Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Dua Inspirasi Menulis dari Novelis "Cantik itu Luka"

1 Desember 2016   19:04 Diperbarui: 1 Desember 2016   19:14 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inspirasi menjadi salah satu bahan bakar utama bagi pekerja kreatif.  Penulis – termasuk blogger – juga sangat memerlukan inspirasi untuk menghasilkan tulisan.  Banyak yang bilang, inspirasi bisa datang kapan pun dan di mana saja.  Namun, jikalau inspirasi itu datang dari seorang yang sudah menjadi pakarnya, tentunya banyak semakin ilmu bermanfaat yang bisa digali.

Sebulan lalu, Selasa 1 November 2016, syukur Alhamdulillah, saya berkesempatan untuk menghadiri acara bincang-bincang (talkshow) bersama novelis Eka Kurniawan, penulis novel bertaraf internasional “Cantik itu Luka” dan “Lelaki Harimau” yang diselenggarakan oleh @america.  Presentasi bertajuk “”Writing Inspirations from Eka Kurniawan” tersebut berlokasi di @america yang berada di lantai 3 gedung perkantoran Pacific Place SCBD (Sudirman Central Business District) Jakarta.  Berdurasi selama 2 jam dari pukul 13 – 15 WIB, talkshow tersebut dipenuhi oleh para mahasiswa dan kalangan umum.

Eka merupakan (sedikit) dari novelis asal Indonesia yang karyanya sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing. Dua novel karya Eka yaitu “Cantik itu Luka (Beauty is Wound)” dan “Lelaki Harimau (Man Tiger)” bahkan telah masuk ke dalam kolom “Sunday Book Review” pada salah satu laman berita online terkemuka di negara Paman Sam, The New York Times (di sini).  Nominator The Man Booker International Prize (2015) dan peraih The FT/Oppenheinmer Funds Emerging Voices Awards(2016) tersebut juga merupakan sahabat dari seorang peneliti terkenal yang berasal dari Cornell University Amerika Serikat, almarhum Ben Anderson (1936-2015).

Eka Kurniawan/di tengah, adalah novelis yang karyanya telah mendunia (Dokpri)
Eka Kurniawan/di tengah, adalah novelis yang karyanya telah mendunia (Dokpri)
Ben pula yang menyemangati Eka untuk segera menerjemahkan novelnya “Cantik Itu Luka” ke dalam bahasa asing, minimal Inggris dan Perancis yang banyak dipakai dalam percakapan global.  Namun, selepas jumpa pertamanya dengan Ben di tahun 2008, Eka jujur dan santai mengakui, dirinya tidak menindaklanjuti saran Ben tersebut menjadi kenyataan.  Sang editor novelnya pun menimpali, “Mas Eka ini memang harus dikejar-kejar (karyanya), bahkan sampai sekarang hehehe…”  Mungkinkah itu karena Eka menulis lebih untuk kepuasan batin dan bukan sekedar untuk menghasilkan pendapatan? Pikiran tersebut sempat terlintas di benak saya.

Barulah setelah Eka bertemu dengan penulis sekaligus jurnalis asal Inggris, Tariq Ali, Eka tak bisa lagi berkelit dari ‘todongan’ Tariq (sekaligus permintaan Ben) untuk menerjemahkan novelnya.  “Maklumlah.  Berbeda dengan Ben, dia (Tariq) itu mantan aktivis.  Setiap minggu, dia rutin mengirimkan email ke saya dengan isi yang selalu sama yaitu ‘kapan novel saya diterjemahkan?’  Lama-lama gerah juga saya digituin,” kenangnya sambil tertawa kecil.

Jadilah novel “Lelaki Harimau” yang diterbitkan lebih dahulu.  Pertimbangannya praktis.  Novel itu relatif lebih singkat.  Setiap selesai diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh penerjemah tersumpah, Eka mengirimkan hasilnya ke Ben untuk dikoreksi terlebih dahulu.  Penggemar bacaan novel, sejarah, dan filosofi di waktu luangnya tersebut juga berbagi pengalaman bahwa terkadang dirinya dan sang editor berbeda pendapat mengenai penulisan kata dalam bahasa Indonesia.  

Namun, pada akhirnya, Eka memilih untuk mengikuti pendapat sang editor karena ujarnya, “Dia kan yang lebih paham tentang EYD (Ejaan yang Disempurnakan).”

Eka/berbaju merah dan sang editor/baju abu-abu berfoto bersama perwakilan dari @america (Dokpri)
Eka/berbaju merah dan sang editor/baju abu-abu berfoto bersama perwakilan dari @america (Dokpri)
Saat sesi tanya-jawab, akhirnya terjawab juga rasa penasaran saya tentang inspirasi menulis yang dibagikan oleh Eka.  Menurutnya, “Menulis itu bagi saya memiliki 2 fungsi utama.  Pertama, sebagai catatan perjalanan kehidupan dan kedua,membaginya kepada orang banyak. Bisa jadi, itulah penyebab bahasa novel saya tidak berbunga-bunga dan simpel saja sehingga mudah dimengerti pembacanya.”  Wah, ternyata sesederhana itu ya tipsnya!

Eka juga menambahkan, dirinya tidak memiliki resep khusus sehingga kumpulan novelnya sampai menjadikannya salah satu sastrawan tingkat dunia.  “Saya senang mengamati kondisi masyarakat sekitar dan kemudian menuliskannya dari berbagai sudut pandang, termasuk imajinasi saya,” ungkapnya merendah.  Sepulang dari acara tersebut, saya semakin menyadari bahwa pada akhirnya, karya apapun yang dilandasi inspirasi dan idealisme akan selalu mendapat tempat yang terhormat dalam masyarakat.  Sepakat?  Selamat menulis dengan sepenuh hati.  Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun