Pemasaran digital (digital marketing) semakin mendapatkan momentum efektivitasnya saat kampanye politik berlangsung. Secara global, pemilihan presiden di Amerika Serikat pada November 2016 nanti antara kandidat calon presiden (capres) dari Partai Republik, Donald Trump dengan Hillary Rodham Clinton dari Partai Demokrat, rutin memanfaatkan media sosial sebagai (salah satu) saluran kampanye mereka. Baik Trump maupun Clinton merupakan pengguna aktif Twitter. Bisa jadi Trump dan Clinton sama-sama terinspirasi oleh kemenangan presiden Barrack Obama pada tahun 2008 dan 2012 lalu yang sukses mengoptimalkan penggunaan Facebook sebagai media kampanyenya.
Di dalam negeri, masyarakat Indonesia pasti bisa merasakan perbedaan nyata antara suasana kampanye pilpres RI di tahun 2004, 2009, dan 2014. Pembeda utamanya adalah strategisnya peran media sosial pada kampanye pilpres pada 2014 lalu dibandingkan di tahun 2009, apalagi 2004. Kampanye pilpres di tahun 2004 dan 2009 masih lebih didominasi oleh media marketing digital berupa iklan televisi (TV advertisements).
Marketing digital tidak berarti selalu di dunia maya (online). Semua bentuk pemasaran, promosi, atau iklan yang menggunakan alat elektronik termasuk ke dalam kampanye digital. Tak heran, iklan di radio dan TV masih tetap eksis di era menjamurnya internet saat ini, khususnya saat seseorang tak terhubung dengan koneksi internet (offline).
Siapapun cagub yang nantinya diamanahi posisi sebagai DKI-1 dan 2 periode 2017 – 2022, peran netizen jelas, termasuk blogger, tak bisa dianggap sebelah mata dalam pembentukan opini publik. Tim kampanye digital setiap cagub tentunya telah memahami hal tersebut jauh hari sebelumnya. Semua bentuk informasi yang disebarkan oleh tim kampanye digital, di bidang apapun dan tak terbatas hanya dalam kampanye politik, harus disiapkan sematang dan seaktual mungkin. Netizen tentunya masih mengingat kasus terbaru cuitan Twitter mantan Ketua DPD RI, Irman Gusman, tak lama setelah dirinya diciduk KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) sehubungan kuota impor gula. Setelah ditegur keras oleh pimpinan KPK karena memutarbalikkan fakta sebenarnya, pembelaan diri via akun Twitter Irman itu – yang ternyata dilakukan oleh stafnya - pun akhirnya langsung dihapus.
Attention (Perhatian): Isi dan obyek kampanye pastinya sama-sama harus dapat menarik perhatian banyak orang. Tim kampanye cagub DKI boleh bersyukur karena ketiganya sudah memiliki sosok yang unik dan menarik. Tantangannya adalah menyelaraskan sosok cagub yang dikampanyekan tersebut dengan informasi yang inspiratif.
Information (Informasi): Inilah ‘jantungnya’ kampanye digital. Informasi yang disajikan wajib semakin akurat dengan fakta dan realita karakter serta keseharian sosok atau obyek yang dikampanyekan. Sekali saja terjadi manipulasi informasi, seperti kasus Twitter Irman, kepercayaan publik pun runtuh dan sulit untuk dipulihkan kembali.
Desire (Keinginan): Setelah berhasil menarik perhatian dengan menyajikan informasi kampanye yang terpercaya, maka target kampanye diharapkan dapat memiliki kecenderungan tertentu terhadap obyek kampanye. Minimal audiens menjadi lebih tahu tentang para sosok yang dikampanyekan dan semakin bersimpati dengan mereka.
Action (Aksi): Pastinya, aksi nyata audiens yang menjadi tujuan utama kampanye digital. Bentuknya bisa berupa membeli maupun menggunakan bagi produsen barang dan jasa atau memilih cagub tertentu di hari pilgub berlangsung. Kesimpulannya, kampanye digital memang proses yang harus dijalani setiap tahapannya dengan optimal dan maksimal tanpa harus tergoda untuk bermain curang apalagi kasar.
Salam Kompasiana.