Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Berbagi Cerita juga Tawa Bersama Kompasianer dan Satria JNE

4 Desember 2014   06:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:05 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_380355" align="aligncenter" width="448" caption="Kompasianer dan Satria JNE di Lobby Hotel Eastparc Yogya, Sabtu 29 November 2014 (Dokumentasi Kompasianer Okti Li)"][/caption]

Bersama kita bisa.Itulah kesimpulan manis saya setelah mengikuti blog trip JNE di Yogya bersama Kompasianer selama 3 (tiga) hari, Sabtu - Minggu, 28 - 30 November 2014.Kekompakan dan kerja tim yang solid membuat perjalanan di Yogya menyenangkan sejak awal hingga akhir.

Kebersamaan yang saya rasakan sebagai Kompasianer bersama para Satria JNE – sebutan untuk staf JNE - sudah terasa sejak Mbak Ririn, salah seorang staf Media Relations Department JNE menelepon saya pada hari Rabu 19 November 2014, pukul 10 pagi WIB.Suara Mbak Ririn yang ramah membuat hati saya langsung terbang ke langit ke tujuh saat mengetahui saya terpilih sebagai salah satu Kompasianer yang berhasil terpilih untuk mengikuti rangkaian kegiatan ulang tahun JNE ke-24 di Yogyakarta. “Alhamdulillah, Mbak,” komentar spontan saya saat itu otomatis membuat Mbak Ririn tertawa.

[caption id="attachment_380407" align="aligncenter" width="448" caption="Yang mau ikut ke Yogya, ayo angkat tangan supaya bisa terdaftar! seru Mbak Ririn dari JNE"]

14176218461727741117
14176218461727741117
[/caption]

Pengirim email dari JNE via stafMedia Relations Department antara lain Mas Rian, Mbak Ria, dan Mbak Eva. Email berisi jadwal acara dan segala info kegiatan kami di Yogya terus update mulai Rabu hingga Jum’at, 19 – 28 November 2014.Kekompakan Kompasianer dan Satria JNE selanjutnya saya alami sendiri saat kami mendiskusikan tentang cara keberangkatan saya dan Kompasianer Okti Li dari Cianjur – yang lebih akrab saya panggil dengan sebutan Teteh Lilis – ke bandara Soekarno-Hatta di hari-H keberangkatan, Jum’at 28 November 2014.Mbak Dewi dan Mas Yahdi, rekan Mbak Ririn lainnya di Departemen Relasi Media JNE, yang bertugas mengatur keberangkatan saya dan Teteh karena lokasi kami yang berdekatan.

[caption id="attachment_380359" align="aligncenter" width="448" caption="Mas Yahdi JNE, Kompasianer Okti Li, Mbak Dewi JNE, dan penulis (Dokumentasi Kompasianer Okti Li)"]

14176114062047266216
14176114062047266216
[/caption]

Awalnya saya berencana akan menaiki bus Damri ke Bandara Soeta dari Bogor.Ternyata, rencana Allah swt jauh lebih indah dan baik.Mbak Dewi menawarkan saya untuk menginap semalam di Jakarta bersama Teteh karena lokasi Bu Lilis – begitu panggilan Satria JNE ke Kompasianer Okti Li yang memiliki artikel terpopuler di Kompasiana tahun 2010 – di Cianjur tidak memungkinkannya sampai di Jakarta jam 4 pagi.

Setelah saya dan Teteh berkoordinasi secara intensif dengan Mbak Dewi dan Mas Yahdi via telepon sejak Selasa hingga Jum’at, 25 sampai 28 November 2014, maka akhirnya saya bertemu muka juga dengan Teteh di acara Nangkring PU di Blok M, Kamis 27 November 2014.Sebelumnya saya dan Teteh baru berkomunikasi via sms.

Meskipun baru pertama kali kopi darat, saya dan Teteh langsung akrab.Di Nangkring PU itu pun saya bertemu Mas Agung Han, Kompasianer lainnya yang ikut berangkat ke Yogya.Mas Agung sebelumnya memberi tahu Teteh tentang saya yang tinggal di Bogor saat Teteh masih bingung mencari teman untuk menginap berdua di hotel sebelum berangkat ke bandara esok paginya.Beliau menginformasikan pula kepada kami berdua bahwa kami bisa menaiki bus Damri ke Cengkareng dari Blok M.Senangnya dengan kentalnya persaudaraan dan tolong-menolong yang ada di antara sesama Kompasianer sejak awal keberangkatan kami ke Yogya.

Mas Agung, Teh Lilis, dan saya juga sempat berbincang sejenak dengan admin Kompasiana, Mas Nurulloh dan Mas Deri Fadilah setelah acara Nangkring PU berakhir.Kedua bapak muda yang kompak berkacamata tersebut adalah perwakilan dari manajemen Kompasiana yang bertugas mendampingi para Kompasianer selama di Yogya. Awalnya saya pikir mereka berdua adalah tipe-tipe serius, ternyata? Raditya Dika, blogger kocak itu pun rasanya bisa mereka kalahkan di panggung stand-up comedy!

[caption id="attachment_380365" align="aligncenter" width="448" caption="Duo kocak dari admin Kompasiana, Mas Deri (memakai jam tangan) dan Mas Nurul"]

14176131382077135263
14176131382077135263
[/caption]



Sepanjang perjalanan ke Hotel POP, Mas Yahdi memastikan via sms bahwa kami berdua sampai dengan selamat di tempat tujuan.Kami berdua telah dipesankan kamar double bed di Hotel POP Jakarta yang terdekat dari bandara Soeta oleh Mbak Dewi dan Mas Yahdi untuk menginap semalam.Sesuai saran Mbak Dewi via telepon, malam itu – sebelum makan malam di kafetaria hotel - kami langsung memesan taksi via petugas reservasi untuk jam 3.30 pagi dari Hotel POP ke bandara.

Kesempatan bisa berdua bersama Teh Lilis mulai dari perjalanan dari Blok M hingga menginap semalam di Hotel POP Cengkareng saya optimalkan dengan berguru tentang banyak hal.Terutama tentang pengalaman beliau menulis yang sudah dimulai sejak berprofesi sebagai TKI di Taiwan.Total selama 10 tahun, Teh Lilis pernah menjadi TKI di tiga negara yaitu Singapura, Hong Kong, dan Taiwan.

Ilmu lainnya yang saya peroleh dari Teh Lilis adalah tentang strategi menulis.Rutin menulis harus dibiasakan bagi penulis senior maupun pemula. Intinya menulis itu gampang karena sesungguhnya satu tulisan itu hanya terdiri atas tiga bagian: Pendahuluan, Isi, dan Penutup (Kesimpulan).Jika banyak materi yang akan disampaikan, tulisan bisa dibuat bersambung sehingga memudahkan bagi penulis saat menyusun maupun membacanya. Nuhun pisan Teteh untuk ilmunya.

Kalimat lainnya dari Teh Lilis tentang dunia tulis-menulis yang sangat berkesan bagi saya adalah Write from your heart.Pesan itu sangat membekas dan Insya Allah akan selalu saya ingat tiap kali akan menulis apapun.Jika semua penulis berprinsip seperti Teteh Lilis, pastinya akan banyak tulisan bermutu dan enak dibaca yang dapat dinikmati oleh para pencinta buku #KeepOnWriting

Kami berdua tidur tidak terlalu larut malam itu di Hotel POP karena harus bangun jam tiga pagi esok harinya.Tepat jam setengah empat pagi, kami sudah melaju dengan taksi Blue Bird menuju Soeta.

[caption id="attachment_380360" align="aligncenter" width="448" caption="Kompasianer Okti Li (membelakangi kamera), Pak Hendi, Pak Aljohan, Mas Agung, dan Mas Deri (jaket hitam)"]

14176116671055865887
14176116671055865887
[/caption]

Saya mengirimkan sms ke Mas Yahdi setelah menunggu selama 5 menit.Ternyata tim JNE yang berbaju merah dan abu-abu yaitu Mas Yahdi dan Mbak Ria sudah sampai dari jam 3.Kami berempat lalu berkumpul di dekat pintu masuk.Mbak Dewi kemudian menyusul kami.Akhirnya saya dan Teteh Lilis bertemu juga secara langsung dengan tim JNE yang sebelumnya hanya terhubung via telepon.

Kompasianer yang datang berturut-turut setelah kami berdua adalah Pak Hendi, Pak Aljohan, dan Mas Agung. Mas Deri dari Kompas datang sambil mengunyah sepotong roti dan ketika menghampiri saya langsung berkata, “Sori nih, Mbak. Rotinya cuma satu.Belum sempat sarapan di rumah tadi.”Teteh Lilis langsung menimpali, “Tapi, sempet mandi kan Mas Deri?” Ada-ada saja!

Kompasianer dan satria JNE beserta tim media segera memasuki boarding pass setelah semuanya sudah hadir.Keberangkatan Jum’at pagi 28 November 2014 itu menggunakan Batik Air pada pukul 5.40.

Ada kejadian unik saat kami sedang menunggu pesawat.Tas Pak Aljohan ternyata tertukar dengan penumpang lainnya yang bukan termasuk Kompasianer, Satria JNE, maupun tim media.Ajaibnya, Mbak Ria dari JNE, saya dan Teteh Lilis yang sedari awal duduk di ruang tunggu tidak menyadari sama sekali panggilan dari pengeras suara yang berulangkali memanggil nama Pak Aljohan.Malah Pak Hendi yang baru selesai sholat Shubuh di musholla bandara yang menyadarinya! Syukurlah sebelum bus membawa kami ke Batik Air, Pak Aljohan sudah memegang lagi tasnya.Hampir saja!

[caption id="attachment_380408" align="aligncenter" width="448" caption="Let"]

14176221691250897606
14176221691250897606
[/caption]

Kejadian unik lainnya bagi saya selama menaiki pesawat adalah saya selalu duduk di sebelah Pak Hendi, baik dari Jakarta ke Yogya dan sebaliknya.Kompasiana memang benar-benar media sharing and connecting.Siapa sangka, Pak Hendi adalah senior jauh saya di IPB (Institut Pertanian Bogor).Alumni Fahutan IPB tersebut bekerja di Astra hingga pensiun.Sekalipun demikian, beliau masih tetap menjalin silaturahmi dengan kawan seangkatannya di IPB dahulu, termasuk beberapa dosen yang pernah mengajar saya.

Pak Hendi banyak berbagi cerita tentang pengalaman hidupnya kepada saya.Beliau bercerita tentang budaya profesionalisme yang sangat berakar kuat di Astra, termasuk pemberian gaji ke-13 dari pendiri Astra, almarhum William Soeryadjaya yang lebih akrab dengan panggilan ‘Om William’ kepada semua staf Astra International dan grup yang jumlahnya mencapai puluhan ribu orang.Pak Hendi juga menuturkan tentang informasi dari koleganya, seorang kapten Lion Air yang bernama Pak Butje.

[caption id="attachment_380361" align="aligncenter" width="448" caption="Penulis dan Pak Hendi, sesama alumni IPB yang bertemu via Kompasiana"]

14176119261019280302
14176119261019280302
[/caption]

Menurut Kapten Butje, Batik Air merupakan maskapai premium dari Lion Group dan diperuntukkan untuk kalangan menengah ke atas.Pantas saja, para penumpang mendapatkan jatah sarapan pagi dari Batik Air tanpa harus membeli.Memang ‘ada harga, ada rupa’.

[caption id="attachment_380362" align="aligncenter" width="640" caption="Pak Hendi bersiap menikmati sarapan dari Batik Air saat terbang menuju Yogya"]

14176122571166256889
14176122571166256889
[/caption]

Saat Batik Air menuju Yogya, saya memilih untuk menonton tayangan dokumenter tentang sepakbola modern.Sedangkan Pak Hendi menonton film Sherlock Holmes bagian 2.Sekitar sejam kemudian, kami mendarat di bandara Adi Sutjipto Yogya.Akhirnya kami tiba juga di Yogya!

[caption id="attachment_380412" align="aligncenter" width="448" caption="Menonton tayangan sepak bola tempo doeloe di pesawat Batik Air dari Jakarta menuju Yogya"]

141762312266143787
141762312266143787
[/caption]

[caption id="attachment_380377" align="aligncenter" width="448" caption="Kompasianer berpose sejenak setibanya di Yogya: Pak Aljohan, Mas Agung, Penulis, Teh Lilis (Okti Li), dan Pak Hendi. Yogya, here we come!"]

1417616655410542270
1417616655410542270
[/caption]

Namun, kami tak langsung menuju Hotel Eastparc.Para Satria JNE menunggu dulu semua anggota tim yang masih mengurus bagasinya.Kesempatan menunggu itu saya gunakan untuk berbincang-bincang dengan Mas Agung Han.Lagi-lagi, saya mendapat ilmu berharga tentang tulis-menulis dari Kompasianer.

Mas Agung yang berasal dari Tangerang Selatan (Tangsel) bercerita bahwa para Kompasianer yang berasal dari Tangsel kompak untuk menuliskan artikel tentang Tangsel di hari ultah Tangsel.Para Kompasianer dari Tangsel tersebut lalu menghubungi admin Kompasiana untuk menayangkan berita tentang Tangsel secara bersamaan di hari jadi Tangsel di Kompasiana.Ide yang sangat kreatif!

Mas Agung lalu menyarankan saya dan rekan-rekan Kompasianer dari Bogor untuk melakukan hal yang sama di hari ultah Bogor.Wah, berarti ide itu baru bisa kesampaian pada tanggal 3 Juni 2015 atau setengah tahun lagi.Tapi, saya sudah berencana untuk menyampaikan ide brilian dari Mas Agung itu kepada para Kompasianer di Bogor. Terima kasih Mas Agung untuk ide cemerlangnya.

[caption id="attachment_380363" align="aligncenter" width="336" caption="Mas Agung Han, Kompasianer yang kreatif dan produktif menulis dari Tangerang Selatan"]

14176124931550279587
14176124931550279587
[/caption]



Saat menaiki bus menuju Hotel Eastparc Yogya dari bandara, pemandu wisata dari Werkudara Tour & Travel, Mas Yudi, yang luar biasa ramah dan humoris tersebut meminta kami untuk bersabar sedikit lagi sebelum menikmati sarapan di hotel.Nah, paham kan mengapa wajah Teteh Lilis langsung sumringah saat menikmati sarapan pagi pertamanya di Yogya.Selamat makan!

[caption id="attachment_380366" align="aligncenter" width="336" caption="Mas Yudi dari Werkudara Tour, pemandu wisata ke Gua Pindul dan Sungai Oya "]

14176133521273469640
14176133521273469640
[/caption]

[caption id="attachment_380364" align="aligncenter" width="336" caption="Kompasianer Okti Li yang sangat antusias dengan sarapan pagi pertama di Yogya, bon appetit!"]

1417612625914222015
1417612625914222015
[/caption]

Selesai sarapan, kami berganti kostum dengan kaos yang diberikan dari JNE untuk tur Gua Pindul dan Sungai Oya.Ada kejadian lucu saat yang saya dengar saat sedang bercermin di kamar mandi wanita setelah selesai berganti kaos JNE.Mas Deri dari Kompas.com yang ada di kamar mandi pria mendapat ‘kunjungan istimewa’ dari Mbak Ria, Dewi, dan Ririn dari JNE yang mengetuk pintu kamar mandinya sambil setengah berseru, “Mas Deri, ini kaosnya tolong segera dipakai ya.”

Saat Mas Deri keluar sudah dengan memakai kaos JNE, saya hanya bisa tersenyum geli. Ternyata JNE tidak hanya prima menjangkau antar propinsi dan negara, tapi juga antar ruangan, mantap!

Nah, yang lebih menggelikan lagi adalah Mas Nurul, admin Kompasiana yang datang belakangan dengan Lion Air dari Jakarta.Saat disodorkan kaos JNE oleh Mas Rian, untuk menghemat waktu, Mas Nurul langsung menggantinya di ruang tunggu di lobi hotel! Di depan kami semuanya yang spontan terbelalak, wow! Tapi, jangan harap ada foto six pack-nya Mas Nurul ya di artikel ini #SensorMedia

JNE juga membagikan voucher dari Sodexo untuk tim media dan Kompasianer yang dapat digunakan di berbagai merchant.Saya berencana memakainya untuk menonton film.Namun menurut Mas Deri, “Sayang! Lebih baik untuk beli buku atau makan aja.”Mas Deri juga menyarankan Kompasianer untuk segera memiliki kartu Kompasiana (Kompasiana Community Card). Siap, Pak!

[caption id="attachment_380378" align="aligncenter" width="448" caption="Mbak Ria dari JNE memberi briefing tim media dan blogger sebelum berangkat ke Gua Pindul dan Sungai Oya"]

1417616894951784465
1417616894951784465
[/caption]

Sebelum berangkat ke lokasi wisata, Mbak Ria memberikan briefing singkat.Saat tim media duduk rapi dan manis di atas deretan kursi empuk lobby hotel, mau tahu di mana para Kompasianer duduk dan berkumpul bersama? Kami malah duduk lesehan di atas karpet! Hidup lesehan!

[caption id="attachment_380367" align="aligncenter" width="511" caption="Kompasianer Mbak Riana, Okti Li, Mas Agung, dan penulis asyik duduk lesehan saat briefing (Dokumentasi Mbak Riana)"]

14176139751100267305
14176139751100267305
[/caption]

Perjalanan selanjutnya ke Gua Pindul dan Sungai Oya menempuh waktu sekitar 90 menit.Keduanya termasuk ke dalam Desa Wisata Bejiharjo yang biasa disingkat dengan ‘Dewa Bejo’.Bejo berasal dari bahasa Jawa yang artinya ‘beruntung.’Semoga obyek wisata di Yogya yang populer sejak 2011 lalu tersebut akan terus menguntungkan bagi para wisatawan maupun penduduk sekitarnya.Informasi lengkap mengenai Dewa Bejo dapat diakses di http://desawisatabejiharjo.net/

Sayangnya, baterai kamera digital saya habis saat tiba di lokasi wisata dan saya lupa membawa charger, haduh! Syukurlah, Teteh Lilis dan Mbak Riana bersedia berbagi dokumentasi.Suami Mbak Riana, Mas Eko dari Tempo termasuk tim media yang berangkat bersama Kompasianer dan Satria JNE.

[caption id="attachment_380368" align="aligncenter" width="448" caption="Penulis bersama Mbak Riana dan Okti Li berpose bersama setibanya di Gua Pindul (Dokumentasi Mas Eko - suami Mbak Riana)"]

1417614372141968195
1417614372141968195
[/caption]

Awalnya saya deg-degan juga dengan wisata air.Mas Nurul bahkan sempat bertanya, “Kok pucat gitu mukanya? Kenapa?” Saya hanya bisa berenang dengan ‘gaya batu’! Saya juga kurang nyaman dengan tempat gelap dan minim cahaya matahari seperti di zona gelap abadi Gua Pindul.Ada tiga zona di dalam Gua Pindul berdasarkan jumlah cahaya matahari yang dapat menembus gua yaitu, remang-remang, gelap abadi, dan terang. Sambil terus berdzikir dalam hati untuk menenangkan diri, saya lantas mengingat kutipan bijak Nelson Mandela, It always seems impossible until it’s done.

[caption id="attachment_380369" align="aligncenter" width="448" caption="Mari berpegangan tangan selama di Gua Pindul! (Dokumentasi Mas Eko)"]

14176146741545536517
14176146741545536517
[/caption]

Ternyata, saya menikmati wisata air di Gua Pindul maupun di Sungai Oya.Kebersamaan dengan Kompasianer semakin terasa saat memasuki Gua Pindul.Saya, Teteh Lilis, dan Mbak Riana saling berpegangan tangan sepanjang mengapung dengan ban karet di sungai.

[caption id="attachment_380370" align="aligncenter" width="448" caption="Rombongan saat mulai memasuki zona gelap abadi di dalam Gua Pindul yang menjadi tempat tinggal kelelawar, burung sriti, dan walet (Dokumentasi Kompasianer Okti Li)"]

1417615309846249963
1417615309846249963
[/caption]

Kami ‘disambut’ meriah oleh kawanan burung sriti, walet, dan kelelawar yang ada di zona gelap abadi.Jujur saya tak ingin berlama-lama di dalam zona gelap abadi.Wajah saya langsung cerah ceria saat kami mencapai zona terang.Penasaran dengan keefektifan jaket pelampung, saya segera turun dari ban saat hampir mendekati daratan.Hasilnya? Saya hampir tenggelam! Alhamdulillah ada Mbak Riana yang memegangi kedua tangan saya hingga pemandu mengambil alih. Terima kasih Mbak Riana.

[caption id="attachment_380374" align="aligncenter" width="448" caption="Belajar berenang di Gua Pindul (meskipun hampir saja tenggelam) ternyata menyenangkan lho! (Dokumentasi Kompasianer Okti Li)"]

1417615730620423910
1417615730620423910
[/caption]

Teteh Lilis pun sempat panik dan terkejut ketika mengetahui saya sudah masuk air.Dipikirnya saya tak sengaja terjatuh dari ban. Padahal? Memang saya sendiri yang sukarela turun dari ban! Bukannya trauma dan menyesal, saya sudah bertekad untuk belajar berenang setibanya di Jakarta. Life is an adventure!

[caption id="attachment_380376" align="aligncenter" width="448" caption="Penulis dan Teh Lilis (Okti Li) bersiap menuju Sungai Oya dari Gua Pindul dengan celana basah kuyup (Dokumentasi Mas Eko)"]

1417616016578838559
1417616016578838559
[/caption]

Perjalanan selanjutnya menuju Sungai Oya (dibaca ‘Oyo’) adalah dengan menggunakan mobil bak terbuka.Info dari tour guide, Mas Yudi, semula mobil pick-up di Bejiharjo digunakan untuk mengangkut kawanan sapi yang akan diperjual-belikan di pasar hewan.Namun setelah jumlah ternak sapi menurun, mobil itu dialihfungsikan untuk mengangkut para wisatawan.Hasilnya ternyata jauh lebih menguntungkan.

[caption id="attachment_380379" align="aligncenter" width="448" caption="Diangkut dengan truk sapi saat menuju Sungai Oya, mooo! (Dokumentasi Mas Eko - Tempo)"]

1417617148946031436
1417617148946031436
[/caption]

Saya nyaman saja dengan mobil ala kadarnya tersebut yang mampu melaju di medan terjal berbatuan.Malah menurut saya dan Mbak Riana, inilah wisata alam yang sesungguhnya karena kami langsung bersentuhan dengan kondisi nyata di alam yang keras dan penuh perjuangan.Menurut kami, wisata alam yang ‘hanya’ menampilkan keindahan alam untuk dipotret itu sudah kuno.

[caption id="attachment_380381" align="aligncenter" width="448" caption="Harus mandiri dengan memanggul sendiri ban karet sebelum menyusuri Sungai Oya (Dokumentasi Mas Eko - Tempo)"]

1417617643396089516
1417617643396089516
[/caption]

[caption id="attachment_380382" align="aligncenter" width="448" caption="Selfie dan narsis jalan terus sekalipun sedang mengapung di Sungai Oya (Dokumentasi Kompasianer Okti Li)"]

14176178321829385790
14176178321829385790
[/caption]

Kami didampingi Mas Yuli Saputra, penduduk asli desa tersebut. Pemandu wisata yang berusia 23 tahun tersebut sangat responsif dan informatif menjawab pertanyaan kami seputar Sungai Oya.Selain berprofesi sebagai tour guide di Sungai Oya, Mas Yuli juga bekerja sebagai koki di rumah makan.Saat saya tanya, “Lebih enak mana, Mas, bekerja sebagai guide atau koki?” Jawabnya diplomatis, “Ya, sama-sama ada enaknya, Mbak.” Jawaban yang sangat cerdas!

[caption id="attachment_380384" align="aligncenter" width="448" caption="Mas Yudi Saputra, sang pemandu wisata di Dewa Bejo (Desa Wisata Beji Harjo) ini ternyata juga seorang koki di rumah makan (Dokumentasi Kompasianer Okti Li)"]

14176180331070272364
14176180331070272364
[/caption]

Kami mengakhiri wisata alam di Gua Pindul dan Sungai Oya pada pukul 4 sore.Tempat wisata menyediakan tempat mandi yang bersih dan murah karena hanya membayar sebesar Rp2000 per orang.Selesai mandi, kami disuguhi kelapa muda langsung masih dari batok kelapanya, jajanan tradisional, dan teh manis.Karena sudah terbiasa dengan teh tawar yang umumnya disajikan di Bogor, saya agak terkejut juga dengan suguhan teh manis di Yogya.Lain padangnya, lain pula belalangnya.

Seperti umumnya tempat wisata, ada fotografer lokal yang menjepret para wisatawan lalu menjual foto-foto tersebut di sekitar lokasi bus wisata.Saya bersama Pak Aljohan menjadi pembeli terakhir dari Kompasianer.Kami berdua hanya membayar Rp10,000 per foto karena bus akan segera pergi.Sementara itu, pembeli lainnya harus membayar Rp15,000 hingga Rp20,000 per foto.Jam lima sore, bus kami bergerak kembali menuju Kota Yogya dengan berjuta kenangan dari Dewa Bejo.

[caption id="attachment_380387" align="aligncenter" width="448" caption="Pak Johari Zein, Managing Director JNE saat beramah-tamah dengan blogger Kompasiana dan sempat bertanya tentang CEO Kompas Gramedia, Agung Adiprasetyo (Dokumentasi Mas Eko - Tempo)"]

1417618305191687917
1417618305191687917
[/caption]

Bapak Johari Zein selaku Managing Director JNE membuka acara dan memberikan waktu khusus untuk sesi wawancara.Saya hanya sempat mengikutinya di akhir sesi karena masih menghabiskan makan malam.Informasi yang sangat saya ingat dari Pak Johari tersebut adalah JNE akan melepas saham perdana mereka atau Initial Public Offering (IPO) ke lantai bursa saham pada tahun 2016.Pastinya JNE akan semakin profesional dan mendunia dengan IPO.

Saat ramah-tamah dengan para tamu, Pak Johari bertanya pada Mas Nurul dan Mas Deri, “Oh, dari Kompas? Stafnya Pak Agung?” Mereka berdua kompak menjawab, “Ya, Pak.”Pak Agung Adiprasetyo, adalah CEO Kompas Gramedia.Sama halnya dengan Om William dari Astra, Mas Nurul berbagi cerita, Pak Jakob Oetama (pendiri Kompas selain almarhum PK Ojong) juga rutin memberikan bonus kepada karyawannya di momen-momen tertentu.

Saya bersama Mbak Riana lalu mewawancarai seorang pria asing di jajaran direksi JNE, Monsieur Phillippe Lefevre.Pria ramah yang menjabat sebagai Quality Control Advisor tersebut tepat setahun bekerja di JNE pada Senin, 1 Desember 2014.

[caption id="attachment_380388" align="aligncenter" width="448" caption="Kompasianer menikmati dinner di Hyatt Hotel Yogya bersama direksi JNE: Mas Nurul, Mas Agung, Penulis, Mbak Riana, Mbak Pungky, Mbak Grace (Dokumentasi Mas Eko - Tempo)"]

14176186301456447212
14176186301456447212
[/caption]

Wawancara dengan pria yang sudah tinggal di Indonesia sejak 2010 tersebut memakai bahasa gado-gado (10% Perancis, 40% Inggris, dan 50% Indonesia).Phillippe mengungkapkan mulai 1 Januari 2015, JNE akan meluncurkan program Customer Service Satisfaction sehingga setiap bulannya dapat dibuat grafik perkembangan kepuasan pelanggan.Program training yang berkelanjutan (sustainable training) untuk karyawan JNE juga akan semakin ditingkatkan mutu dan jumlahnya.

[caption id="attachment_380389" align="aligncenter" width="448" caption="Penulis dan Kompasianer Riana Dewi mewawancarai Monsieur Phillippe Levefre, pria Perancis yang menjabat sebagai Quality Control Advisor JNE (Dokumentasi Mas Eko - Tempo)"]

1417618822994647723
1417618822994647723
[/caption]

Phillippe menyebutkan kata the best service sebagai kata kunci pelayanan JNE.“JNE always try and do our best to reach the perfection in our services by reducing the failure to the most minimum level,” kesimpulan Phillippe di akhir wawancara.Saya langsung teringat dengan billboard di jalan menuju Hyatt Hotel yang bertuliskan, “Don’t settle for good.Demand great.”

Esoknya, saya sempatkan merawat diri sejenak di kamar hotel.Sabtu pagi itu, 29 November 2014 Mas Yahdi dari JNE terus meng-update info via sms tentang jadwal kami hari itu, yaitu membatik di Sekar Kedhaton dan acara puncak hut JNE ke-24 di Candi Prambanan.

Saya dan Mbak Grace duduk bersebelahan di bus dalam perjalanan PP Hotel Eastparc-Sekar Kedhaton.Pendiri Rumah Ramah Rubella (RRR) tersebut ternyata juga penulis buku Letters to Aubrey dari Stilletto yang mengisahkan tentang perjuangannya dalam membesarkan anak penderita Rubella.Mbak Grace lalu berpesan, “Nanti beli bukunya ya Mbak Nisa.”

[caption id="attachment_380392" align="aligncenter" width="448" caption="Tetap asyik selfie dengan Mbak Grace sebelum melaju menuju Sekar Kedhaton untuk membatik"]

14176190981683143871
14176190981683143871
[/caption]

Saat membatik di Sekar Kedhaton, tiga dara Kompasianer: saya, Mbak Riana, dan Mbak Grace ikut turut serta.Kompor tempat lilin/malam kami dipanaskan ternyata kurang berfungsi baik sehingga lilin kami mudah dingin.Hasilnya, karya batik kami mirip dengan anak kecil yang pertama kali belajar menulis.

[caption id="attachment_380393" align="aligncenter" width="448" caption="Merasakan langsung perjuangan membatik yang selama ini dirasakan oleh perajin batik tulis (Dokumentasi Mas Eko - Tempo)"]

1417619271766957272
1417619271766957272
[/caption]

[caption id="attachment_380394" align="aligncenter" width="448" caption="Segitiga pembatik ala Kompasianer, unik bukan? (Dokumentasi Mas Eko - Tempo)"]

14176194651992827525
14176194651992827525
[/caption]

[caption id="attachment_380395" align="aligncenter" width="448" caption="Ayo, yang menang membatik tahun depan boleh ikut lagi rangkaian acara HUT JNE ke-25! Mungkin ke Perancis? (Dokumentasi Mas Eko - Tempo)"]

14176197431313489948
14176197431313489948
[/caption]

Selain itu, saya dan Mbak Riana semeja saat makan siang dengan Mbak Ria dari JNE pusat Jakarta dan Mbak Ririn dari cabang JNE Yogya.Kami jadi mengetahui dari keduanya bahwa jarak minimal lokasi antara 2 kantor agen JNE adalah 2 km.Benar-benar strategi marketing yang jitu!

[caption id="attachment_380397" align="aligncenter" width="448" caption="Konferensi Meja Bundar yang dihadiri ibu-ibu Kompasianer dan JNE (Dokumentasi Mas Eko - Tempo)"]

141762010018261402
141762010018261402
[/caption]

[caption id="attachment_380400" align="aligncenter" width="640" caption="Bagaimana caranya ya kalau mau menjadi agen JNE? Begitu kira-kira percakapan antara Kompasianer Mbak Riana (batik merah) dengan Mbak Ria dari JNE"]

14176204542122188888
14176204542122188888
[/caption]

Malamnya, kami menuju Candi Prambanan untuk menikmati acara puncak HUT JNE ke-24.Para dewan direksi, termasuk Pak Johari dan Phillippe sudah mirip keluarga keraton dengan kostum blangkon, beskap hijau, dan kain batik.Sebelum menikmati dinner dan konser Nidji, kami mengunjungi dulu kios makanan tradisional di ‘Pasar Jadul.’

[caption id="attachment_380413" align="aligncenter" width="336" caption="Gerbang yang menyambut para tamu pada HUT JNE ke-24 di Candi Prambanan"]

1417623296513698530
1417623296513698530
[/caption]

[caption id="attachment_380403" align="aligncenter" width="336" caption="Candi Prambanan Yogya, lokasi acara puncak HUT ke-24 JNE, Sabtu 29 November 2014"]

141762082867049982
141762082867049982
[/caption]

[caption id="attachment_380402" align="aligncenter" width="448" caption="Mbak Riana, beli apa di Pasar Jadul? Foto bareng Mbak Nisa yuk! ajak Kompasianer Okti Li yang berjaket merah"]

1417620637589886314
1417620637589886314
[/caption]

[caption id="attachment_380405" align="aligncenter" width="448" caption="Kompasianer di era digital: Okti Li, Riana Dewi, dan Khairunisa Maslichul berfoto bersama di gerbang pintu masuk Pasar Jadul (Dokumentasi Mas Eko - Tempo)"]

1417621120162488308
1417621120162488308
[/caption]

Untuk mengusir rasa kantuk karena kenyang setelah makan malam di meja VIP, saya mengobrol dengan Mbak Ririn dan Dewi dari JNE dalam satu meja.Sambil menikmati konser Nidji, saya berdiskusi tentang JNE kepada mereka berdua.Mbak Ririn ternyata sudah 3 tahun bekerja di JNE.Semua staf JNE langsung menjadi karyawan tetap saat resmi diterima.



[caption id="attachment_380409" align="aligncenter" width="448" caption="Harap sabar mengantri ya! Mbak Ririn (berkerudung abu-abu) bertugas di meja registrasi untuk media dan blogger di Candi Prambanan"]

14176223332039051651
14176223332039051651
[/caption]



Kedua mbak yang sabar dan baik hati tersebut juga bercerita bahwa baru di tahun 2014 ini, perayaan HUT JNE dilangsungkan di luar Jakarta.Sebelumnya selalu di Jakarta dan tahun 2013 lalu, P-Project menjadi pengisi acaranya.

[caption id="attachment_380411" align="aligncenter" width="448" caption="Para pria berblangkon sigap melayani makan malam yang sempat terhenti karena diguyur hujan deras"]

1417622646484887268
1417622646484887268
[/caption]

Saat pengundian doorprize berupa 1 unit rumah untuk staf JNE, saya menggoda Mbak Ririn dan Dewi, “Semoga Mbak beruntung ya.”Ternyata pemenangnya adalah seorang staf JNE Bandung yang absen di Candi Prambanan malam itu. Meskipun sempat diguyur hujan deras, acara malam itu tetap berkesan.

[caption id="attachment_380410" align="aligncenter" width="448" caption="Para satria JNE yang berasal dari Yogya, Solo, dan sekitarnya berfoto bersama sebelum konser Nidji dimulai"]

1417622500848457218
1417622500848457218
[/caption]

[caption id="attachment_380414" align="aligncenter" width="448" caption="Kompasianer berfoto bersama di akhir acara HUT JNE ke-24. Sukses selalu untuk JNE! (Dokumentasi Mas Eko - Tempo)"]

1417623539462541108
1417623539462541108
[/caption]

[caption id="attachment_380416" align="aligncenter" width="448" caption="Selamat jalan! Sampai bertemu lagi Yogya di lain waktu dan kesempatan"]

141762380744183684
141762380744183684
[/caption]

[caption id="attachment_380417" align="aligncenter" width="448" caption="Sekalipun sedang dalam proses renovasi, bandara Adi Sutjipto Yogya tetap melayani penumpang yang semakin meningkat jumlahnya"]

1417623896113959386
1417623896113959386
[/caption]

Minggu jam 7 pagi, 30 November 2014, kami kembali ke Jakarta dengan Lion Air.Saat di bandara, tanpa diduga, saya bertemu dengan rektor Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia, kampus tempat saya mengajar, Dr. M. Syafi’i Antonio yang juga akan pulang ke Jakarta dengan Lion Air.Mulanya saya ragu untuk berfoto bareng.Namun, Teteh Lilis terus menyemangati saya.Betul juga ya?Kesempatan berfoto dengan salah satu pelopor ekonomi syari’ah di Indonesia tersebut sayang jika dilewatkan begitu saja.

[caption id="attachment_380418" align="aligncenter" width="448" caption="Sebelum kembali ke Jakarta, tetap menyempatkan diri untuk berpose bersama: Penulis (berkerudung pink), Kompasianer Okti Li, dan Mas Agung Han"]

141762399944137749
141762399944137749
[/caption]

[caption id="attachment_380419" align="aligncenter" width="448" caption="Penulis bersama Syafi"]

1417624783647936744
1417624783647936744
[/caption]

Jam 9.30 pagi, kami sudah tiba kembali di Jakarta.Sebelum berpisah di bandara Soeta, tim JNE memastikan Kompasianer telah memegang bagasinya masing-masing.Saya dan Teteh lalu naik Damri ke Bogor dengan perasaan bahagia yang sulit terlukiskan dengan kata-kata.Terima kasih Kompasianer dan Satria JNE untuk kerjasamanya yang menyenangkan.Sampai jumpa lagi di lain waktu dan kesempatan.

Silakan baca juga:

Serunya membatik di Sekar Kedhaton Yogya


Kenangan yang Unik dan Menarik dari Yogya #1

Waktunya Makan yang Unik dan Menarik di Yogya #2

Sabar di Jalan! Separuh Hati Tertinggal di Yogya #3


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun