Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Reportase IIBF 2014: 6 Fakta Menarik dari Print vs Digital Books

2 November 2014   19:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:52 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pepih dan Putut menyampaikan fakta bahwa kedatangan bos Facebook, Mark Zuckerberg, ke Indonesia pada bulan Oktober 2014 lalu, tidak hanya bermotif amal atau filantrofi.  Menurut keduanya, FB dan Google kini sama-sama sedang membidik dan bersaing dalam memasarkan digital books di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.

Eric menuturkan, Apple dengan Apple Store-nya dan Google yang mengusung Google Play juga semakin agresif dan intensif menguasai pasar buku digital.  Taboon Books, penerbit buku digital miliknya yang berbasis di Korea dan juga AS didirikan dengan memanfaatkan adanya fasilitas IT yang beragam dalam persaingan buku digital di dunia. Nama 'Tabon' sendiri merupakan gabungan dari kata 'TABlet' dan 'ON'.  Putut memuji Eric dengan menyebutkan bahwa nama 'Tabon' tersebut kreatif, unik, mudah diingat dan juga gampang diucapkan.

6. Print vs Digital Books, Pemerintah vs Swasta?

Pepih dan Putut sama-sama menyayangkan pemerintah Indonesia yang belum peduli dengan adanya infrastruktur IT, khususnya kecepatan internet, yang menjadi syarat mutlak dalam akses buku digital. Minimnya infrastruktur IT tersebut membuat para penerbit buku di Indonesia, dalam hal ini pihak swasta, harus jatuh-bangun dalam menghadapi kebangkitan era digital dalam industri buku belakangan ini.

Fakta itu membuat penulis tertarik untuk menanyakan kepada Eric mengenai kepedulian pemerintah Korea dan bagaimana pengaruhnya dengan adanya perkembangan buku digital di Negara Ginseng tersebut.  Eric kemudian menjawab, pemerintah Korea memfasilitasi para penerbit buku di Korea dengan cara lelang terbuka untuk pengadaan buku digital, utamanya yang akan dipakai sebagai buku teks pendidikan dan buku pengisi perpustakaan. Selain buku digital, video juga banyak tersedia dan digunakan sebagai media pendidikan di Korea.

Pada penjelasan di awal presentasinya, Eric sempat menanyakan tentang kecepatan internet di Indonesia kepada Putut dan Pepih.  Saat Indonesia masih dalam level 3G, Korea kini sudah menembus 5G atau kecepatan berinternet puncak bisa mencapai 10G per detik atau hanya butuh 1 detik untuk mengunduh maupun mengunggah sesuatu di internet.

Nah, itulah enam fakta menarik dari era 'perang' buku cetak menghadapi gempuran buku digital menurut narasumber Nangkring IIBF 2014 di Jakarta.  Di akhir presentasinya, Eric mengungkapkan sejatinya ke depannya print books dan digital books akan saling melengkapi dan bukannya saling menghabisi.  Menurut Pepih, sekalipun tidak sepraktis buku digital, pembaca buku cetak tentunya akan merasakan sensasi kenyamanan yang khas saat memegang dan membalik lembaran kertas yang dibacanya.  Silakan dicoba saat ini juga, dijamin ketagihan!

Salam Kompasiana


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun