeri juga nih setelah tahu info di atas dari para ahlinya. Â Selanjutnya, haruskah kita menghindari antibiotik secara total untuk pengobatan? Untuk daging, adakah bagiannya yang aman dikonsumsi dan bagaimana cara memasaknya yang tepat untuk kesehatan?
Saat sakit, seseorang jangan langsung terburu nafsu untuk meminum obat (terutama antibiotik) sebelum mengetahui penyebabnya. Â Ingat, antibiotik digunakan untuk sakit karena bakteri dan bukannya untuk mengatasi virus. Â Ilmu dasar ini penting diketahui untuk swamedikasi.
Selanjutnya, saat berobat, pasien dan dokter harus terlibat diskusi dua arah. Â Menurut Prof. drg. Dewi Fatma Suniarti Sastradipura, M.S., Phd sebagai perwakilan Dekan FKG UI, pasien harus aktif bertanya tentang jenis dan khasiat obat yang akan diberikan oleh sang dokter.
Prof. Dewi mengakui bahwa selama ini banyak dokter gigi masih mengandalkan "trio A (antibiotik, analgesik/pereda sakit, dan antiseptik/anti infeksi)" saat mengobati pasien. Â Padahal, tidak semua jenis penyakit gigi memerlukan antibiotik. Â Contohnya gigi ngilu dan gusi berdarah.