Sebagai seorang blogger, pertanyaan ini kerap saya dengar saat menghadiri liputan maupun acara blogger lainnya: “Masuk kategori blogger apa?” Jawaban yang diberikan pun bisa beragam. Ada yang merespon dengan jenis artikel blog yang banyak ditulisnya seperti kuliner, travel, teknologi, fashion, otomatif, dan lainnya. Banyak juga yang menjawab dengan alokasi waktu yang digunakan sebagai blogger yaitu paruh waktu (part-time) atau purna waktu (full-time). Tak sedikit yang membalas dengan respon kocak misalnya, “Ah, saya mah apa atuh? Hanya blogger penggembira yang sederhana hehehe…” Nah, sebenarnya jawaban yang paling pas itu kiranya apa?
Tahun 2017 ini adalah tahun ketiga saya sebagai blogger sekaligus Kompasianer. Syukur Alhamdulillah, selama ini (lebih) banyak kenangan manis yang saya rasakan sebagai seorang blogger. Tambah teman, pengalaman, pengetahuan, dan pastinya, penghasilan. Meskipun ada juga kenangan menyedihkan sebagai blogger, anggaplah itu sebagai variasi bumbu kehidupan. Bolehlah sekali-kali asam atau pahit setelah seringnya manis dan gurih hihihi….
Setelah saya amati dan cermati, mau tidak mau, suka tidak suka, blogger (ternyata) juga memiliki kelasnya masing-masing. Eh, ini bukan kelas seperti di bangku sekolah lho. Jadilah menurut pengamatan saya, selain sebagai hobi dan profesi, artikel blog itu juga sekaligus dapat menunjukkan tahapan pengalaman seorang blogger. Sama seperti profesi lainnya yang memiliki kategori, layaknya dokter atau pilot senior dan junior, blogger pun bisa dibedakan berdasarkan kompetensi dan jam terbangnya. Semakin tinggi jam terbangnya, maka semakin mudahlah meyakinkan pembacanya.
Jikalau begitu, apakah ini berarti semua blogger dapat dengan serta-merta mempengaruhi pembacanya? Bisa ya, bisa tidak. Pembaca blog pun semakin kritis belakangan ini. Mereka tak otomatis menelan mentah-mentah setiap informasi yang disajikan dalam suatu blog. Seringnya, mereka bisa membedakan isi blog yang asli dan yang basa-basi.
Contoh yang paling banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari adalah review suatu produk atau jasa dari seorang blogger. Jikalau sang blogger memberi nilai raport yang kece tentang produk atau jasa yang direviewnya – tambah mantap lagi saat si reviewer sudah memakai langsung sehingga review blognya lebih obyektif – maka pembacanya pun akan tertarik untuk mencobanya sendiri. Begitu pula sebaliknya. Tambahkan pula dengan efek dari the power of social media. Wajarlah pada saat ini, berita baik berlari dan berita buruk berlompatan.
Jujur, saya pribadi merasa masih ada di tahap ini. Mau tahu ciri khas dari blogger kategori follower ini? Senang mengikuti (tak jarang sampai meniru) konten blog dari blogger lain yang sudah eksis. Satu lagi ciri utamanya yaitu… rajin mengikuti lomba blog ini-itu, apalagi dengan hadiah yang luar biasa bermutu! Langsung tancap gas hehehehe…
Tak bisa dipungkiri, faktor insentif berupa hadiah lomba blog (baca = materi) jelas semakin memotivasi seorang blogger follower untuk lebih aktif mengisi blognya dengan artikel terbaru. Mulai dari isi konten blog berupa artikel olahraga, kesehatan, budaya, wisata, agama, semuanya ada. Pantaslah jika seorang blogger follower seringnya belum mempunyai ciri unik tersendiri, baik dari segi konten maupun branding sebagai blogger karena tidak fokus dalam satu bidang tertentu. Selama dirasa memberi keuntungan secara maya maupun nyata, maka hayuk sajalah.
Eh, tapi namanya juga blogger pemula. Boleh dong ya, (sedikit) membela diri hehehehe...Segi positif lainnya dari seorang follower adalah mereka lebih intensif mengeksplorasi minat dan jati diri dengan belajar banyak hal dari dunia blogging. Pada akhirnya, jikalau konsisten meng-update dan juga meng-upgrade isi blognya, seorang blogger follower akan menemukan satu atau dua bidang blog yang disukai, minati, dan kuasai materinya secara spesifik. Saya kini memilih untuk tak menulis blog tentang produk atau jasa yang saya pribadi belum pernah gunakan ataupun tak tertarik untuk memakainya sendiri. Bingung dan pusing nanti ketika harus menulisnya di blog.
Saat sudah ‘naik kelas’ dari status follower, seorang blogger kemudian berpeluang untuk menjadi blogger trendsetter. Namun ada pula blogger yang sejak awal menulis sudah memutuskan untuk fokus di satu bidang tertentu saja. Karakteristik utama blogger ini yaitu sudah memiliki branding & positioning yang unik dan sering menjadi referensi atau role model bagi blogger lainnya, terutama blogger follower.
Di Kompasiana, Kompasianer yang termasuk kategori blogger trendsetter antara lain Kompasianer 2016 yaitu Jeng Yayat alias ‘Nyonya Vale wannabe’ (sejak 2009 konsisten menulis tentang ‘calon suami dalam mimpi’ yaitu pembalap MotoGP Valentino Rossi hihihi…), lalu Ibu Fey Down rutin nge-blog mengenai modus bahaya penipuan (scam) keuangan via dunia maya oleh para pria ganteng, dan Pak Cahyadi Takariawan yang rajin menulis tentang seluk-beluk mewujudkan pernikahan dan rumahtangga yang harmonis. Jelas manfaat terbesar dari menjadi seorang blogger trendsetter adalah mereka mudah diingat sehingga sangat berpotensi menjadi internet marketer yang jitu dan bermutu. Banyak terjadi, blogger trendsetter memang berawal dari hobi yang sangat dinikmati sehingga menjadi blogger dijalani dengan sepenuh hati tanpa terbebani embel-embel mencari keuntungan materi.
Tapi, nanti dulu! Apa iya, seorang blogger trendsetter tidak memiliki kelemahan? Sama halnya seperti dua sisi koin yang berlawanan, seorang blogger trendsetter juga dituntut harus selalu up to date dengan perkembangan terbaru dari bidang blog yang memang sudah menjadi trade mark-nya. Kalau tidak, maka perlahan tapi pasti, isi blognya akan dianggap sudah usang karena ketinggalan zaman. Selain itu, kesalahan pada konten blog seorang blogger trendsetter cenderung akan lebih ditandai serta dikritisi dibandingkan dengan jika hal serupa terjadi blogger follower. Ah, memang semakin tinggi sebuah pohon, maka semakin kencang pula anginnya *mencoba puitis
Yup, inilah kelas blogger yang diidamkan oleh (hampir) semua orang. Mantap isi blognya, terpercaya dan terbukti kompetensinya di dunia nyata. Para blogger influencer ini bukan hanya seorang trendsetter, namun juga berpotensi paling kuat dan tepat dalam membentuk opini masyarakat. Contohnya Kompasianer yang ahli dalam bidang kesehatan kejiwaan yaitu dr. Andri, SpKJ, FAPM, lalu Kompasianer sekaligus pakar ekonomi Dr. Faisal Basri, dan Kompasianer yang menetap di Jerman, Mbak Gaganawati Stegmann, yang mumpuni di bidang tari tradisional.
Di luar Kompasiana, ada blogger Budi Rahardjo (dosen ITB dan ahli cyber security), Diana Rikasari (fashion blogger pertama di Indonesia dan pendiri dua label sepatu: “Up”& “Pop”), dan Raditya Dika (komika dan penulis buku super kocak “Kambing Jantan”). Urusan kualitas blog, para blogger influencer sudah teruji waktu sehingga tak membuat ragu. Namun, (tetap ada tapi-nya lho ya!), sekali seorang blogger influencer menjadi tidak netral alias terlibat konflik kepentingan (conflict of interest) sehingga obyektifitas blognya dipertanyakan, maka kredibilitas dirinya akan habis-habisan diserang. Bahkan tidak tertutup kemungkinan, blognya akan di-dihack/diretas pihak oposisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H