Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Suka Makan Buah Itu Karena Terbiasa

21 Juni 2015   10:58 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:42 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Pisang, pepaya, dan jeruk termasuk buah tropis yang bisa dikonsumsi

sepanjang tahun, termasuk saat Ramadhan (Dokpri)

“Pepaya mangga pisang jambu
Dibeli dari Pasar Minggu”

Mumpung ini hari Minggu, yuk belanja buah-buahan untuk buka shaum nanti. Eh, masih lama yaaa bukanya? Masih sekitar 7 jam lagi ke jam enam sore nanti hehehehe…..

Kalau ditanya, siapa yang buka shaumnya dengan buah, kemungkinan besar jawabannya akan seperti ini:
“Es buah termasuk makan buah juga kan?”
“Kolak pisang itu dihitung konsumsi buah enggak?”

 

Hasil survei (iseng-iseng tanpa hadiah hehehe) saya selama ini mendapati fakta yang lumayan menyedihkan: Buah-buahan segar itu bukan prioritas utama dalam menu makanan, termasuk di bulan Ramadhan. Makanya buah-buahan sering disebut sebagai hidangan penutup atau pencuci mulut. Tersedia syukur, absen pun tak apalah.

Memang sih, pisang, waluh/labu, dan timun suri termasuk primadona menu takjil saat adzan Maghrib berkumandang. Tapi, ingat lho…. Biasanya ketiganya sudah dalam bentuk olahan, sebut saja kolak pisang, es buah, dan pisang goreng. Orang Indonesia memang jawaranya kalau soal makan makanan gorengan, setuju? #KetagihanGorengan

Padahal, Indonesia itu terkenal sebagai zamrud khatulistiwa yang kaya sekali dengan ketersediaan buah tropisnya. Satu waktu, saya datang ke pameran dagang dari negara-negara ASEAN menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) 2015 di Bogor pada Agustus 2014. Saya terkesima dengan stand pameran dari negara Filipina. Negara berbahasa Tagalog tersebut menampilkan berbagai produk olahan dari buah-buahan, termasuk keripik (chips) dari papaya dan pisang yang banyak terdapat di Mindanao Selatan. Rasanya enak dengan kemasan (packaging) yang juga oke punya.

Sang penanggung jawab (person in charge) yang juga staf dari Departemen Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Filipina (DOST: Department of Science and Technology) – mirip Kemenristek di Indonesia – berujar kepada saya: “Kami sebenarnya ingin membawa buah-buahan segar dari Filipina. Tapi, kami menghormati Indonesia sebagai tuan rumah yang kaya akan variasi produk buah tropisnya. Jadi, kami bawa saja produk buah olahan.”

Nah, saat saya mengunjungi stand Indonesia, ternyata? Saya sama sekali tidak menemukan produk buah-buahan, olahan maupun yang segar. Duh, kecewa juga rasanya waktu itu. Padahal tadinya saya berharap bisa menemukan produk apel Malang dalam bentuk alami dan olahannya, seperti keripik apel yang terkenal kelezatannya. Namun, saya lalu menghibur diri dalam hati saat melihat jajaran tanaman hias di stand milik negeri sendiri: “Mungkin jenis tanaman hias Nusantara yang ingin diunggulkan dari stand Indonesia di pameran ini, bukannya buah-buahan.”

Menurut saya – berdasarkan pengalaman pribadi – konsumsi buah itu pastinya tak lepas dari kebiasaan makan dalam suatu keluarga yang terpola dari rumah. Saya jadi tambah ngeh alias sadar saat memperhatikan kebiasaan makan orang-orang di sekitar saya. Ada teman kuliah dulu yang ogah makan papaya karena katanya, “Di rumah, ibuku enggak pernah beli pepaya.” Ada pula rekan kerja yang langsung ‘horror’ tiap kali melihat orang makan buah-buahan secara langsung – seperti saat makan jeruk dan pisang - karena, “Ih, bikin belepotan, tahu! Mama bilang, kalau makan tuh harus rapi dan bersih.” Otomatis kawan saya itu baru mau makan buah segar saat sudah dikupas bersih, dipotong kecil-kecil plus garpu tersedia di piring. Urusan kupas-mengupas buah langsung membuatnya alergi makan buah.

Syukur Alhamdulillah, orang tua saya keduanya adalah pencinta buah segar. Setiap hari, minimal satu jenis buah segar tersedia di meja makan. Pepaya dan pisang yang rajin menghiasi menu makan keluarga kami sebab keduanya termasuk buah non-musiman sehingga bisa dipanen serta dikonsumsi sepanjang tahun. Selain pepaya dan pisang, jeruk juga sering kami beli. Menurut mereka, “Buah itu kaya serat dan vitamin C. Daripada beli obat flu, lebih baik beli buah saja.” Seseorang yang kurang mengonsumsi vitamin C, maka kekebalan (imunitas) tubuhnya akan berkurang sehingga rentan terserang penyakit, terutama virus influenza.

Ibu saya termasuk ibu-ibu yang cerdik saat membiasakan keempat buah hatinya untuk gemar makan buah segar. Sedari dini, seingat saya mulai SD, Ibu sudah melatih kami untuk belajar mengupas buah-buahan tropis yang memerlukan pisau, seperti pepaya dan mangga. Kata beliau, “Mampu mengupas buah dengan memakai pisau itu harus membuat kalian bangga karena hanya sedikit orang yang bisa.“ Jadilah saat dewasa dan hidup terpisah dari orang tua ketika kuliah, kami telah terbiasa mengupas buah sendiri.

Ada juga cara unik yang diajarkan Bapak dan Ibu saya saat kami masih kecil yang terus terkenang hingga kapan pun yaitu cara mengupas buah tropis berkulit keras seperti rambutan dan manggis. Mau tahu strategi jitunya? Jepit di antara pintu dan engselnya!

Nah, karena terbiasa dijejali dengan pisang (termasuk Sunpride) dan jeruk dari kecil oleh orang tua, kedua buah itu pula yang kini jadi favorit saya, termasuk saat bepergian harus membawa buah sebagai cemilan di jalan. Harganya lumayan bersahabat kok. Dijamin, buah tropis yang mayoritas manis itu tidak membuat kantong seseorang langsung jadi menipis. Praktis pula, tinggal dimasukkan ke tas dan bisa langsung dikupas dengan tangan tanpa perlu pisau apalagi engsel pintu hahahaha….

 

Makan buah segar dalam bentuk rujak juga bisa menjadi alternatif cara makan buah yang menyenangkan (Dokpri)

Makanya saat menginap di Lampung awal Juni 2015 ini, selama tiga hari berturut-turut saya rutin menyantap pisang rebus yang disediakan pihak hotel untuk sarapan. Selain pisang Lampung yang sudah direbus, potongan buah tropis seperti pepaya, melon, dan semangka juga disajikan di meja prasmanan hotel.

Tapi, bagi orang dewasa yang saat kecilnya dulu memang jarang makan buah segar, buah jenis apapun, dari jenis buah tropis ataupun non-tropis, akan terasa asing di lidahnya. Terbukti dari tamu hotel yang saya amati saat sarapan, hanya satu dua orang yang tertarik dengan menu pisang rebus maupun potongan buah segar.

Bahkan jika mau ditarik lebih jauh lagi, kebiasaan memakan buah-buahan itu sudah dimulai saat seorang ibu sedang mengandung calon buah hati dalam kandungannya. Hal itu karena asupan makanan yang disantap sang ibu hamil pasti diserap juga oleh jabang bayi di dalam perutnya. Itu jugalah yang menjadi alasan kuat bagi para dokter kandungan dan ahli gizi rutin mengingatkan ibu hamil untuk menyantap menu makanan bergizi, terutama buah segar. Ini sharing info yang sampai ke telinga saya dari keluarga, teman, dan rekan yang sudah merasakan kehamilan.

Jikalau begini caranya, ingin rasanya saya mengusulkan kepada pemerintah untuk menjadikan profesi tukang rujak buah sebagai kandidat duta buah nasional. Lho, kok bisa?

Sadar kan, rujak itu identik dengan potongan buah segar dan menu sejuta umat. Tinggal diatur saja level kepedasan sambal rujaknya sesuai selera. Bukan keripik pedas aja lho yang punya level pedas dari skala 1 hingga 10 hehehehe….. Untuk yang sedang ngidam, rujak jelas menu favorit. Saat hendak santai bersama teman dan rekan, kalimat ini juga kerap terdengar, “Ngerujak bareng yuk!” Ah, alah biasa memang karena terbiasa, tanpa terkecuali untuk urusan makan buah-buahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun