Ayah selama ini memang dikenal sebagai kepala keluarga. Sebagai raja di rumahtangga, sosok ayah adalah pencari nafkah utama di keluarga. Sementara itu, ibu adalah ratu keluarga yang mengelola jalannya rumahtangga sehari-hari. Mulai dari mengelola keuangan hingga pengaturan menu makan di keluarga.
Ketika seisi keluarga sehat semua, tentu (jauh) lebih mudah menentukan jenis pangan yang dapat dikonsumsi. Namun, bagaimana jika ibu sakit? Jenis penyakitnya pun bukan yang ringan. Misalnya ibu mengidap penyakit kronis (menahun) seperti diabetes melitus (DM) atau kencing manis. Di satu sisi, seorang ibu harus menyiapkan makanan lezat (dan pastinya sehat) untuk memenuhi kecukupan energi keluarga. Tapi, di lain sisi, dirinya harus membatasi konsumsi kalori agar kadar gula darahnya tidak naik. Nah, lalu bagaimana komprominya?
Hal ini karena jumlah penderita diabetes di dunia terus bertambah, termasuk kaum wanita. Menurut dr. Farid sebagai narasumber pertama, 1 dari 10 wanita mengidap diabetes. International Diabetes Federation mendapati hingga tahun 2017 ini, ada 199 juta wanita penderita diabetes di seluruh dunia. Tahun 2040 nanti, diabetes diperkirakan akan ada 313 juta wanita yang mengidap diabetes. Duh, seram sekali!
Tambahkan lagi, diabetes menjadi penyebab kematian nomor 9 di dunia pada wanita. Sedihnya lagi, 1 dari 7 kehamilan mengalami diabetes melitus gestasional (DMG) atau diabetes yang terjadi karena kehamilan. Tak heran, jumlah kematian wanita akibat DM mencapai hingga 2.1 juta jiwa per tahunnya. Padahal, kematian seorang putri maupun istri, apalagi ibu, tentu saja membawa kesedihan dan kehilangan yang luar biasa dalam suatu keluarga.
Lalu, apakah semua kehamilan beresiko menghasilkan DMG? Bagaimana dengan wanita yang sebelumnya telah mengalami DM sebelum hamil atau menikah? Nah, dr. Farid mengingatkan bahwa istilah Diabetes Melitus Gestasional (DMG) tidak bisa digunakan pada ibu hamil yang sebelum kehamilan memang sudah menderita DM. Jadi, DMG itu hanya dialami oleh ibu yang sebelum hamil tidak memiliki DM atau gula darahnya normal. DMG adalah "jenis diabetes sementara karena adanya peningkatan hormon anti insulin yang berkembang selama kehamilan." Riset International Diabetes Federation mendapati bahwa 90% kasus DM pada ibu hamil adalah kasus diabetes gestasional.
Memang penderita DMG dapat beralih ke normal setelah kelahiran. Â Hal serupa tidak dijumpai pada ibu hamil yang memang sebelum hamil telah mengidap DM (dikenal sebagai DM pada ibu hamil dan bukan disebut DMG). Meskipun begitu, ibu hamil dengan DMG beresiko lebih tinggi mengalami (kembali) DMG pada kehamilan berikutnya. Data Lancet 2011 mencatat, ada 3 juta bayi lahir mati (stillbirth) karena DMG. Kasus kematian (mortalitas) pada ibu hamil dengan DMG pun meningkat hingga 4x lipat.
Tidak hanya itu saja. Ibu hamil dengan DMG juga beresiko mengalami DM tipe 2 Â semakin tinggi pada 5 - 10 tahun setelah melahirkan dan bayi yang dilahirkannya lebih berpeluang menderita obesitas (kelebihan berat badan) saat anak-anak dan remaja. DM tipe 2 adalah diabetes yang tidak tergantung dengan insulin dan dapat ditatalaksana dengan diet, olahraga, dan obat oral (obat yang dimakan atau bukan harus selalu disuntik insulin seperti DM tipe 1 yang tergantung pada insulin). Ibu hamil dengan DMG juga seringkali sudah memiliki 'pradiabetes'. Â Definisi pradiabetes yaitu "suatu kondisi saat kadar gula darah lebih tinggi dari normal, tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosis diabetes."
Pastinya, tidak semua ibu mengalami DMG saat hamil. Namun, ada sejumlah faktor pada perempuan yang membuatnya termasuk golongan resiko tinggi untuk menderita DMG selama kehamilan. Faktor-faktor tersebut yaitu: usia lebih dari 35 tahun, kegemukan sebelum hamil, memiliki riwayat keluarga diabetes, pernah mengalami aborsi atau bayi lahir mati sebelumnya, dan riwayat melahirkan bayi besar (lebih dari 4 kg). Gaya hidup yang kurang gerak atau lebih banyak duduk, riwayat hipertensi, dan penyakit dalam (kardiovaskular) juga meningkatkan terjadinya DMG.
Oleh karena itu, skrining semua ibu hamil untuk mendeteksi ada tidaknya diabetes dianjurkan sebagai protokol standar dari Kemenkes RI. Â Perkembangan fase DMG menuju DM tipe 2 ternyata sebagian besar dapat dicegah dengan perubahan gaya hidup. Sesuai INPRES No. 1/2017, Presiden Joko Widodo telah mencanangkan program GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) dengan 3 peningkatan kegiatan utama yaitu (1) aktivitas fisik/olahraga selama 30 menit sebanyak 3x per minggu, (2) budaya konsumsi rutin buah dan sayur setiap hari, dan (3) deteksi dini faktor resiko kesehatan untuk menyaring kasus DM lebih awal, serta kemudahan dalam mengakses layanan kesehatan untuk memutus kejadian diabetes.
Nah, jika sudah terkena DM maupun DMG, pengobatan dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu terapi nutrisi dan terapi medis. Terapi nutrisi yaitu dengan membatasi jumlah karbohidrat yang dikonsumsi ibu hamil maksimal 30-35% dari kalori total. Adapun terapi medis merupakan terapi obat-obatan yang dilakukan sesuai rekomendasi dokter yaitu dengan Insulin, Metformin, dan Sulfonylurea. Berdasarkan pengalaman dr. Farid dalam menangani ibu hamil dengan DMG, para pasien tersebut umumnya (jauh) lebih disiplin dalam terapi pengobatan dibandingkan wanita diabetes yang tidak sedang hamil. Hal itu bisa terjadi karena para pengidap DMG tidak hanya memprioritaskan kesehatan dirinya, namun juga mementingkan kesehatan bayi yang sedang dikandungnya agar lahir utuh dan sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H