Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Meskipun Sedikit, Konten Berlabel Hijau Sangat Inspiratif

19 Januari 2018   10:06 Diperbarui: 19 Januari 2018   10:31 1496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lingkungan hijau tentu didambakan setiap orang.  Tak heran, pelancong berbondong-bondong mendatangi lokasi wisata alam.  Kesegaran dan kesejukan alam yang ditawarkan memang dapat menyegarkan badan dan pikiran yang (terpaksa) terbiasa dengan hutan beton.

Pasti karena itu pula, Kompasiana memiliki kategori 'Hijau' dari 20 kategori tulisan yang ada.  Memang artikel hijau ini tak setiap hari masuk pilihan editor seperti halnya kategori yang lebih 'menarik' seperti politik dan ekonomi maupun kategori 'seringan' hiburan dan gaya hidup.

 Penyebabnya jelas bukan karena isi artikel hijau di Kompasiana kurang apalagi tidak bermutu.  Namun, saat saya perhatikan -- sebagai Kompasianer aktif dari 2014 -- konten bertema hijau di Kompasiana itu memang minim secara kuantitas dibandingkan kategori konten lainnya.

Lingkungan hidup yang terjaga kelestariannya merupakan warisan yang sangat diharapkan oleh generasi masa depan (Dokpri)
Lingkungan hidup yang terjaga kelestariannya merupakan warisan yang sangat diharapkan oleh generasi masa depan (Dokpri)
  Eit, tapi jangan salah! Konten hijau di Kompasiana memang tak (selalu) ada setiap harinya, namun kualitasnya luar biasa.  Pengalaman saya selama 4 tahun membaca Kompasiana (hampir) setiap hari mendapati bahwa saat ada, konten hijau berisi informasi aktual yang mencerahkan.

Setelah mencermati satu demi satu, saya mendapati ada 6 (enam) konten hijau terbaik versi saya di Kompasiana selama tahun 2017 yang baru saja berlalu.  Keenam artikel berlabel hijau tersebut ditulis berdasarkan pengalaman Kompasianer di dalam maupun luar negeri.

Keenam konten tersebut memiliki satu benang merah yaitu hijaunya lingkungan itu adalah hak sekaligus kewajiban bagi setiap orang.  Bukankah manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan?  Selamat membaca keenam artikel hijau berikut ini ya.   

1.Bagaimana Ljubljana Menjadi Ibukota Hijau Eropa 2016?

10 tahun terakhir ini, para kepala daerah di Indonesia saling berlomba-lomba menghijaukan daerahnya.  Mulai dari taman hingga RTH (Ruang Hijau Terbuka) dibangun di setiap sudut kota.  Tema taman dan RTH boleh berbeda, namun tujuannya sama yaitu green city.

Ljubljana, ibukota Slovenia, memiliki danau hijau yang bersih dan memukau sehingga menjadi lokasi utama wisata kota (www.visitljubljana.com)
Ljubljana, ibukota Slovenia, memiliki danau hijau yang bersih dan memukau sehingga menjadi lokasi utama wisata kota (www.visitljubljana.com)
 Maka konten Kompasianer ACJP Cahayahati, yang berisi tentang pengalaman (sukses) negara Slovenia dalam mewujudkan ibukota hijau pun menjadi headline.  Ljubljana, ibukota Slovenia berhasil meraih juara sebagai Ibukota Hijau Eropa 2016 (European Green Capital Award).

Hebatnya, Slovenia baru 26 tahun merdeka dari Yugoslavia (Desember 1991).  Namun, negara asal Melania Trump tersebut mampu membuat warga Ljubljana untuk terlibat aktif dalam program zero waste management.  Patut dicoba di Jakarta yang sudah merdeka dari tahun 1945!

Artikel lengkapnya           

2. Langit Masih Biru Tanda Kualitas Udara Baik

          Bagi penduduk Jabodetabek, termasuk saya, udara di Bogor (relatif) lebih sejuk daripada di Jadetabek.  Hadirnya Kebun Raya Bogor otomatis menjadi 'paru-paru' kota yang membuat langit Bogor senantiasa biru.  Ya, langit biru ternyata menandai tingkat polusi udara di suatu kota.

Cerahnya biru langit di Kota Bandung ini menandakan (masih) bersihnya udara di kota 'Paris van Java' tersebut (jabar.tribunnews.com)
Cerahnya biru langit di Kota Bandung ini menandakan (masih) bersihnya udara di kota 'Paris van Java' tersebut (jabar.tribunnews.com)
Kompasianer Bahrul Ulum memaparkan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup KLH memiliki program 'Langit Biru'.  Target 'Langit Biru' yaitu mengurangi tingkat polusi udara, terutama dari asap kendaraan bermotor, yang menyebabkan warna langit menjadi tak lagi biru.

Selain membuat langit kelabu, polusi udara di Jakarta juga membuat kerugian ekonomi hingga mencapai Rp.500 milyar, waduh! Agar langit tetap biru dan udara bersih, yuk kita bersama (lebih) sering naik angkutan umum atau berbagi tumpangan kendaraan (ride sharing).  Setuju?

Artikel lengkapnya   

3.Emas Masa Depan Itu Bernama Pasir

Selain air bersih, jumlah penduduk yang (terus) bertambah setiap tahunnya juga membutuhkan lahan tempat tinggal.  Pasir, baik sebagai bahan bangunan maupun bahan dasar reklamasi, menjadi komoditas ekonomi yang harganya terus meninggi dari hari ke hari.

Penambangan pasir yang sembarangan tak pelak akan menimbulkan kerusakan lingkungan, termasuk bencana alam berupa tanah longsor (www.harianjogja.com)
Penambangan pasir yang sembarangan tak pelak akan menimbulkan kerusakan lingkungan, termasuk bencana alam berupa tanah longsor (www.harianjogja.com)
 Secara gamblang melalui data dan fakta, Kompasianer Ronny Noor membagikan info tentang betapa berharga sekaligus berbahayanya nilai pasir di Indonesia.  Pasir berharga karena semakin tingginya permintaan pasar, termasuk dari negara tetangga yaitu Singapura.

Ironisnya, pasir tersebut banyak didapat dari penambangan ilegal yang (sangat) merusak lingkungan karena mengakibatkan perubahan iklim dan penurunan cadangan air tanah.  Ke depannya, penambangan pasir ini tentu wajib dikelola dengan menjaga kelestarian lingkungan.

Artikel lengkapnya    

4.Aksi UI Peduli Hijau, Kampanye Gaya Hidup Peduli Lingkungan di Kampus

Berapa banyak plastik yang Anda gunakan setiap hari? Mulai dari botol minuman hingga kantong belanjaan, plastik adalah bahan utamanya.  Padahal plastik juga dikenal sebagai limbah atau sampah non-organik yang sangat sulit diurai oleh bakteri dan mikroorganisme dalam tanah.

Jangan sampai Indonesia kelak akan memiliki 'gunung' plastik karena menumpuknya sampah plastik di mana-mana (www.theguardian.com)
Jangan sampai Indonesia kelak akan memiliki 'gunung' plastik karena menumpuknya sampah plastik di mana-mana (www.theguardian.com)
Kampus, sebagai tempat berkumpulnya kaum cendikiawan yang peduli lingkungan, berperan strategis dalam mengkampanyekan pengurangan pemakaian plastik.  Kompasianer Coriesta Dian menulis tentang inspiratifnya program Bye Bye Plastic Bottle dari BEM FTUI Depok.

Program tersebut bertujuan untuk mengurangi penggunaan kemasan botol sekali pakai dan menggantinya dengan botol minuman (tumbler).  Di tahun 2019, Indonesia berpotensi menjadi negara ke-2 penghasil sampah plastik ke laut terbanyak di dunia.  Wah, jangan sampai terjadi ya!

Artikel lengkapnya  

5.Mewujudkan Kota Hijau Dimulai dari Rumah Tangga

 Setiap hari, setiap rumah tangga pasti menghasilkan sampah, terutama sampah organik dari dapur. Berbeda dengan plastik atau sampah non-organik lainnya, sampah organik dapat dengan mudah diurai oleh cacing tanah.  Hasilnya berupa kompos yang menyuburkan tanah.

Yuk, pilah dan pilih sampah organik dan non-organik di rumah tangga agar jumlah kota hijau (terus) bertambah (www.altdotlife.com)
Yuk, pilah dan pilih sampah organik dan non-organik di rumah tangga agar jumlah kota hijau (terus) bertambah (www.altdotlife.com)
 Saat tanah gembur, maka tanaman pun akan tumbuh subur.  Ujung-ujungnya, lingkungan akan semakin hijau.  Kompasianer Umi Umayah dari Bandung berbagi tentang inovasi program penghijauan berupa daur ulang limbah rumah tangga yang diprakarsai oleh Balitbang PUPR.

Di musim hujan seperti saat ini, Balitbang PUPR juga memiliki inovasi 'ABDULAH' (Akuifer Buatan Daur Ulang Air Hujan).  Jadi curah hujan ditampung lalu difilter untuk konsumsi rumah tangga.  Hmm, ABDULAH ini bisa menjadi (salah satu) solusi penanggulangan banjir, sepakat?

Artikel selengkapnya

6.Membangun Tim Mitra RTH, Merevitalisasi Ruang Terbuka Hijau

Selama ini, terkesan (hanya) pemerintah yang harus bertanggungjawab dalam pengadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).  Padahal, perusahaan swasta dan organisasi nirlaba bersama kampus serta masyarakat juga dapat sebagai mitra aktif pemerintah untuk bersama membangun RTH.

Kompasianer Evawani Ellisa memaparkan dalam artikelnya tentang program 'Peningkatan Fungsi Ruang Terbuka Hijau' di Jakarta dan Bogor.  Program kemitraan untuk pengabdian masyarakat tersebut merupakan kerjasama antara PMI, American Red Cross dan kampus UI.

Keberadaan RTH sendiri pun telah diatur secara undang-undang resmi oleh Menteri Pekerjaan Umum di tahun 2008 yaitu peraturan Nomor: 05/PRT/M/2008.  Pastinya RTH tersebut digunakan untuk masyarakat umum sehingga keberadaannya harus dijaga dan dirawat bersama.

Artikel lengkapnya

Ruang Terbuka Hijau (RTH) idealnya memang dinikmati dan dikelola bersama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat (www.tirto.id)
Ruang Terbuka Hijau (RTH) idealnya memang dinikmati dan dikelola bersama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat (www.tirto.id)
Jelas konten hijau yang inspiratif dari keenam Kompasianer di atas (kembali) menyadarkan kita tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.  Itu karena anak cucu kita nantinya yang akan mewarisi baik maupun buruknya kualitas lingkungan hidup saat ini.  Salam penghijauan!  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun