[caption id="attachment_381116" align="aligncenter" width="300" caption="Siapa Cepat Pasti Dapat Yang Lezat (Dokpri)"][/caption]
Waktu makan biasanya selalu menyenangkan. Makanya tidak ada yang mau ketinggalan, apalagi sampai kehabisan. Begitu pula yang terjadi saat Blog Trip JNE bersama Kompasiana, Jum'at - Minggu, 28 - 30 November 2014 lalu.
Yogya tidak hanya terkenal dengan gudeg atau bakpianya. Banyak kuliner lain yang bisa dicicipi di sana, termasuk mengagumi kreatifnya para produsen makanan di sana dalam mempromosikan produk mereka.
Kuncinya dalam wisata kuliner di tempat baru adalah 'berani mencoba hal baru'. Selama halal (bagi kaum Muslim), bersih, dan sehat, kenapa tidak? Sugeng dahar!
Mau Makan? Cari 'Yu', yuk!
'Yu' sendiri merupakan singkatan dari kata Jawa 'Mbakyu'. Selama 3 hari di Yogya, saya melihat sendiri ada 2 merk makanan menggunakan awalan 'Yu'.
Jadi, jika ingin mencicipi gudeg di Kota Yogya, silakan mampir ke tempat 'Yu Djum' di Jl. Adisucipto. Menariknya lagi, Gudeg Yu Djum dekat dekat kantor JNE Yogya. Bagi yang berada di luar Yogya, bisa jadi jika ingin mencicipi Gudeg Yu Djum, maka pesanan akan diantarkan via kurir JNE.
[caption id="attachment_381125" align="aligncenter" width="300" caption="Gudeg Yogya Yu Djum juga dekat dengan kantor JNE (Dokpri)"]
Nah yang ingin membawa buah tangan khas dari Gunung Kidul, bisa membeli gathot thiwul 'Yu Tum' yang bisa diakses informasinya di www.gathotthiwulyutum.com. Pemilik usaha ini bernama Yu Tumirah dan sudah memulai usahanya sejak tahun 1985 atau hampir 20 tahun. Selamat mencoba!
[caption id="attachment_381126" align="aligncenter" width="300" caption="Gathot Thiwul Yu Tum khas Gunung Kidul ada sejak 1985 (Dokpri)"]
Promosi travel management via kemasan F & B
Travel management Werkudara yang dipilih oleh JNE sebagai pemandu wisata di Yogya ternyata memiliki strategi jitu dalam promosi jasa mereka melalui F & B atau food and beverage. Contohnya adalah kopi Espresso bergambar kuda terbang dan bertuliskan 'Werkudara Travel Management'.
[caption id="attachment_381127" align="aligncenter" width="300" caption="Kopi Espresso Kuda Terbang dari Werkudara (Dokpri)"]
Jasa travel ini memang sudah terbiasa menangani klien dari perusahaan (corporate markets). Jika tertarik memakai jasa travel berlogo kuda terbang ini untuk trip di Yogya, informasi lebih lengkap tentang Werkudara Travel Management dapat diakses di http://www.werkudaratravelmanagement.com/
'Wisata Kuliner' ke Eropa dan Jepang di Eastparc Hotel Yogya
[caption id="attachment_381128" align="aligncenter" width="300" caption="Vas Bunga atau Vas Baguette dari Perancis? (Dokpri)"]
Ada setidaknya kuliner dari 5 negara yang saya 'kunjungi' selama menikmati hidangan di Eastparc Hotel Yogya. Empat kuliner berasal dari menu Kontinental (Barat) dan satu menu dari Asia Timur (Oriental).
[caption id="attachment_381129" align="aligncenter" width="300" caption="Teh bangsawan Inggris: yang kanan lebih kuat aromanya (Dokpri)"]
[caption id="attachment_381130" align="aligncenter" width="300" caption="Penne Boloignase: Pasta lezat dari Italia, deliziosa! (Dokpri)"]
Mulai dari uniknya roti bebentuk tongkat atau dikenal dengan baguette dari Perancis, hangatnya teh ala bangsawan Inggris, gurihnya pasta dari Italia 'Penne Boloignase', sehatnya fillet ikan dengan krim saus Hollandaise dari wong londo (istilah Jawa untuk 'orang Belanda') hingga menu Japanese Corner yang jadi juaranya karena luar biasa sedapnya. Sup Sakamushi memang yummy, Itadakimasu!
[caption id="attachment_381132" align="aligncenter" width="300" caption="Fillet ikan berlumur saus krim Hollandaise, lekker! (Dokpri)"]
[caption id="attachment_381133" align="aligncenter" width="300" caption="Sup Sakamushi dari Nihon, oishii! (Dokpri)"]
Papan Promosi Makanan di Pinggir Jalan yang Mengesankan
Lagi-lagi soal promosi makanan, Yogya memang jagonya. Saya menemui sendiri - meskipun belum sempat mencobanya - beberapa usaha makanan yang langsung menarik perhatian karena uniknya papan promosi.
[caption id="attachment_381135" align="aligncenter" width="300" caption="Di Yogya yang ada Warmindo, bukan Warkop (Dokpri)"]
Bagi yang ingin mencari warung kopi atau warkop di Yogya, kemungkinan besar akan sulit menemukannya. Kenapa? Warung Makan Indomie (Warmindo) adalah istilah untuk warkop di Yogya. Lain tempat lain pula adatnya dalam urusan nama.
[caption id="attachment_381136" align="aligncenter" width="300" caption="Pancoran ternyata juga berlokasi di Yogya (Dokpri)"]
Lalu, jika ingin merasakan Mie Ayam Pancoran, tidak selalu harus datang ke Jakarta. Saat masih di Yogya pun, sudah bisa menikmati Mie Ayam Pancoran.
[caption id="attachment_381137" align="aligncenter" width="300" caption="Berani lesehan di lampu merah? (Dokpri)"]
Yang paling unik, lesehan ini bukan dimiliki oleh orang asing sekalipun namanya 'Lesehan Bang Jo'. Lesehan ini tepat berada di seberang lampu merah yang biasa disebut orang Jawa dengan 'Abang Ijo' (istilah Jawa untuk 'merah' adalah abang dan 'hijau' yaitu ijo).
Saatnya Membawa Pulang Oleh-oleh Selain Bakpia
[caption id="attachment_381139" align="aligncenter" width="300" caption="Monggo pinarak, silakan mampir ke Bakpia Djava (Dokpri)"]
Bakpia memang tidak masuk daftar oleh-oleh saat saya berkunjung ke Toko Bakpia Djava. Alasannya sederhana. Saya ingin mencoba makanan khas lainnya. Namun, bakpia memang menu utama di toko oleh-oleh ini yang pada tahun 2010 lalu pernah memecahkan rekor MURI dengan membuat bakpia raksasa.
[caption id="attachment_381140" align="aligncenter" width="300" caption="Bakpia raksasa dari Djava masuk rekor MURI tahun 2010 (Dokpri)"]
[caption id="attachment_381144" align="aligncenter" width="300" caption="Panganan yang manis dan berwarna di Bakpia Djava: Jenang, krasikan, dan masih banyak lagi (Dokpri)"]
Tentu saja, kehadiran 2 orang Kompasianer dari Yogya sangat membantu saya dalam memilih oleh-oleh khas Yogya selain bakpia. Mbak Grace menyarankan saya membeli keripik ikan wader. Sementara itu Mbak Riana merekomendasikan permen tape dan intip (kerak nasi yang dikeringkan) mini. Biasanya intip berbentuk lebar dan besar. Saya bersyukur ada ukuran mininya sehingga lebih praktis saat dibawa.
[caption id="attachment_381142" align="aligncenter" width="300" caption="Trio oleh-oleh dari kiri ke kanan: Permen tape, intip mini, dan keripik ikan wader (Dokpri)"]
[caption id="attachment_381146" align="aligncenter" width="300" caption="Permen tape ini rasa dan jumlahnya sama-sama rame (Dokpri)"]
[caption id="attachment_381147" align="aligncenter" width="300" caption="Biar mini, tapi kerak nasi ini (intip) menarik hati (Dokpri)"]
[caption id="attachment_381148" align="aligncenter" width="300" caption="Jangan keder setelah makan keripik ikan wader, dijamin maknyuus! (Dokpri)"]
Saya baru sadar, makanan yang ada di daerah Yogya, Solo, dan Semarang di Jawa Tengah banyak yang sama sehingga dijual di ketiga tempat tersebut. Contohnya bandeng yang khas Semarang juga dijual di Yogya, begitu pula dengan intip yang aslinya adalah panganan khas Solo.
[caption id="attachment_381150" align="aligncenter" width="300" caption="Kompasianer Punky Prayitno, New Brand Ambassador untuk Bakpia Djava? (Dokpri)"]
[caption id="attachment_381152" align="aligncenter" width="300" caption="Silakan Coba Bandeng Bacem dari Yogya (Dokpri)"]
Dari Pasar Jadul Hingga 'Makan' Air Hujan Sebagai Tamu VIP
[caption id="attachment_381154" align="aligncenter" width="300" caption="Penjual cara bikang di Pasar Jadul (Dokpri)"]
Kue Cara bikang (baca= coro bikang) ternyata bukan serabi sekalipun terlihat seperti serabi ukuran mini. Info kuliner yang penting itu saya ketahui saat mengunjungi Pasar Jadul yang terdapat pada malam acara puncak HUT JNE ke-24, Sabtu 29 November 2014, di Candi Prambanan, Yogya.
[caption id="attachment_381156" align="aligncenter" width="300" caption="Kompasianer Riana Dewi, Okti Li, dan Admin Nurulloh sabar menanti kue cara bikang tersaji untuk dinikmati (Dokpri)"]
Saya bersama Kompasianer lainnya antara lain Okti Li, Rianna Dewi, dan Nurulloh sang pak admin, sama-sama mencicipi coro bikang di Pasar Jadul tersebut. Saat kami kira kue itu adalah serabi, para ibu penjualnya langsung mengatakan bahwa cara bikang bukan serabi.
[caption id="attachment_381157" align="aligncenter" width="300" caption="Serabi Alibaba"]
Sebelumnya, tim media dan blogger sudah disuguhi kue serabi merek 'Alibaba' oleh tim Werkudara Travel Management saat di bus dari bandara menuju Eastparc Hotel Yogya. Intinya, kue serabi dan cara bikang meskipun serupa ternyata tidak sama. Tapi, jangan khawatir. Dua-duanya sama-sama enak, dijamin!
[caption id="attachment_381159" align="aligncenter" width="300" caption="Romantisnya candle light dinner di meja VIP No. 14 (Dokpri)"]
Setelah dari Pasar Jadul, tim media dan Kompasianer lalu beranjak ke meja makan untuk tamu-tamu VIP di Area Timur Brahma Candi Prambanan. Awalnya saya dan Kompasianer Okti Li duduk di meja VIP no 14. Kami berdua lalu pindah ke meja VIP no 3 agar bisa melihat pemandangan di depan, terutama saat konser Nidji, dengan jelas.
Tapi, siapa sangka? Suasana romantis yang sudah mirip benar dengan candle light dinner malam itu harus 'diinterupsi' dengan guyuran hujan deras. Akibatnya, banyak yang terpaksa mendapat 'bonus' berupa air hujan sebagai menu makan malam yang ditata dalam suasana outdoor.
[caption id="attachment_381161" align="aligncenter" width="300" caption="Sekalipun sudah pindah ke meja VIP No. 3, tetap diguyur air hujan (Dokpri)"]
Namun, tak apalah. Toh, hujan pertanda rezeki. Semoga hujan deras malam itu pertanda baik bahwa ke depannya makanan dan minuman yang berkah serta melimpah selalu hadir dalam kehidupan tamu-tamu HUT JNE ke-24.
Silakan baca juga:
Serunya membatik di Sekar Kedhaton Yogya
Berbagi Cerita dan Tawa bersama Kompasianer dan JNE
Kenangan yang Unik dan Menarik dari Yogya #1
Sabar di Jalan, Separuh Hati Tertinggal di Yogya #3
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H