Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Korban Iklan Rokok Bernama Generasi Muda

31 Mei 2018   10:21 Diperbarui: 31 Mei 2018   13:22 2107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rokok membunuh 10 orang per menit di seluruh dunia, tak terkecuali perokok pasif (www.hindustantimes.com)

Rokok dan penyakit jantung (Tobacco and heart disease) menjadi tema Hari Anti Tembakau Internasional yang dicanangkan WHO pada hari ini, 31 Mei 2018. Berdasarkan catatan badan kesehatan dunia perokok telah memakan korban sangat banyak.

Data WHO menunjukkan bahwa rokok membunuh lebih dari 7 juta orang per tahun di seluruh dunia yaitu sekitar 10 perokok aktif meninggal dunia setiap menitnya.  Tragisnya, dari 900,000 orang korban rokok tersebut, mereka bukanlah perokok atau merupakan perokok pasif (second-hand smoke exposure).    

WHO pun mendapati, hampir 80% dari lebih 1 milyar perokok secara global berada di negara-negara yang belum maju.

Di kumpulan negara tersebut, jumlah penduduk usia muda dan produktif (umumnya) lebih banyak daripada penduduk lanjut usia.

Ironisnya, perokok pemula atau remaja juga menjadi perokok mayoritas di negara miskin maupun berkembang, termasuk Indonesia. 

"Today's teenager is tomorrow's potential regular customer, and the overwhelming majority of smokers first begin to smoke while still in their teens" (Philip Morris internal document, 1981 dalam WHO Report on The Global Tobacco Epidemic, 2008).

Kutipan tersebut dengan eksplisit menyatakan bahwa remaja adalah target utama dalam pemasaran rokok, terutama melalui iklan. 

Rokok membunuh 10 orang per menit di seluruh dunia, tak terkecuali perokok pasif (www.hindustantimes.com)
Rokok membunuh 10 orang per menit di seluruh dunia, tak terkecuali perokok pasif (www.hindustantimes.com)
Data perokok di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan jumlah perokok remaja dari tahun ke tahun.

Hasil riset dasar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2010 menyebutkan bahwa jumlah perokok anak di atas 10 tahun mengalami peningkatan prevalensi mencapai 28,2% sejak 2007. 

Penelitian oleh Pusat Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat (2012) Universitas Udayana dan Dinas Kesehatan Kota Denpasar menemukan 34% perokok aktif remaja di empat kecamatan di Kota Denpasar yang merokok sejak berusia 14 tahun.

Alasan terbanyak mereka merokok pertama kali adalah coba-coba, lalu tidak ingin dikucilkan dalam pergaulan remaja (peer pressure), dan mencontoh perilaku orang tua.

Remaja jelas menjadi target potensial dari pemasaran rokok.  Secara psikologis, mereka sedang menjalani masa transisi dari seorang anak menuju dewasa.

Menurut delapan tahap perkembangan psikososial menurut psikolog, Erik H. Erikson (1950/1963, dan 1968), remaja usia 13 sampai 19 tahun berada pada tahap pencarian identitas dan peran dirinya (Identity Versus Role Confusion).

Remaja menjadi sasaran empuk korban iklan rokok yang mengesankan kegagahan (www.news.akurat.co.id)
Remaja menjadi sasaran empuk korban iklan rokok yang mengesankan kegagahan (www.news.akurat.co.id)
Dalam kesehariannya, remaja menghadapi banyak pilihan yang berkaitan dengan nilai-nilai dan gaya hidup di keluarga, sekolah, dan masyarakat sehingga rentan terjerumus dalam lingkungan pertemanan yang negatif.

Keinginan remaja agar bisa diterima teman-temannya membuatnya beradaptasi, sekalipun dengan cara merokok.

Di sinilah taktik pemasaran rokok berperan penting dalam menginisiasi remaja untuk merokok.

Tayangan dan bahasa iklan rokok yang kreatif, gencar, sistematis, serta mudah diingat jelas menggugah rasa penasaran remaja.

Produsen rokok konsisten mencitrakan perokok sebagai "pria yang jantan, keren, dan maskulin (cool and macho)". 

Remaja pria yang tidak merokok kerap diejek sebagai 'sissy atau banci'.  Menurut WHO (2008), di Indonesia 24,1% perokok adalah remaja laki-laki, 4% dari remaja perempuan dan jumlah perokok remaja mencapai 13,5%.

Ingin jantung Anda tetap sehat? Maka jauhi dan hindari rokok (www.who.int)
Ingin jantung Anda tetap sehat? Maka jauhi dan hindari rokok (www.who.int)
Selain itu, mayoritas iklan rokok memakai kaum muda sebagai model iklannya agar remaja menganggap rokok merupakan bagian dari gaya hidup generasi muda. Dan mereka jarang menyadari adanya bahaya terselubung di balik menariknya iklan rokok. 

Semakin muda dan besar frekuensi seseorang merokok, semakin mudah untuk mencandu rokok, dan semakin sulit pula untuk berhenti merokok.

Iklan rokok juga mengesankan bahwa rokok  dapat membuat pikiran dan emosi seseorang menjadi lebih tenang.

Hal itu diperparah dengan pengakuan public figures yang menyatakan bahwa ide-ide kreatif mereka banyak yang timbul setelah merokok. 

Faktanya, saat merokok, maka denyut jantung bertambah sehingga kemampuan jantung membawa oksigen berkurang, dan terjadi penggumpalan darah yang berujung pada serangan jantung.

Jika sejak remaja, seseorang sudah aktif merokok, maka dapat dibayangkan buruknya kondisi kesehatan, kualitas hidup dan produktivitas kerjanya saat dewasa.

Rokok telah lama dikenal sebagai faktor resiko utama penyebab muculnya penyakit jantung koroner (coronary heart disease), stroke, dan penyakit dalam lainnya seperti kanker serta penyakit paru-paru.

Secara global, 31 Mei diperingati sebagai Hari Anti Tembakau Internasional (www.who.int)
Secara global, 31 Mei diperingati sebagai Hari Anti Tembakau Internasional (www.who.int)
Peluang remaja perokok aktif untuk mengalami penurunan prestasi akademik dan bermasalah di sekolah juga menjadi lebih besar. Remaja perokok cenderung menjadi pelaku bullying (bully).

Sebabnya mereka menganggap dirinya lebih gagah dan berkuasa, remaja perokok lalu menjadikan remaja yang tidak merokok sebagai korban bullying.

Padahal, merokok jelas menyakiti diri mereka sendiri sekaligus mengganggu orang lain (sebagai pelaku bullying).

Remaja yang memilih untuk merokok karena menyerah terhadap peer pressure harus siap menanggung resiko kesehatan.

Mereka juga kehilangan kesempatan untuk belajar mengoptimalkan kebebasan eksistensialnya.

Menurut Bertens dalam Etika (Gramedia, 1993), kebebasan eksistensial adalah kebebasan bersikap dan bertindak positif (kesadaran hati nurani) yang dipilih berdasarkan kedewasaan diri, kemandirian, dan kematangan religius.

Peran orang tua, guru, dan tokoh masyarakat, sangat vital dalam meminimalisir dampak negatif dari maraknya iklan rokok yang mengepung remaja.

Penelitian di Lithuania (2008) mendapati bahwa mayoritas remaja yang aktif berolahraga tidak menjadi korban bullying, dan bahkan lebih banyak lagi atlet remaja yang tidak menjadi pelaku bullying.

Hasil penelitian itu bisa menjadi rekomendasi untuk para orang tua dan guru, agar sedari dini melibatkan anak-anak dalam kegiatan ekstrakurikuler yang positif secara fisik maupun mental, sehingga remaja terhindar dari perilaku merokok lebih awal.

Rokok itu pastinya berbahaya, jadi lebih keren luar biasa jika jago berolahraga (teens.drugabuse.gov)
Rokok itu pastinya berbahaya, jadi lebih keren luar biasa jika jago berolahraga (teens.drugabuse.gov)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun