Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Berburu Takjil Favorit Jangan Sampai Membuat Sakit

17 Mei 2018   23:41 Diperbarui: 17 Mei 2018   23:58 1312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          Tapi, saya tak tega untuk mengingatkannya tentang keganjilan itu.  Kue lapis kan takjil favoritnya.  Nah saat memakan baru satu buah, dia sudah merasa pahit.  Tapi masih diteruskannya.  Lapis kedua pun terasa sama.  Dia memilih berhenti menyantapnya.  Untung di kos kami, ada senior dari jurusan kimia.  Dua kue lapis sisa itu pun dititipkannya ke senior kami untuk dicek di laboratorium pangan.  Hasilnya? Kue lapis itu (positif) memakai pewarna kain, hiiy!

Aroma takjil dapat menentukan kualitas kesegarannya untuk dikonsumsi

          Selain warna, kita juga bisa mengetahui kualitas takjil yang (masih) layak makan dari aromanya.  Bahan pangan yang tinggi lemak, termasuk santan kelapa, dan minyak cenderung mengeluarkan bau tengik saat sudah tak segar lagi sekalipun warnanya masih normal.

          Kolak yang berbahan santan itu pun rentan rusak saat disimpan di suhu ruang (bukan dalam lemari es) dalam waktu lama.  Saya ingat, pernah membeli kolak biji salak yang masih hangat di pinggir jalan untuk buka bareng di kampus.  Saat dibuka, baunya sudah asem, parah!

          Otomatis  kolak tersebut urung kami konsumsi.  Untung harganya tak mahal.  Tapi kan tetap sayang alias mubazir juga kan ya dengan membuang makanan seperti itu? Setelah itu, saya hanya membeli kolak yang dari awal ditaruh di lemari es atau disimpan dalam kotak es.

          Memang sih, rasa kolaknya jadi tak semanis jika masih hangat ataupun tak dingin.  Namun, tak mengapalah selama (masih) lezat dan sehat untuk disantap.  Panganan bersantan itu bukan untuk dibiarkan lama-lama di udara terbuka karena kandungan lemaknya yang tinggi.

Rasa takjil yang terlampau ini-itu bisa jadi pertanda bahaya

          Jelas rasa gurih gorengan buat banyak orang ketagihan untuk mengonsumsinya sebagai takjil favorit.  Tapi, kalau gorengannya (terlalu) gurih, hmm.  Tak tertutup kemungkinan, gorengan itu penyedap dan garamnya, full! Bagi yang sehat tak akan terasa dampaknya.

          Lain cerita bagi penderita radang tenggorokan.  Yang ada, malam atau esok harinya, kemungkinan besar dia akan batuk-batuk sepanjang hari karena tenggorokannya gatal. Tapi, selama puasa, mana bisa dia (sering-sering) minum air putih untuk meredakan gatal tersebut?

          Rasa takjil yang terlalu manis pun bisa membuat batuk.  Itu karena gulanya adalah pemanis buatan, bukan gula murni, yang tidak semua orang sanggup mengonsumsinya karena berpotensial menimbulkan batuk.  Sayangnya, gula itu harganya murah sehingga menekan biaya.

          Amannya, untuk gorengan, kalau sempat, buat sendiri aja.  Kalau tak sempat, idealnya kita bisa beli di penjual yang kualitas bahan baku dan minyak gorengnya sudah kita tahu pasti.  Tak apa gorengannya (sedikit) lebih mahal asal tak membuat tenggorokan pembelinya nanti gatal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun