Mohon tunggu...
Nisa Hilry
Nisa Hilry Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer dan novelis

"Terus semangat menulis!"

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Selimut Kertas (#5)

17 Januari 2019   21:10 Diperbarui: 19 Januari 2019   10:26 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
documentpribadi edit with PicsArt

SYAIR

"Oma...!"

"Eh, Non, Omanya lagi sholat dzuhur."

"Oww, makasih Bik."

"Sama, Non. Mari...." Bik Inah berjalan meninggalkanku. 

Aku duduk menggenggam sofa. Memandang jauh ke angan. Liburan rutin yang kulewati bersama nenek, selalu menimbulkan banyak pertanyaan. Dari kisah ini, dari bibir nenek dan dari keseharian manusia yang ada di kehidupanku. Aku menemukan banyak tanda tanya, tapi tak kunjung bersua dengan tanda titik.

Umurku semakin berkurang, kata nenek. Berkurang 17 tahun, terlalu cepat bagiku. Tapi kata nenek, aku bertumbuh sangat lambat, sehingga mempengaruhi perkembanganku yang juga melambat. Aku tidak pernah mengerti setiap perkataan nenek. Bius ucapannya saja, yang mampu membuatku merenung. 

Entahlah, dalam lirik kekuranganku, percaya dengan telinga harus semakin di depan. Mengolah dan memperpadu yang kutahu. Hingga aku tahu yang tersentuh dan tersemu. Tapi nenek bilang, aku tak pernah tahu apa yang ada di dekatku. Kekuranganku hanya menambah kekurang lainnya. Aneh, nenek seperti mengejekku. 

"WA IDZ QAALA RABBUKA LILMALAA-IKATI INNII JAA'ILUN FIIL ARDHI KHALIIFATA QAALUU ATAJ-'ALU FIIHAA MAN YUFSIDU FIIHAA WA YASFIKUD DIMAA-A WA NAHNU NUSABBIHU BIHAMDIKA WA NUQADDISULAKA QAALA INNII A'LAMU MAA LAA TA'LAMUUN(A)," suara merdu nenek terdengar dari balik tirai. Itulah tirai pembatas sebagai tempat ruang sholat, nenekku yang memintanya. 

Aku sering mendengar nenek melantun ayat-ayat suci Al-Quran. Dan syair itu selalu berhasil membawaku pergi dari villa ini. Karena nenek melantunkannya dengan sangat merdu. Aku pun mengikuti kata demi kata yang nenek ucapkan.
Dengan guruku, hanya ilmu umum yang diperjelas. Lagi-lagi, itu kata nenekku.

Aku tahu, nenek sudah mengakhiri syairnya. Dan sekarang, dia duduk tersenyum di hadpanku.

"Artinya; Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".(Q.S Al Baqarah : 30)," jelas nenek. 

"Apa itu arti dari ayat-ayat, tadi?"

"Benar, Cucuku. Kalo tidak berhalangan, Oma akan membantumu," ucap nenek tersenyum.

"Iya, Oma," jawabku tertunduk. 

"Kalo kamu ikhlas, Cu.... Oma tidak akan memaksa." Nenek mengelus rambutku. 

Sebenarnya, apa yang harus aku cari terlebih dahulu? Diriku, jawaban dari pertanyaanku, atau syair-syair dari bibir nenek? Tanpa kusadar bahwa aku sedang tersadar, berlian putih turun menghampiri pipi mungilku.

CopyrightNovel+ : Kak Divka

(Divka Mayasari) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun