[caption id="attachment_380355" align="aligncenter" width="448" caption="Kompasianer dan Satria JNE di Lobby Hotel Eastparc Yogya, Sabtu 29 November 2014 (Dokumentasi Kompasianer Okti Li)"][/caption]
Bersama kita bisa.Itulah kesimpulan manis saya setelah mengikuti blog trip JNE di Yogya bersama Kompasianer selama 3 (tiga) hari, Sabtu - Minggu, 28 - 30 November 2014.Kekompakan dan kerja tim yang solid membuat perjalanan di Yogya menyenangkan sejak awal hingga akhir.
Kebersamaan yang saya rasakan sebagai Kompasianer bersama para Satria JNE – sebutan untuk staf JNE - sudah terasa sejak Mbak Ririn, salah seorang staf Media Relations Department JNE menelepon saya pada hari Rabu 19 November 2014, pukul 10 pagi WIB.Suara Mbak Ririn yang ramah membuat hati saya langsung terbang ke langit ke tujuh saat mengetahui saya terpilih sebagai salah satu Kompasianer yang berhasil terpilih untuk mengikuti rangkaian kegiatan ulang tahun JNE ke-24 di Yogyakarta. “Alhamdulillah, Mbak,” komentar spontan saya saat itu otomatis membuat Mbak Ririn tertawa.
[caption id="attachment_380407" align="aligncenter" width="448" caption="Yang mau ikut ke Yogya, ayo angkat tangan supaya bisa terdaftar! seru Mbak Ririn dari JNE"]
Pengirim email dari JNE via stafMedia Relations Department antara lain Mas Rian, Mbak Ria, dan Mbak Eva. Email berisi jadwal acara dan segala info kegiatan kami di Yogya terus update mulai Rabu hingga Jum’at, 19 – 28 November 2014.Kekompakan Kompasianer dan Satria JNE selanjutnya saya alami sendiri saat kami mendiskusikan tentang cara keberangkatan saya dan Kompasianer Okti Li dari Cianjur – yang lebih akrab saya panggil dengan sebutan Teteh Lilis – ke bandara Soekarno-Hatta di hari-H keberangkatan, Jum’at 28 November 2014.Mbak Dewi dan Mas Yahdi, rekan Mbak Ririn lainnya di Departemen Relasi Media JNE, yang bertugas mengatur keberangkatan saya dan Teteh karena lokasi kami yang berdekatan.
[caption id="attachment_380359" align="aligncenter" width="448" caption="Mas Yahdi JNE, Kompasianer Okti Li, Mbak Dewi JNE, dan penulis (Dokumentasi Kompasianer Okti Li)"]
Awalnya saya berencana akan menaiki bus Damri ke Bandara Soeta dari Bogor.Ternyata, rencana Allah swt jauh lebih indah dan baik.Mbak Dewi menawarkan saya untuk menginap semalam di Jakarta bersama Teteh karena lokasi Bu Lilis – begitu panggilan Satria JNE ke Kompasianer Okti Li yang memiliki artikel terpopuler di Kompasiana tahun 2010 – di Cianjur tidak memungkinkannya sampai di Jakarta jam 4 pagi.
Setelah saya dan Teteh berkoordinasi secara intensif dengan Mbak Dewi dan Mas Yahdi via telepon sejak Selasa hingga Jum’at, 25 sampai 28 November 2014, maka akhirnya saya bertemu muka juga dengan Teteh di acara Nangkring PU di Blok M, Kamis 27 November 2014.Sebelumnya saya dan Teteh baru berkomunikasi via sms.
Meskipun baru pertama kali kopi darat, saya dan Teteh langsung akrab.Di Nangkring PU itu pun saya bertemu Mas Agung Han, Kompasianer lainnya yang ikut berangkat ke Yogya.Mas Agung sebelumnya memberi tahu Teteh tentang saya yang tinggal di Bogor saat Teteh masih bingung mencari teman untuk menginap berdua di hotel sebelum berangkat ke bandara esok paginya.Beliau menginformasikan pula kepada kami berdua bahwa kami bisa menaiki bus Damri ke Cengkareng dari Blok M.Senangnya dengan kentalnya persaudaraan dan tolong-menolong yang ada di antara sesama Kompasianer sejak awal keberangkatan kami ke Yogya.
Mas Agung, Teh Lilis, dan saya juga sempat berbincang sejenak dengan admin Kompasiana, Mas Nurulloh dan Mas Deri Fadilah setelah acara Nangkring PU berakhir.Kedua bapak muda yang kompak berkacamata tersebut adalah perwakilan dari manajemen Kompasiana yang bertugas mendampingi para Kompasianer selama di Yogya. Awalnya saya pikir mereka berdua adalah tipe-tipe serius, ternyata? Raditya Dika, blogger kocak itu pun rasanya bisa mereka kalahkan di panggung stand-up comedy!
[caption id="attachment_380365" align="aligncenter" width="448" caption="Duo kocak dari admin Kompasiana, Mas Deri (memakai jam tangan) dan Mas Nurul"]
Sepanjang perjalanan ke Hotel POP, Mas Yahdi memastikan via sms bahwa kami berdua sampai dengan selamat di tempat tujuan.Kami berdua telah dipesankan kamar double bed di Hotel POP Jakarta yang terdekat dari bandara Soeta oleh Mbak Dewi dan Mas Yahdi untuk menginap semalam.Sesuai saran Mbak Dewi via telepon, malam itu – sebelum makan malam di kafetaria hotel - kami langsung memesan taksi via petugas reservasi untuk jam 3.30 pagi dari Hotel POP ke bandara.
Kesempatan bisa berdua bersama Teh Lilis mulai dari perjalanan dari Blok M hingga menginap semalam di Hotel POP Cengkareng saya optimalkan dengan berguru tentang banyak hal.Terutama tentang pengalaman beliau menulis yang sudah dimulai sejak berprofesi sebagai TKI di Taiwan.Total selama 10 tahun, Teh Lilis pernah menjadi TKI di tiga negara yaitu Singapura, Hong Kong, dan Taiwan.
Ilmu lainnya yang saya peroleh dari Teh Lilis adalah tentang strategi menulis.Rutin menulis harus dibiasakan bagi penulis senior maupun pemula. Intinya menulis itu gampang karena sesungguhnya satu tulisan itu hanya terdiri atas tiga bagian: Pendahuluan, Isi, dan Penutup (Kesimpulan).Jika banyak materi yang akan disampaikan, tulisan bisa dibuat bersambung sehingga memudahkan bagi penulis saat menyusun maupun membacanya. Nuhun pisan Teteh untuk ilmunya.
Kalimat lainnya dari Teh Lilis tentang dunia tulis-menulis yang sangat berkesan bagi saya adalah “Write from your heart”.Pesan itu sangat membekas dan Insya Allah akan selalu saya ingat tiap kali akan menulis apapun.Jika semua penulis berprinsip seperti Teteh Lilis, pastinya akan banyak tulisan bermutu dan enak dibaca yang dapat dinikmati oleh para pencinta buku #KeepOnWriting
Kami berdua tidur tidak terlalu larut malam itu di Hotel POP karena harus bangun jam tiga pagi esok harinya.Tepat jam setengah empat pagi, kami sudah melaju dengan taksi Blue Bird menuju Soeta.
[caption id="attachment_380360" align="aligncenter" width="448" caption="Kompasianer Okti Li (membelakangi kamera), Pak Hendi, Pak Aljohan, Mas Agung, dan Mas Deri (jaket hitam)"]
Saya mengirimkan sms ke Mas Yahdi setelah menunggu selama 5 menit.Ternyata tim JNE yang berbaju merah dan abu-abu yaitu Mas Yahdi dan Mbak Ria sudah sampai dari jam 3.Kami berempat lalu berkumpul di dekat pintu masuk.Mbak Dewi kemudian menyusul kami.Akhirnya saya dan Teteh Lilis bertemu juga secara langsung dengan tim JNE yang sebelumnya hanya terhubung via telepon.
Kompasianer yang datang berturut-turut setelah kami berdua adalah Pak Hendi, Pak Aljohan, dan Mas Agung. Mas Deri dari Kompas datang sambil mengunyah sepotong roti dan ketika menghampiri saya langsung berkata, “Sori nih, Mbak. Rotinya cuma satu.Belum sempat sarapan di rumah tadi.”Teteh Lilis langsung menimpali, “Tapi, sempet mandi kan Mas Deri?” Ada-ada saja!
Kompasianer dan satria JNE beserta tim media segera memasuki boarding pass setelah semuanya sudah hadir.Keberangkatan Jum’at pagi 28 November 2014 itu menggunakan Batik Air pada pukul 5.40.
Ada kejadian unik saat kami sedang menunggu pesawat.Tas Pak Aljohan ternyata tertukar dengan penumpang lainnya yang bukan termasuk Kompasianer, Satria JNE, maupun tim media.Ajaibnya, Mbak Ria dari JNE, saya dan Teteh Lilis yang sedari awal duduk di ruang tunggu tidak menyadari sama sekali panggilan dari pengeras suara yang berulangkali memanggil nama Pak Aljohan.Malah Pak Hendi yang baru selesai sholat Shubuh di musholla bandara yang menyadarinya! Syukurlah sebelum bus membawa kami ke Batik Air, Pak Aljohan sudah memegang lagi tasnya.Hampir saja!
[caption id="attachment_380408" align="aligncenter" width="448" caption="Let"]
Kejadian unik lainnya bagi saya selama menaiki pesawat adalah saya selalu duduk di sebelah Pak Hendi, baik dari Jakarta ke Yogya dan sebaliknya.Kompasiana memang benar-benar media sharing and connecting.Siapa sangka, Pak Hendi adalah senior jauh saya di IPB (Institut Pertanian Bogor).Alumni Fahutan IPB tersebut bekerja di Astra hingga pensiun.Sekalipun demikian, beliau masih tetap menjalin silaturahmi dengan kawan seangkatannya di IPB dahulu, termasuk beberapa dosen yang pernah mengajar saya.
Pak Hendi banyak berbagi cerita tentang pengalaman hidupnya kepada saya.Beliau bercerita tentang budaya profesionalisme yang sangat berakar kuat di Astra, termasuk pemberian gaji ke-13 dari pendiri Astra, almarhum William Soeryadjaya yang lebih akrab dengan panggilan ‘Om William’ kepada semua staf Astra International dan grup yang jumlahnya mencapai puluhan ribu orang.Pak Hendi juga menuturkan tentang informasi dari koleganya, seorang kapten Lion Air yang bernama Pak Butje.
[caption id="attachment_380361" align="aligncenter" width="448" caption="Penulis dan Pak Hendi, sesama alumni IPB yang bertemu via Kompasiana"]
Menurut Kapten Butje, Batik Air merupakan maskapai premium dari Lion Group dan diperuntukkan untuk kalangan menengah ke atas.Pantas saja, para penumpang mendapatkan jatah sarapan pagi dari Batik Air tanpa harus membeli.Memang ‘ada harga, ada rupa’.
[caption id="attachment_380362" align="aligncenter" width="640" caption="Pak Hendi bersiap menikmati sarapan dari Batik Air saat terbang menuju Yogya"]
Saat Batik Air menuju Yogya, saya memilih untuk menonton tayangan dokumenter tentang sepakbola modern.Sedangkan Pak Hendi menonton film Sherlock Holmes bagian 2.Sekitar sejam kemudian, kami mendarat di bandara Adi Sutjipto Yogya.Akhirnya kami tiba juga di Yogya!
[caption id="attachment_380412" align="aligncenter" width="448" caption="Menonton tayangan sepak bola tempo doeloe di pesawat Batik Air dari Jakarta menuju Yogya"]