Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mana yang Lebih Terkenal, BKKBN atau Programnya?

10 Oktober 2014   23:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:33 904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ternyata, program KB jauh lebih populer daripada BKKBN.Kesimpulan menarik tersebut saya peroleh setelah menanyakan tentang BKKBN kepada sejumlah orang. Hasil temuan itu membuat saya lalu memutuskan untuk melakukan survei kecil terhadap para mahasiswi dari dua kampus di Bogor mengenai BKKBN.Bagaimana hasil dari penelitian sederhana tersebut? Berikut ini liputannya.

[caption id="attachment_365405" align="aligncenter" width="420" caption="Penulis sedang menerangkan cara pengisian kuesioner penelitian tentang BKKBN kepada para mahasiswi (Dokumen pribadi)"][/caption]

Penulis sedang menerangkan cara pengisian kuesioner penelitian tentang BKKBN kepada para mahasiswi (Dokumen pribadi)

Penelitian tentang Pengetahuan Kependudukan

Sebelum melakukan penelitian, saya sebelumnya bertanya secara informal kepada keluarga, teman, dan rekan kerja tentang BKKBN, Bonus Demografi, dan GenRe (Generasi Berencana).Jawabannya beragam, dari mulai yang serius hingga gurauan.Untuk BKKBN, mayoritas mengetahui tentang program KB.Tak sedikit pula yang bercanda dengan menyebut KB sebagai Keluarga Besar. Namun, sebagian besar tidak mengetahui kepanjangan BKKBN maupun status kelembagaannya.

Saat ditanya mengenai Bonus Demografi, masih banyak orang yang ternyata baru pertama kalinya mendengar istilah tersebut.Bahkan ada yang berseloroh dengan menjawab bahwa yang mereka tahu adalah bonus tengah dan akhir tahun – selain gaji bulanan - dari kantor mereka.Ada juga yang mengira istilah Bonus Demografi termasuk istilah politik karena terkecoh dengan kata ‘demo’.

Selanjutnya dengan program GenRe dari BKKBN, jawaban spontan mereka adalah genre sama dengan aliran atau jenis, terutama musik.Saat ditambahkan informasi bahwa Genre merupakan program BKKBN, kejadiannya mirip dengan Bonus Demografi.Kedua istilah itu ternyata masih belum terlalu terdengar gaungnya di kalangan masyarakat luas.

[caption id="attachment_365406" align="aligncenter" width="420" caption="Para mahasiswi yang menjadi responden penelitian tetap semangat mengisi kuesioner sekalipun duduk di lantai (Dokumen Pribadi)"]

1412931205323286731
1412931205323286731
[/caption]

Para mahasiswi yang menjadi responden penelitian tetap semangat mengisi kuesioner sekalipun duduk di lantai (Dokumen Pribadi)

Oleh karena itu, pada hari Selasa dan Rabu, 7 dan 8 Oktober 2014, saya melakukan penelitian kecil dengan membagikan kuesioner berisi 20 pertanyaan singkat tentang BKKBN, Bonus Demografi, dan Genre, kepada sebanyak 38 orang mahasiswi.Responden penelitian saya mengenai kependudukan tersebut berasal dari Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia dan Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor.

Sebagai seorang akademisi, awalnya saya berharap dapat menyebarkan kuesioner kepada lebih banyak lagi mahasiswa.Namun, keterbatasan waktu membuat saya akhirnya mengambil jalan tengah yang realistis sekaligus tetap teoritis.Menurut Gravetter dan Forzano dalam buku Research Methods for The Behavioral Sciences (2012), semakin besar jumlah dan ukuran sampel penelitian, maka semakin besar pula keterwakilan suatu populasi yang diteliti.Selain itu, nilai keakuratan jumlah sampel penelitian meningkat secara signifikan ketika jumlahnya bertambah dari 4 hingga 16 lalu ke 25. Namun, setelah melewati angka 25, level akurasi menurun perlahan dan cenderung stabil serta mendatar.Maka itulah, para peneliti lalu banyak yang menggunakan angka 25 atau 30 sebagai batas minimal jumlah sampel yang representatif dalam suatu penelitian.

KB Lebih Dikenal daripada BKKBN

Alasan saya hanya menyebarkan kuesioner tentang BKKBN kepada sejumlah mahasiswi karena selama ini KB memang lebih identik dengan kaum perempuan.Faktanya di masyarakat, alat kontrasepsi memang lebih banyak diperuntukkan bagi para istri dan ibu.

Para mahasiswi yang menjadi sampel penelitian ini ternyata sebagian besar termasuk hasil program KB yang sempat sukses dan populer di era Orde Baru.Mereka lahir pada era Pelita VI yang dimulai tahun 1993 hingga 1998.Hal ini bisa terlihat dari rataan usia mereka yaitu 18 tahun dan jumlah saudara kandung yang mereka miliki sebanyak 2 orang atau 2 hingga 3 orang anak per keluarga.

Suksesnya program KB tersebut bisa jadi juga terkait dengan tingginya tingkat pendidikan orang tua para mahasiswi karena kemungkinan besar mereka menikah setelah lulus SMU.Tingkat pendidikan terakhir dari mayoritas ayah maupun ibu mahasiswi adalah SMU.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian UNICEF tahun 2006 dan dimuat dalam artikel jurnal ilmiah Sari Pediatri, Volume 11, Nomor 2, Agustus 2009.Menurut penelitian yang dikutip oleh peneliti dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran dan RS Hasan Sadikin Bandung, Eddy Fadlyana dan Shinta Larasaty, “pernikahan di usia dini umumnya berhubungan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan.Semakin muda usia menikah, maka semakin minim tingkat pendidikan yang dapat dicapai seorang anak. Pendidikan yang lebih tinggi cenderung membuat seseorang menunda waktu pernikahannya.”

Temuan menarik dari hasil penelitian ini adalah para mahasiswi ternyata jauh lebih familiar dengan program dan slogan KB yang lama, Dua Anak Lebih Baik, daripada tentang BKKBN sebagai badan pengelola program KB.Saat ini, slogan KB kembali menjadi Dua Anak Cukup.Para mahasiswi juga hanya sedikit (37 persen) yang mengetahui dengan tepat kepanjangan BKKBN yaitu Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.

Mereka pun masih banyak yang belum mengetahui (92 persen) bahwa BKKBN akan berubah menjadi Kementerian Kependudukan di kabinet pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla pada tahun 2014 – 2019 mendatang.Berikut ini adalah tabel yang memuat data karakteristik keluarga dan jawaban mahasiswi tentang BKKBN beserta program KB.

Rataan Profil Keluarga Mahasiswi

No

Karakteristik

Rataan

1

Asal Daerah

Jawa Barat

3

Usia Mahasiswi

18.6 tahun

4

Pendidikan Terakhir Ayah

SMU

5

Pendidikan Terakhir Ibu

SMU

6

Jumlah saudara kandung

2 orang

Persentase Pengetahuan Mahasiswi tentang BKKBN

No

Pengetahuan tentang BKKBN

Tahu (%)

Tidak Tahu (%)

1

Keberadaan BKKBN

29 orang (76)

9 orang (24)

2

Kepanjangan BKKBN

14 orang (37)

24 orang (63)

3

Status kelembagaan BKKBN saat ini

15 orang (39)

23 orang (61)

4

Perubahan BKKBN menjadi Kementerian Kependudukan

3 orang (8)

35 orang (92)

5

KB adalah program BKKBN

27 orang (71)

11 orang (29)

6

Slogan KB: Dua Anak Lebih Baik

37 orang (97)

1 orang (3)

Bonus Demografi, Berkah atau Musibah?

Bonus Demografi di Indonesia akan terjadi pada periode tahun 2020 hingga 2035 mendatang.Sayangnya, hal tersebut belum banyak disadari oleh penduduk Indonesia sendiri, tak terkecuali para mahasiswa.Hanya sebanyak 5 orang mahasiswi (13 persen) yang menjadi responden penelitian ini yang sudah mengetahui tentang adanya Bonus Demografi.

Tak heran, mereka juga tidak bisa menjawab dengan tepat tentang rentang waktu Bonus Demografi.Namun, pertanyaan tentang rentang usia produktif dari 16 hingga 65 tahun hanya dijawab salah oleh satu mahasiswi.Sedangkan definisi Bonus Demografi diketahui setengah dari jumlah sampel penelitian.Sosialiasi dan optimalisasi Bonus Demografi wajib diintensifkan kepada masyarakat sehingga bonus kependudukan tersebut menjadi berkah, bukannya musibah.

Persentase Pengetahuan Mahasiswi tentang Bonus Demografi

No

Pengetahuan tentang Bonus Demografi

Tahu (%)

Tidak Tahu (%)

1

Keberadaan Bonus Demografi

5 orang (13)

33 orang (87)

2

Rentang tahun Bonus Demografi: 2020 - 2035

2 orang (5)

36 orang (95)

3

Rentang Usia Produktif: 16 – 65 th

37 orang (97)

1 orang (3)

4

Definisi Bonus Demografi:

Jumlah penduduk usia produktif lebih besar

daripada usia non-produktif

19 orang (50)

19 orang (50)

Yuk, Jadi GenRe untuk Hidup Lebih OK

Kelompok sasaran program Generasi Berencana (Genre) dari BKKBN, yaitu:

1.Remaja yang berusia 15-24 tahun dan belum menikah,


  1. Mahasiswa dan mahasiswi yang belum menikah,
  2. Keluarga,
  3. Masyarakat yang peduli terhadap kehidupan para remaja

Program GenRe (Generasi Berencana) disosialisasikan ke berbagai sekolah dan perguruan tinggi sebagai respon atas undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Pasal 48 ayat 1 (b) undang-undang itu mengatakan “Peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga“.

Sama halnya dengan keberadaan Bonus Demografi, para mahasiswi juga masih sedikit yang mengetahui tentang Genre dan seluk-beluknya.Sedangkan Genre bertujuan untuk menyiapkan perencanaan kehidupan berkeluarga bagi remaja yang meliputi jenjang pendidikan, karir profesional, dan menikah serta memiliki anak sesuai siklus kesehatan reproduksi.

Persentase Pengetahuan Mahasiswi tentang Generasi Berencana

No

Kriteria

Tahu (%)

Tidak Tahu (%)

1

Keberadaan program Genre

5 orang (13)

33 orang (87)

2

Kepanjangan Genre

2 orang (5)

36 orang (95)

3

Rentang Usia Sasaran Genre:

15 – 24 tahun

16 orang (42)

22 orang (58)

Usia 23 tahun menjadi usia yang paling banyak direncanakan oleh mahasiswi untuk menikah (37 persen).Pada usia tersebut mereka umumnya sudah lulus kuliah dan telah bekerja.Menurut UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, batas usia minimal untuk menikah bagi perempuan adalah 16 tahun dan laki-laki 19 tahun.Menurut program Genre, usia 21 menjadi usia minimal saat seseorang menikah untuk pertama kalinya.



Sementara itu, 2 dan 3 orang anak sama-sama menjadi jumlah favorit bagi mahasiswi setelah mereka berkeluarga nanti.Namun, masih ada mahasiswi yang berencana untuk memiliki anak lebih dari 4 orang.Saat penulis menyampaikan informasi tentang besaran biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh orang tua untuk SEORANG anak dari TK hingga tingkat sarjana di perguruan tinggi bisa menembus nominal dalam milyar, para mahasiswi banyak yang terkejut dan setengah tak percaya.

Di lain pihak, para mahasiswi tersebut menjadikan bidang ekonomi sebagai prioritas paling utama yang dicemaskan sehingga harus direncanakan sebaik mungkin di masa depan (66 persen).Bidang agama menyusul setelahnya (53 persen), lalu di tempat ketiga terbanyak sama-sama diisi oleh bidang pendidikan dan budaya (47 persen).Bidang hukum menjadi prioritas terendah yang dicemaskan oleh para mahasiswi di masa depan (24 persen).Temuan ini semoga dapat menjadi informasi penting yang berharga untuk BKKBN agar bisa menggabungkan bidang ekonomi, agama, pendidikan, dan budaya serta instansi yang terkait dengan keempat bidang tersebut dalam pelaksanaan program Genre yang optimal.

Penelitian kecil tentang BKKBN ini tentu saja masih jauh dari sempurna dan memiliki kekurangan di sana-sini.Namun, penulis berharap, tetap ada manfaat yang dapat diperoleh dari data yang telah terkumpul dan disajikan di atas.Tentunya dengan mengikuti Nangkring bareng BKKBN di Jakarta, 14 Oktober 2014 mendatang, pengetahuan Kompasianer tentang BKKBN dan program-programnya akan bertambah secara kualitas maupun kuantitas.

Salam Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun