Mohon tunggu...
nur annisanimah
nur annisanimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - panggil aja nisa

man jadda wa jadda

Selanjutnya

Tutup

Diary

Tak Bersuara Bukan Berarti Tak Ada Masalah

6 Oktober 2021   06:00 Diperbarui: 15 November 2021   10:56 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Entah dorongan dari mana sehingga terlintas di pikiran ku untuk mengenal kembali masa lalu yang tanpa sengaja ku hadirkan kembali ke dunia nyata pada saat itu.

 Andai aku tidak se ingin tau itu, dia hanya teman SD yang seperti orang asing. Langkah ku terlalu cepat, rasa keingintahuan ku terlalu bersemangat, bangku swalayan menjadi saksi bisu awal pertemuan kami berdua.

Berawal dari sifat keingintahuan ku yang terlalu bersemangat. Disaat itu temanku ada yang mempromosikan kontaknya, dengan girangnya, aku mengingat dia kembali. 

Ya, masa lalu yang terbilang masih main - main saja, dimana aku dan dia sama - sama sedang duduk di bangku sekolah dasar yang sedang merasakan cinta monyet, kata orang - orang sih hahaha.

Ketika aku sudah mendapatkan kontaknya, dengan ambisius langsung saja aku mengabarinya, bahwa aku adalah masa lalu yang mempunyai cerita indah dengannya. 

Sejak saat itu, kami saling bertukar cerita, canda tawa dan merasa saling mengisi kekosongan hati satu sama lain. Jika saja saat itu tidak terjadi, mungkin kisahnya akan berbeda.

Kami pada akhirnya saling jumpa, yang awalnya tak terlalu sering menjadi suatu kebiasaan. Perhatiannya yang mungkin menurut orang lain biasa, tetapi tidak denganku. 

Semakin lama mulai terasa berbeda bahkan pikiran ku bertanya - tanya, "sebenarnya ada apa dengan perasaan ku, mengapa aku bisa seambis ini ke dia?".

 Naluri wanita tak bisa dibohongi, diberi sedikit perhatian oleh lawan jenis pasti akan merasa di istimewakan. Apalagi jika perlakuan itu sering dilakukan, mungkin bisa dibilang seperti kebiasaan, ya mungkin saja kami sebagai wanita sudah menaruh harapan kepada lawan jenis.

Waktu berjalan dengan semestinya, lambat laun dia semakin menunjukkan perhatian lebih kepada ku. Ada rasa yang tak biasa, mungkin saat itu aku berpikir bahwa kami sedang jatuh hati, padahal hanya aku yang mengalaminya.

Menunggu kepastian? pasti, tak ada wanita yang ingin digantung hubungannya tanpa kepastian. Tapi dengan polosnya aku tetap menggunakan mindset positif thinking, aku berpikir bahwa tak lama lagi dia akan memberiku sebuah kepastian yang sudah kudambakan sejak lama. Tapi apa ujungnya? menurut ku tak berujung, karena dia hanya menjanjikan sebuah kepastian yang tak tau akan seperti apa kelanjutannya.

Setiap kisah selalu diawali dengan keindahan, tapi tidak tau dengan ujungnya. Mungkin akan berujung indah juga, atau bahkan berujung tak baik pun bisa terjadi.

Cerita singkat, kami merajut hubungan tanpa sebuah kepastian, dan hanya mengandalkan janji manisnya yang berkedok pada kata "komitmen". Mungkin karena pada waktu itu aku masih awal - awal memasuki dunia remaja, ya aku percaya semua omong kosongnya.

 Ketika aku sudah tau jika kata - kata itu hanya omong kosong, bukannya memutus hubungan dengannya, aku semakin tetap pada pendirian, mikir positif aja, mungkin dia sedang mencari waktu yang tepat untuk memberiku kepastian yang jelas.

Waktu berjalan begitu cepat, kurang lebih hampir 2 tahun kami merajut hubungan tanpa kepastian itu. Hampir setiap harinya dia marah tidak jelas kepadaku, dan melarangku ini itu, bahkan yang membuat ku senang dan orang tua ku mengijinkan pun dia tidak akan mengijinkan. 

Dengan sabarnya, ku turuti semua kemauannya, dia marah pun aku bujuk agar tidak marah lagi. Setelah keadaan sedikit membaik, jika aku melakukan hal yang menurutnya dilirang olehnya, ya dia akan kembali marah lagi kepadaku.

Dia mengacuhkan ku. Langkahku pada akhirnya terlalu jauh sudah bukan lagi seperti seorang wanita yang sewajarnya dikejar. Pada saat itu, pikiranku masih sama, mungkin dia marah karena aku salah. 

Hingga lambat laun dia semakin semena - mena kepadaku. yang awalnya aku di perlakukan seperti ratu pun berakhir diperlakukan layaknya seorang babu yang mengemis cinta kepadanya.

Seketika aku tersadar bahwa aku sudah tidak sepantasnya melakukan ini semua hanya demi mendapatkan sebuah kepastian dari lelaki seperti dia. Toxic relationship? ya bisa dibilang seperti itu, bahkan hampir seluruh temanku berkata aku dan dia ada di hubungan yang toxic. 

Tidak satu dua temanku yang menyuruh mengakhiri hubungan kami, bahkan hampir seluruh temanku pun memihak untuk hubungan ku dengan dia di sudahi saja.

Terlalu berharap pada manusia juga tidak baik. Aku sudah berusaha untuk mengembalikan situasi seperti pada saat kita jatuh cinta pada pertama kali. Tapi hasilnya nihil, bahkan ucapan romantis yang dulu aku kagumi adalah ucapan yang aku benci pada saat ini, aku merasa risih ketika dia mengucapkan itu semua. Mungkin ini yang dinamakan muak.

Hingga aku berada di titik terlemah ku, aku sudah mengikuti semua keinginannya, bahkan karakter ku pun diubah. Yang awalnya aku anaknya receh dengan canda tawa menjadi anak yang dollar, susah ketawa untuk hal - hal yang tidak penting.

Sikap dan perilakunya kepadaku adalah salah satu tamparan halus agar aku segera mundur untuk melanjutkan hubungan ini. Bukan rasa bahagia yang aku dapatkan, melainkan rasa sakit dan merasa bersalah saja yang ada di pikiranku ketika dia marah dan cuek kepadaku.

Aku tak menyalahkan sikapnya kepadaku, mungkin itu sifat aslinya yang belum pernah aku tau sebelumnya. Pikiranku juga berargumen, bisa saja itu cara dia menyampaikan rasa sayang kepadaku, memang bisa dikatakan berbeda dengan yang lain.

Lambat laun aku sudah tidak bisa mengatasi sikapnya yang semakin semena - mena kepadaku. Aku merasa menjadi wanita yang rendah, seolah - olah aku yang mengejarnya tanpa dia balik mengejar ku. Nangis, kepikiran, capek, bahkan hampir stress pun sudah aku alami.

Jika dipikir, aku sudah tidak kuat berada di zona ini, terlalu berat untuk aku jalani seorang diri. Ingin memperbaiki sikapnya kepadaku agar kembali menganggap ku seperti ratu, tetapi justru saling melukai. 

Lagi - lagi perdebatan itu kembali terulang, bahkan sulit untuk dihentikan. Kata maaf bukan berarti bagi kami, hanya sebagai formalitas dalam melakukan kesalahan agar cepat selesai situasi perdebatan itu.

Di sisi lain, dunia maya menjadi saksi kisah indah perjalanan cinta kami. Melalui foto dan video yang kami abadikan kedalam sosial media membuat teman - teman kita dan netizen perpikir bahwa hubungan kita berjalan baik dan mulus. 

Tetapi coba kalian tanya kepada sahabatku, pasti dia akan tertawa dengan semua kebohongan ku dan dia yang ada di dunia maya, guna untuk menutupi semua luka yang kami punya.

Pada akhirnya kami hanya mengulur sebuah perpisahan. Segala sesuatu yang terlihat di dunia maya belum tentu terjadi di dunia nyata. Maka tidak semua yang senang tak menyimpan kesedihan, dan tidak semua yang sedih tak merasakan kesenangan.

nama : nur annisa ni'mah turrahmah
nim : 2130021037
prodi : S1 Kesehatan Masyarakat
universitas : Nadhlatul Ulama Surabaya
TUGAS UTS BAHASA INDONESIA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun