Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

3 Cara Simpel Menghadapi Sibling Rivalry

31 Maret 2017   14:16 Diperbarui: 1 April 2017   06:34 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setiap anak memiliki keunikannya masing-masing untuk saling mengisi (Ilustrasi : parents.com)

Berapa jumlah saudara kandung Anda? Mayoritas keluarga di Indonesia memiliki lebih dari satu orang anak.  Minimal di dalam satu keluarga inti ada dua orang anak.  Orang tua umumnya ingin setidaknya memiliki sepasang buah hati dalam rumah yaitu seorang putra dan seorang putri.

Jikalau Anda baru saja memiliki anak kedua, bisa dipastikan bahwa sang anak pertama akan merasa iri atau cemburu (sibling rivalry) dengan kehadiran adik baru.  Sang kakak yang terbiasa menjadi pusat perhatian satu-satunya di rumah kini harus berbagi perhatian dengan sang adik bayi yang baru saja lahir.  Apalagi jikalau sang kakak masih dalam usia batita atau balita.

Lalu, apakah dengan semakin besarnya seorang anak, rasa cemburunya kepada saudara-saudaranya akan berkurang?  Bisa ya, bisa tidak.  Namun, hal yang sering terjadi sibling rivalry itu akan tetap ada, bahkan hingga para anak dewasa dan memiliki keluarganya sendiri.  Pernah mengalami kan kejadian saat kumpul keluarga di mana para orang tua membanggakan kelebihan buah hatinya masing-masing? Apakah ternyata sibling rivalry itu memang (sepertinya) abadi?

Sibling rivalry itu dapat dikatakan mirip obat.  Saat dosisnya tepat, maka efeknya akan bermanfaat.  Namun, ketika efeknya di luar takaran, sibling rivalry tak pelak menjadi racun yang merusak kekompakan dan keakraban antar saudara.  Orang tua jelas memiliki satu atau dua anak yang menjadi favorit mereka.  Akan tetapi, bukan berarti anak yang lain menjadi tak berarti lagi.  Bukankah setiap anak sejatinya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing sejak lahir?

Bagi para orang tua, sedari dini sibling rivalry harus disikapi dengan hati-hati tanpa harus dihindari.  Bagaimana pun, anak-anak juga perlu suasana kompetisi untuk mengembangkan potensi sekaligus aktualisasi diri.  Tapi, jika sampai sibling rivalry dilakukan dengan penuh ambisi, maka anak bisa menghalalkan segala cara agar menjadi juara dan menarik simpati orang tua.

Maka, inilah tiga cara yang dapat dipraktekkan orang tua saat menghadapi sibling rivalry yang terjadi di keluarga mereka masing-masing.  Silakan dibaca dan dicermati ya Ayah dan Ibu.

Setiap anak memiliki keunikannya masing-masing untuk saling mengisi (Ilustrasi : parents.com)
Setiap anak memiliki keunikannya masing-masing untuk saling mengisi (Ilustrasi : parents.com)
1. Sadari dan pahami bahwa setiap anak itu unik

Ada anak yang berbakat di bidang akademik.  Ada pula yang jago olahraga.  Sebagian anak dari kecil pemalu.  Banyak juga anak yang memang memiliki kecenderungan sebagai pemimpin sedari anak-anak.  Tak sedikit anak-anak yang lebih memilih untuk menjadi pengikut.  Anak yang menjadi bintang kelas tidak selalu lebih baik daripada anak yang ahli di bidang seni ataupun sebaliknya.  Orang tua harus dapat menerima setiap anak sesuai bakat alaminya.

2. Mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan anak sesuai kelebihannya

Ini sangat penting dilakukan terutama saat anak akan memasuki bangku kuliah.  Kecenderungan orang tua adalah mengarahkan anak-anak mereka berkuliah di jurusan yang menjanjikan lapangan pekerjaan selulus kuliah, sekalipun bidang kuliah tersebut tidak diminati atau bukan keahlian sang anak.  Di saat inilah, kebijaksanaan orang tua sangat menentukan.

3. Hindari membanding-bandingkan anak dengan saudaranya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun