Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hobi Ernawati Ini Berbuah Cinta dan Rezeki

19 Mei 2015   20:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:49 1403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_418619" align="aligncenter" width="420" caption="Ernawati, wanita inspirasi Indonesia di bidang seni kaligrafi kontemporer (Foto: Dokumen Ernawati via WA)"][/caption]

Hobi biasanya ditekuni untuk menyenangkan hati.Selain itu, inspirasi atau ide-ide kreatif tak sedikit pula yang mengalir deras saat seseorang menjalani hobinya.Sayangnya, masih banyak orang yang menganggap hobi tidak dapat mendatangkan rezeki.Apalagi ketika hobi yang dimiliki berhubungan erat dengan seni.Jangan heran, seseorang yang bercita-cita menjadi seniman ujung-ujungnya akan ditanya, “Mau makan apa nanti? Seni itu cocoknya hanya sebagai hobi, bukan profesi.”

Sebagai penikmat seni, terutama seni lukis, saya sempatkan minimal sebulan sekali mengunjungi Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta.Bagi saya, seni adalah media yang tepat untuk menghaluskan rasa, budi, dan pekerti.Lokasi yang rutin saya datangi di TIM adalah Galeri Cipta II dan III yang menampilkan pameran koleksi seni rupa.Saya pernah bertanya kepada salah seorang staf TIM, apakah lukisan yang dipajang di sana dijual ke umum atau hanya sebatas dipamerkan.Ternyata lukisan di TIM juga dijual kepada masyarakat luas.Lukisan yang sudah terjual ditandai dengan bulatan merah di papan penanda judulnya.

Iseng sekaligus penasaran, selalu saya cek satu-persatu lukisan yang dipasang di dinding galeri TIM.Seringnya hanya 1 atau 2 lukisan yang sudah terjual.Saya berharap sambil terus berpikir positif bahwa koleksi lukisan di sana akan habis terjual semuanya di akhir waktu pameran nantinya.Jadi jika pelukis datang ke TIM dengan membawa setumpuk barang (lukisan), harapannya bisa pulang dengan sejumlah uang sebagai nafkah untuk keluarga tersayang.

Setelah sering mengunjungi pameran lukis di TIM, saya juga mendapati hal unik yaitu mayoritas pelukis adalah kaum pria. Jarang sekali saya temukan lukisan koleksi pelukis wanita.Fakta serupa saya jumpai pula saat menghadiri “Pameran Seni Rupa Kaligrafi: Hikmah Ramadhan” pada bulan Juli 2014 lalu.Hanya ada 2 – benar sekali, hanya dua – pelukis wanita dari 35 seniman (pelukis maupun kaligrafer atau pembuat kaligrafi) yang turut berpartisipasi dalam pameran kaligrafi tahunan setiap Ramadhan di TIM tersebut.Saya pernah sempat terpikirkan, apa jangan-jangan wanita memang lebih banyak berperan sebagai obyek lukisan dibanding sebagai pelukisnya?

[caption id="attachment_418626" align="aligncenter" width="384" caption="Salah satu hasil lukisan kaligrafi (kaligrafi kontemporer) karya Ernawati (Foto: Dokpri)"]

1432041512523026352
1432041512523026352
[/caption]

Berbekal nomor telepon dan alamat yang tertera pada buku katalog pameran yang kebanyakan masih saya simpan (dengan harapan suatu saat bisa membeli lukisan yang pernah dipamerkan di TIM), saya beranikan diri langsung menghubungi Ernawati, seorang kaligrafer wanita yang turut andil dalam pameran tersebut.Padahal, sebelumnya kami tidak pernah bertemu langsung apalagi sampai berkenalan.Bukankah lazimnya “tak kenal maka tak sayang?”

Awalnya saya sudah mengantisipasi jikalau Teh Erna – begitu wanita kelahiran Bogor, 27 September 1980 ini biasa dipanggil – akan menolak tawaran wawancara saya.Atau kalaupun tidak serta-merta menolak, bisa saja saya diminta memenuhi prosedur maupun proposal ini-itu terlebih dahulu (yang seringnya memakan waktu seperti yang sempat saya alami saat menghubungi beberapa narasumber sebelumnya sebagai kandidat wanita inspiratif) agar dapat bertemu dengannya dan mewawancarai dirinya hingga dibiarkan tanpa kepastian jawaban.But, we never know until we have tried, right?

Syukur Alhamdulillah, dugaan awal saya ternyata meleset.Teh Erna, seniwati dengan bakat seni kaligrafinya yang mengagumkan tersebut, sangat terbuka dengan tawaran wawancara yang saya ajukan.Menurut beliau via percakapan telepon, “Selama untuk kebaikan dan bermanfaat bagi banyak orang, Insya Allah akan saya selalu usahakan untuk bisa membantu.”Bahkan ketika saya minta hari itu juga, Senin 11 Mei 2015, untuk melakukan kunjungan dan wawancara ke rumahnya yang terletak di Pamulang, Tangsel, Banten, Teh Erna langsung menyetujuinya.

Maka, seusai mengajar di kampus sampai siang, sore harinya saya ditemani adik kelas, Siti, langsung berangkat dari Bogor menuju Pamulang Tangsel.Tadinya Teh Erna menawarkan saya untuk mewawancarainya pada Selasa pagi, 12 Mei 2015, agar waktu wawancaranya bisa lebih panjang hingga siang hari.Namun, karena terbentur dengan jadwal saya memberi kuliah pada pagi hingga siang hari, saya pun tidak menyanggupinya.Selain itu, saya juga ingin memberi kesempatan kepada Teh Erna untuk mempersiapkan diri menuju lomba kaligrafi tingkat nasional di Ambon selama seminggu yang dimulai dari Rabu, 13 Mei 2015.Teh Erna sendiri berangkat menuju Ambon pada Selasa malamnya.

Perjuangan menembus kemacetan dari Kota Bogor selama 4 jam saat menuju rumah Teh Erna di Gang Salak – karena berbarengan dengan jam pulang kantor di hari Senin – langsung lunas terbayarkan sesampainya kami di sana.Sebelum adzan Maghrib menggema, saya masih sempat berbincang terlebih dahulu sejenak dengan Teh Erna dan suaminya, seorang kaligrafer juga seperti dirinya, Bapak Nurkholis.Suami Teh Erna dulunya adalah guru kaligrafinya di Lemka (Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an) yang berlokasi tak jauh dari UIN Syarif Hidayatullah Ciputat.

[caption id="attachment_418622" align="aligncenter" width="384" caption="Ernawati dan suami tercinta, Nurkholis, pasangan seniman kaligrafi dengan jilbab hasil kreasi sang istri yang dipasarkan suami (Foto: Dokpri)"]

1432041278311108433
1432041278311108433
[/caption]

Jawaban bijak yang saya ingat dari Teh Erna ketika saya tanya di awal wawancara, kenapa berani memilih profesi sebagai kaligrafer, bahkan hingga mantap menikah dengan sesama seniman kaligrafi, adalah “Lakukan suatu hal dengan kesenangan sehingga akhirnya sudah tidak terasa lagi seperti bekerja setiap kali kita melakukannya.”Wow, dalam sekali maknanya!

Apalagi di zaman sekarang, ketika sebagian besar orang menganggap pekerjaan lebih sebagai beban dan bukannya kegemaran.Apa mungkin karena itulah hasil akhir kerjanyanya menjadi tidak maksimal apalagi optimal? Memang tidak bisa dipungkiri orang mencari uang dengan bekerja.Namun, jika harus memilih antara dua pekerjaan yang satunya dikerjakan dengan sepenuh hati sementara lagi satunya hanya setengah hati, kira-kira mana yang akan seseorang pilih?Saya pernah membaca kutipan bagus yang berbunyi, “Life is all about choices. Make sure you choose the meaningful ones.”

Keputusan Teh Erna tersebut sangat tepat rupanya.Dirinya blak-blakan berbagi kisah bahwa biaya pernikahannya di tahun 2004 dibiayai bersama suaminya dari seni melukis kaligrafi yang ditekuninya.Begitu pula dengan dana pembangunan rumah mereka yang dibangun sejak tahun 2009 hingga 2014 lalu.Kendaraan berupa mobil Kijang lama yang mereka miliki juga merupakan hasil manis dari hobi sekaligus profesi dalam bidang kaligrafi.

[caption id="attachment_418628" align="aligncenter" width="384" caption="Rumah dan kendaraan ini diperoleh dari hobi kaligrafi yang ditekuni menjadi profesi oleh Ernawati (Foto: Dokpri)"]

1432041648221812386
1432041648221812386
[/caption]

Baik Teh Erna dan juga suaminya sama-sama dapat melaksanakan haji ke Tanah Suci Mekkah dengan hadiah yang mereka peroleh dari kompetisi dan pesanan seni kaligrafi.Tidak hanya itu saja, orang tua mereka dari kedua belah pihak juga dapat mereka berangkatkan haji dari hadiah uang dalam kompetisi kaligrafi yang mereka ikuti.Orang tua keduanya, terutama orang tua Teh Erna, yang awalnya sempat meragukan kaligrafi dapat menghidupi sang buah hati bersama suami, akhirnya kini sangat mendukung dirinya untuk terus beristiqomah atau konsisten dengan seni lukis kaligrafi.

Teh Erna telah memilih untuk menekuni seni kaligrafi sebagai panggilan hidupnya sehingga rezeki plus prestasi dengan lebih mudah diraihnya karena dirinya selalu bersemangat saat menjalaninya.Dirinya mengungkapkan bahwa karena kaligrafi diawali sebagai hobi yang ternyata sukses mendatangkan rezeki lahir sekaligus batin sehingga dirinya dan suaminya dapat bekerjasama dengan, baik ketika di dalam maupun di luar rumah.Contohnya, ketika sang suami mendapat pesanan menghias masjid dengan dekorasi dari lukisan kaligrafi, Teh Erna turut pula membantunya.Sementara itu, sang suami ikut membantu memasarkan kain jilbab berhias kaligrafi hasil karya lukisan tangan Teh Erna sendiri – tanpa bantuan mesin – melalui online marketing, terutama media sosial.

Pasangan tersebut, Teh Erna dan Pak Nurkholis, bisa dinobatkan sebagai salah satu contoh ideal pasangan yang berhasil menyatukan cita dan cinta sehingga bisa berjalan seiring dan sejalan serta menghasilkan kebahagiaan sekaligus pendapatan. Di dinding ruang tamu Teh Erna, terpajang lemari kaca yang berisi koleksi piala yang berhasil mereka berdua kumpulkan sejak tahun 2001 dengan mengikuti Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) mulai tingkat kabupaten, propinsi, hingga nasional, dalam kategori seni kaligrafi.

[caption id="attachment_418635" align="aligncenter" width="288" caption="Koleksi piala dari kompetisi kaligrafi yang telah dijuarai Ernawati selama ini (Foto: Dokpri)"]

1432041867384992123
1432041867384992123
[/caption]



Teh Erna sendiri telah belajar kaligrafi sejak tahun 1999.Sebelumnya, dirinya sempat mengajar bahasa Arab di berbagai sekolah berbekal ijazah sarjana tarbiyah (pendidikan) Bahasa Arab dari UIN Syarif Hidayatullah.Seni melukis kaligrafi saat itu hanya dilakukannya sebatas hobi dan belum menjadi profesi.Namun, kaligrafer wanita yang tahun ini tepat berusia 35 tahun kemudian menyadari bahwa berbagi ilmu itu memang harus dilakukan setiap orang, apapun profesinya.Sejak itulah, dirinya yakin untuk menekuni kaligrafi bersama sang suami tercinta.

Wawancara saya dengan Teh Erna dihentikan sejenak untuk melaksanakan sholat Maghrib.Ternyata, rumah Teh Erna bersebelahan dengan masjid yang setiap hari – terutama di sore hari – digunakan sebagai tempat TPQ atau Taman Pendidikan Al-Qur’an.Selain mengajarkan bacaan Al-Qur’an, TPQ yang dibina dan diasuh langsung oleh Teh Erna dan suaminya itu juga mengajarkan seni kaligrafi kepada murid-muridnya.Mau tahu berapa biaya yang harus dibayar setiap murid setiap bulannya? HANYA dengan membayar Rp. 20.000 hingga 30.000 per bulannya! Biaya yang luar biasa murah untuk mengapresiasi seni kaligrafi yang masih sangat sedikit orang yang menguasainya sebagai hobi, apalagi hingga serius menekuninya sebagai profesi untuk memperoleh pundi rezeki seperti Teh Erna.

[caption id="attachment_418637" align="aligncenter" width="384" caption="Masjid ini menjadi tempat Ernawati bersama suami mengajari seni kaligrafi kepada para generasi muda di sekitar Gang Salak Pamulang Tangsel (Foto: Dokpri)"]

14320419791204920877
14320419791204920877
[/caption]

Sekalipun dibayar murah, Teh Erna tetap menganggapnya sebagai salah bentuk pengabdian dan ikhtiarnya dalam memajukan seni kaligrafi di Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim, khususnya kepada generasi muda di sekitar rumah Teh Erna di daerah Gang Salak, Pamulang, Tangsel.Teh Erna bercita-cita menjadikan Gang Salak sebagai Kampung Kaligrafidi Indonesia seperti halnya Kampung Berbahasa Inggris di Pare Jawa Timur dan Kampung Seni Lukis di Jelekong Bandung Jawa Barat yang sudah mendunia nama keduanya hingga tingkat internasional.Semoga impian dan harapan mulia Teh Erna nantinya bisa menjadi kenyataan dengan adanya dukungan dari pemerintah kota, terutama Dinas Pariwisata di Kota Tangsel.

Wawancara sesi kedua saya dengan Teh Erna lebih banyak berisi tentang kiprah kaligrafer wanita di Indonesia dan prestasinya.Menurut beliau, tidak sedikit kaligrafer wanita yang setelah menikah kemudian menjadi vakum atau menurun kiprahnya. Penyebabnya antara lain karena lebih fokus ke rumahtangga atau suaminya tidak mendukung hobi ataupun karir sang istri sebagai kaligrafer.Maka itulah, dirinya sangat bersyukur dengan memiliki pasangan hidup yang sangat memahami sekaligus mendukung setulus hati karirnya di bidang seni kaligrafi.

[caption id="attachment_418640" align="aligncenter" width="384" caption="Interview dengan Ernawati turut pula didampingi oleh sang putri yang begitu imut dan menggemaskan (Foto: Dokpri)"]

1432042156377820497
1432042156377820497
[/caption]

Tanpa harus terlalu sering bepergian keluar rumah, kecuali saat mengikuti kompetisi atau pameran kaligrafi, Teh Erna tetap dapat menjalani seni kaligrafi sambil mengurus suami dan anak-anaknya di rumah.Waktu yang diperlukan dirinya untuk menyelesaikan satu lukisan kaligrafi berkisar antara 8 hingga 24 jam.Itu pun tidak harus dikerjakannya terus-menerus.Seringkali malah lebih banyak dikerjakannya di sela-sela waktunya sebagai istri dan ibu dari 3 orang anak yaitu 2 putra dan seorang putri.Pesan penting bagi semua orang yang berencana atau sedang membina hubungan serius, terutama untuk wanita lajang: Carilah pasangan hidup yang konsisten mendukung keberhasilan satu sama lain #SupportivePartner

[caption id="attachment_418642" align="aligncenter" width="288" caption="Salah satu contoh kaligrafi naskah untuk lembaran Al-Qur"]

1432042263811288352
1432042263811288352
[/caption]

Pengalaman Teh Erna sendiri dengan mengikuti kompetisi kaligrafi boleh dibilang luar biasa mengesankan dan pastinya membanggakan, terutama dari sisi prestasi.Hingga 2015 ini, dari 6 kali dirinya mengikuti lomba kaligrafi di MTQ nasional, baru sekali dirinya tidak lolos hingga babak final.Ada empat kategori lomba kaligrafi yang dipertandingkan yaitu Naskah (penulisan kaligrafi berwarna hitam putih untuk lembaran Al-Qur’an), Mushaf (kaligrafi untuk sampul dan halaman depan Al-Qur’an), Dekorasi (kaligrafi untuk hiasan di masjid), dan Kontemporer (kaligrafi yang digabungkan dengan lukisan).

[caption id="attachment_418643" align="aligncenter" width="384" caption="Kaligrafi mushaf untuk sampul dan halaman awal yang dihasilkan Ernawati (Foto: Dokpri)"]

14320424205400187
14320424205400187
[/caption]

Teh Erna berhasil menjuarai sedikitnya satu kali untuk setiap kategori lomba kaligrafi yang telah disebutkan atas.Prestasi gemilangnya tersebut belum ada yang menyamai hingga kini, tak terkecuali untuk kaligrafer pria.Bahkan untuk kategori kaligrafi kontemporer, dirinya telah meraih juara pertama sebanyak 4 kali.Padahal dari semua jenis kaligrafi, kaligrafi kontemporer inilah yang tersulit pembuatannya.Ini karena kontemporer yang menyatukan jenis-jenis aliran lukisan dengan seni kaligrafi ini tidak mengikuti kaidah kaligrafi pada umumnya.Meskipun demikian, tingkat keterbacaan lafal Al-Qur’an dalam kaligrafi kontemporer harus tetap tinggi.Sebagus apapun lukisannya, jikalau kaligrafinya malah tidak jelas terbaca, khususnya bagi dewan juri dalam kompetisi kaligrafi, maka nilainya akan langsung turun drastis secara keseluruhan.

[caption id="attachment_418645" align="aligncenter" width="384" caption="Kaligrafi untuk dekorasi masjid yang dikerjakan Ernawati bersama suaminya, Nurkholis (Foto: Dokpri)"]

1432042532807148532
1432042532807148532
[/caption]

Sekalipun sulit, Teh Erna sudah bertekad untuk tetap konsisten menekuni seni kaligrafi kontemporer.Untuk mempromosikan budaya Indonesia melalui kaligrafi, dirinya memilih motif batik sebagai media lukisannya.Teh Erna juga ingin kaligrafi kontemporer bermotif batik menjadi ciri khas seni kaligrafi dari Indonesia.Langkah yang benar-benar nasionalis dan strategis karena batik telah ditetapkan salah satu badan PBB, UNESCO, sebagai warisan asli budaya Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun