Setelah menjadi Kompasianer sejak 20 Januari 2013, semakin saya mengagumi para penulis dan jurnalis di era sebelum komputer ada. Berbekal alat tulis manual seperti pensil dan pulpen, lembaran kertas berbentuk buku catatan, dan mesin tik konvensional, karya tulis mereka tetap bisa luar biasa kualitas maupun kuantitasnya. Bahkan ada pula yang menghasilkan tulisan terbaik mereka saat mendekam di penjara dengan peralatan menulis seadanya, contohnya Buya Hamka. Lalu, bagaimana dengan produktifitas penulis masa kini?
Kalau ditanya begini, saya mengakui termasuk ke dalam penulis kurang produktif. Sebagai blogger di rumah bersama para jurnalis warga bernama Kompasiana, tulisan saya baru berjumlah 83. Masih kurang 17 tulisan lagi jika ingin menggenapkan menjadi 100. Dihitung per bulannya sejak Januari 2013 hingga September 2015 (33 bulan), rata-rata tulisan yang saya publish di Kompasiana sekitar 2 hingga 3 artikel. Berarti belum tentu dalam seminggu sekali, saya mem-posting tulisan di Kompasiana. Jujur, saya salut dengan Kompasianer yang bisa konsisten menulis setiap harinya dengan tema beragam seperti Pak Tjiptadinata Effendi, Kompasianer of The Year pada Kompasianival 2014.
Boleh tidak ya, alasannya sibuk? Eh, tapi kalau sibuk, saya yakin banyak penulis, blogger, dan Kompasianer yang jauh lebih sibuk dari saya. Untuk jurnalis, dikejar-kejar deadline menjadi makanan sehari-hari mereka. Kurang fasilitas? Saya memiliki laptop dan smartphone. Sambungan internet juga bisa diakses 24 jam 7 hari. Nah, apalagi yang bisa dijadikan alasan? #MencariPembenaran
Ternyata eh ternyata, saya baru sadar. Saya kurang efektif dan efisien dalam mengatur waktu selama ini. Waktu selama 60 hingga 120 menit yang idealnya bisa digunakan untuk menulis 1 artikel, ternyata harus terpotong sekitar setengahnya untuk bolak-balik mengecek smartphone. Maklumlah, laptop dan smartphone saya belum terintegrasi cara kerjanya.
Sedangkan banyak bahan dan sumber referensi tulisan saya berasal dari hasil browsing internet di smartphone. Sayangnya, proses transfer tulisan dan gambar serta video dari smartphone ke laptop lumayan memakan waktu. Tambah lebih repot saat kabel data tertinggal sehingga proses kopi data tertunda. Belum lagi jika harus mengunduh (download) file berukuran besar, hadeuh…… Kesabaran tingkat tinggi mutlak diperlukan.
Nah, saat mengetahui Samsung telah meluncurkan Samsung Galaxy Note 5 pada 13 Agustus 2015 lalu, saya pun penasaran. Kira-kira, sudah adakah, fitur dari Samsung Galaxy Note 5 yang mampu menunjang produktifitas para penulis? Sehingga kapan saja dan di mana saja, ide tulisan bisa langsung dituangkan, disimpan dahulu, maupun langsung ditayangkan. Penundaan seringkali menyebabkan kelupaan bahkan hingga ketiadaan.
Siapa sangka, salah satu event Kompasiana di bulan September – pastinya bernuansa ceria - ternyata akan mengulik lebih detil tentang Samsung Galaxy Note 5, sedap! Lebih mantap lagi, 25 orang Kompasianer juga diberikan kesempatan meliput Samsung Galaxy Note 5 Unboxing. Tamat membaca artikel tentang sederet fitur canggih pada Samsung Galaxy Note 5 yang dimuat pada berita admin Kompasiana, saya pun langsung menyusun rencana pengunaan Samsung Galaxy Note 5 jika kelak saya memilikinya sesuai tujuan saya untuk lebih produktif menulis #KonsistenMenulisÂ
Layar lebih lebar namun semakin tipis (Lebar 5.7 mm dan tebal 7.6 mm)
Sebagai pengguna setia KRL alias Commuter Line, waktu perjalanan rutin saya manfaatkan untuk browsing referensi tulisan melalui smartphone. Nah, fitur dari Samsung Galaxy Note 5 ini yang kelak sangat membantu saya jika harus tetap menulis dan mencari bahan tulisan saat bepergian atau dalam perjalanan. Ditambah lagi dengan desainnya yang ergonomis sehingga tetap enak digenggam saat membaca tulisan tanpa khawatir akan terlepas dari genggaman.
S Pen, ‘asisten pribadi’ yang praktis dan simple untuk mencatat setiap ide