Mari cermati lalu atur sebaik-baiknya penggunaan THR pada Hari Raya Idul Fitri tahun ini (Ilustrasi: www.google.com)
Apa tiga kata yang identik dengan hari raya Idul Fitri atau Lebaran? THR. Belanja. Mudik. Terus… ibadahnya kapan nih? Hehehe… Insya Allah, setiap hal positif yang dilakukan selama Ramadhan akan dicatat sebagai amal kebaikan, Amin #RamadhanPenuhBerkah
Setelah THR diterima utuh, syukur Alhamdulillah, biasanya pertanyaan selanjutnya, “Mau untuk beli apa ya?” Kan namanya juga Tunjangan Hari Raya. Jadi boleh dong dihabiskan semuanya untuk Lebaran. Setahun sekali ini alias aji mumpung.
Dilema THR akan dihabiskan atau disisakan memang sering menjadi masalah klasik dari satu Lebaran ke Lebaran tahun berikutnya. Sekalipun sama-sama bermakna bonus, kebanyakan orang akan jauh lebih hati-hati dalam menghabiskan bonus selain THR, misalnya gaji ke-13 dari kantor. Begitu juga ketika mendapat harta warisan. Ada yang berminat langsung menghabiskan seluruh uang warisan dalam satu waktu sekaligus?
Lalu, kenapa orang bisa berbeda perilakunya ketika menghadapi THR dengan bonus selain THR? Bukankah intinya sama: Uang banyak yang diterima dalam satu waktu? Nah, hal ini bisa dijelaskan dengan teori Mental Accounting. Harap diingat, teori ini tidak hanya berlaku untuk seorang akuntan lho.
Teori mental accounting yang berasal dari cabang ilmu Ekonomi Perilaku (Behavioral Economics) ini berdasarkan fakta bahwa pada kehidupan sehari-hari, seseorang akan memperlakukan uang yang dimilikinya secara berbeda, tergantung dari asal uang dan kegunaan uang itu nantinya. Satu istilah kunci dalam teori mental accounting yaitu Fungibility atau “semua uang pada dasarnya sama dan tidak terikat label apapun (nilai uang sejatinya netral sesuai nominal yang dimilikinya).”
Ternyata tingkat kenetralan uang (fungibilitas) itu semakin berkurang ketika seseorang dihadapkan pada tiga hal berikut:
- Kekayaan atau asset saat ini/current wealth,
- Pendapatan saat ini/current income, dan
- Pendapatan di masa depan/future income.
Hasil riset oleh Thaler (1990) menunjukkan bahwa MPC (Marginal Propensity to Consume) atau kecenderungan seseorang untuk berbelanja yang terbesar proporsinya adalah ketika menerima pendapatan saat ini (current income) dan yang terendah waktu menunggu pendapatan yang akan datang (future income). Ah, inilah pasti sebab utama para produsen dan pengelola pusat perbelanjaan jor-joran memberikan diskon dan sale gede-gedean saat Lebaran.
Kecenderungan berbelanja (yang tinggi) dari para pemegang THR pastinya sudah diprediksi jauh-jauh hari oleh penyedia barang maupun jasa. THR sudah di tangan, ada tawaran (kumpulan) barang atau pelayanan dengan harga ‘ringan’ menjelang Lebaran, masakan uangnya didiamkan saja tanpa dibelanjakan? Padahal, sudah menjadi rahasia umum, barang maupun jasa yang didiskon itu sebelumnya pasti sudah dinaikkan harga dasarnya #RasioUntungRugi
So, enaknya gimana nih? Menghabiskan atau menyisakan dana THR? Pernah dengar istilah MBA atau ‘Manajemen by Amplop’ saat mengelola keuangan? Istilah ini ternyata diadaptasi dari teori Ekonomi Perilaku lainnya yaitu Partitioning (pembagian) yang mengacu pada "pembagian sumberdaya yang tersedia ke dalam bagian-bagian kecil sehingga tidak cepat habis dalam waktu singkat."
Makanya saya langsung tersenyum ketika membuka kaleng biskuit yang kini isinya dikemas dalam ukuran sachet satuan, bukan lagi biskuit utuh seperti dulu. Bisa ditebak kan, mana yang lebih cepat habisnya dari 5 lembar seratus ribu yang ditaruh semuanya dalam 1 amplop atau dibagi ke dalam 5 amplop terpisah (1 lembar Rp. 100.000,- per amplop)?