Lingkungan hijau tentu didambakan setiap orang. Â Tak heran, pelancong berbondong-bondong mendatangi lokasi wisata alam. Â Kesegaran dan kesejukan alam yang ditawarkan memang dapat menyegarkan badan dan pikiran yang (terpaksa) terbiasa dengan hutan beton.
Pasti karena itu pula, Kompasiana memiliki kategori 'Hijau' dari 20 kategori tulisan yang ada. Â Memang artikel hijau ini tak setiap hari masuk pilihan editor seperti halnya kategori yang lebih 'menarik' seperti politik dan ekonomi maupun kategori 'seringan' hiburan dan gaya hidup.
 Penyebabnya jelas bukan karena isi artikel hijau di Kompasiana kurang apalagi tidak bermutu.  Namun, saat saya perhatikan -- sebagai Kompasianer aktif dari 2014 -- konten bertema hijau di Kompasiana itu memang minim secara kuantitas dibandingkan kategori konten lainnya.
Setelah mencermati satu demi satu, saya mendapati ada 6 (enam) konten hijau terbaik versi saya di Kompasiana selama tahun 2017 yang baru saja berlalu. Â Keenam artikel berlabel hijau tersebut ditulis berdasarkan pengalaman Kompasianer di dalam maupun luar negeri.
Keenam konten tersebut memiliki satu benang merah yaitu hijaunya lingkungan itu adalah hak sekaligus kewajiban bagi setiap orang. Â Bukankah manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan? Â Selamat membaca keenam artikel hijau berikut ini ya. Â Â
1.Bagaimana Ljubljana Menjadi Ibukota Hijau Eropa 2016?
10 tahun terakhir ini, para kepala daerah di Indonesia saling berlomba-lomba menghijaukan daerahnya. Â Mulai dari taman hingga RTH (Ruang Hijau Terbuka) dibangun di setiap sudut kota. Â Tema taman dan RTH boleh berbeda, namun tujuannya sama yaitu green city.
Hebatnya, Slovenia baru 26 tahun merdeka dari Yugoslavia (Desember 1991). Â Namun, negara asal Melania Trump tersebut mampu membuat warga Ljubljana untuk terlibat aktif dalam program zero waste management. Â Patut dicoba di Jakarta yang sudah merdeka dari tahun 1945!
Artikel lengkapnya     Â
2. Langit Masih Biru Tanda Kualitas Udara Baik
     Bagi penduduk Jabodetabek, termasuk saya, udara di Bogor (relatif) lebih sejuk daripada di Jadetabek.  Hadirnya Kebun Raya Bogor otomatis menjadi 'paru-paru' kota yang membuat langit Bogor senantiasa biru.  Ya, langit biru ternyata menandai tingkat polusi udara di suatu kota.
Selain membuat langit kelabu, polusi udara di Jakarta juga membuat kerugian ekonomi hingga mencapai Rp.500 milyar, waduh! Agar langit tetap biru dan udara bersih, yuk kita bersama (lebih) sering naik angkutan umum atau berbagi tumpangan kendaraan (ride sharing). Â Setuju?
3.Emas Masa Depan Itu Bernama Pasir
Selain air bersih, jumlah penduduk yang (terus) bertambah setiap tahunnya juga membutuhkan lahan tempat tinggal. Â Pasir, baik sebagai bahan bangunan maupun bahan dasar reklamasi, menjadi komoditas ekonomi yang harganya terus meninggi dari hari ke hari.
Ironisnya, pasir tersebut banyak didapat dari penambangan ilegal yang (sangat) merusak lingkungan karena mengakibatkan perubahan iklim dan penurunan cadangan air tanah. Â Ke depannya, penambangan pasir ini tentu wajib dikelola dengan menjaga kelestarian lingkungan.
Artikel lengkapnya  Â
4.Aksi UI Peduli Hijau, Kampanye Gaya Hidup Peduli Lingkungan di Kampus
Berapa banyak plastik yang Anda gunakan setiap hari? Mulai dari botol minuman hingga kantong belanjaan, plastik adalah bahan utamanya. Â Padahal plastik juga dikenal sebagai limbah atau sampah non-organik yang sangat sulit diurai oleh bakteri dan mikroorganisme dalam tanah.
Program tersebut bertujuan untuk mengurangi penggunaan kemasan botol sekali pakai dan menggantinya dengan botol minuman (tumbler). Â Di tahun 2019, Indonesia berpotensi menjadi negara ke-2 penghasil sampah plastik ke laut terbanyak di dunia. Â Wah, jangan sampai terjadi ya!
5.Mewujudkan Kota Hijau Dimulai dari Rumah Tangga
 Setiap hari, setiap rumah tangga pasti menghasilkan sampah, terutama sampah organik dari dapur. Berbeda dengan plastik atau sampah non-organik lainnya, sampah organik dapat dengan mudah diurai oleh cacing tanah.  Hasilnya berupa kompos yang menyuburkan tanah.
Di musim hujan seperti saat ini, Balitbang PUPR juga memiliki inovasi 'ABDULAH' (Akuifer Buatan Daur Ulang Air Hujan). Â Jadi curah hujan ditampung lalu difilter untuk konsumsi rumah tangga. Â Hmm, ABDULAH ini bisa menjadi (salah satu) solusi penanggulangan banjir, sepakat?
6.Membangun Tim Mitra RTH, Merevitalisasi Ruang Terbuka Hijau
Selama ini, terkesan (hanya) pemerintah yang harus bertanggungjawab dalam pengadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Â Padahal, perusahaan swasta dan organisasi nirlaba bersama kampus serta masyarakat juga dapat sebagai mitra aktif pemerintah untuk bersama membangun RTH.
Kompasianer Evawani Ellisa memaparkan dalam artikelnya tentang program 'Peningkatan Fungsi Ruang Terbuka Hijau' di Jakarta dan Bogor. Â Program kemitraan untuk pengabdian masyarakat tersebut merupakan kerjasama antara PMI, American Red Cross dan kampus UI.
Keberadaan RTH sendiri pun telah diatur secara undang-undang resmi oleh Menteri Pekerjaan Umum di tahun 2008 yaitu peraturan Nomor: 05/PRT/M/2008. Â Pastinya RTH tersebut digunakan untuk masyarakat umum sehingga keberadaannya harus dijaga dan dirawat bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H