UMKM memiliki peran penting dalam mempertahankan kestabilan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Mereka menghasilkan 60,5 persen dari PDB dan menyerap 96,9 persen dari seluruh lapangan kerja nasional. Kesehatan usaha UMKM di seluruh tanah air semakin memburuk pada tahun 2020-2021, nilai aset UMKM turun hingga 97%. UMKM yang belum beradaptasi dengan teknologi digital, mengalami penurunan permintaan akan produk serta pendapatan. Namun, untuk beradaptasi dengan sistem digitalisasi, UMKM menghadapi setidaknya lima tantangan utama, yakni sistem kapasitas produksi, akses pasar, kualitas produk, literasi digital, dan sistem pembayaran elektronik. Pada tahun 2023, Kementerian Koperasi dan UMKM menargetkan untuk mentransisikan 24 juta UKM ke  ekosistem digital, sementara hanya 20,76 juta UMKM yang terdigitalisasi pada Desember 2023. UKM harus terdaftar dalam ekosistem digital untuk menarik lebih banyak pelanggan, memperluas pemasaran, menciptakan peluang bisnis yang lebih baik, dan meningkatkan efisiensi bisnis.
Dalam hal sistem pembayaran elektronik di Indonesia, Bank Indonesia mengidentifikasi tiga tantangan yang harus dihadapi. Yang pertama adalah rendahnya jumlah penggunaan pembayaran digital dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Yang kedua adalah ketidakmerataan layanan jaringan telekomunikasi, yang menyulitkan UMKM untuk mengakses sistem pembayaran digital. Yang ketiga adalah risiko keamanan dalam transaksi online, yang masih rentan terhadap tindakan penipuan atau kejahatan. Oleh karena itu, sebagai negara dengan sistem perekonomian terbuka, Indonesia harus meningkatkan kualitas kepatuhan terhadap standar sistem pembayaran internasional.
Bank sentral dari negara-negara ASEAN telah menandatangani nota kesepahaman terkait Konektivitas Pembayaran Regional (RPC). Negara-negara tersebut meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Saat ini, Thailand dan Malaysia sudah bisa menggunakan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Dengan mendorong konektivitas pembayaran antar negara-negara ASEAN, pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat mencapai 5%, melebihi pertumbuhan ekonomi global yang diprediksi hanya 2,6%.
Saat ini, dengan sosialisasi yang terus-menerus, jumlah pengguna QRIS di Indonesia telah mencapai 25,4 juta pedagang. Pada triwulan I tahun 2023, BI Fast Transaksi telah mencapai Rp 1.133 triliun. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, bersama dengan para pemimpin bank sentral ASEAN lainnya, berkomitmen untuk memperluas implementasi konektivitas sistem pembayaran lintas negara, termasuk dalam penggunaan Data hub, Real Time Gross Settlement (RTGS), Local Currency Transaction, Fast Payment, dan QR.
Dengan tercapainya nota kesepahaman antara lima negara ASEAN, diharapkan bahwa UMKM di Indonesia dapat segera mengadopsi sistem pembayaran digital dan mempercepat pertumbuhan bisnisnya. Ada tiga kunci untuk mempercepat konektivitas pembayaran yang dilakukan oleh Bank Indonesia, yaitu:
1. Konektivitas (Connectivity)
Konektivitas berkaitan dengan komitmen para Bank Sentral di ASEAN dalam menghubungkan berbagai jenis pembayaran digital. QRIS diharapkan dapat digunakan oleh negara ASEAN yang sudah menandatangani nota kesepahaman Cross Border Payment, seperti Malaysia dan Thailand.
2. Tata Kelola (Governance)
Lima negara ASEAN berkomitmen untuk membangun tata kelola konektivitas sistem pembayaran yang dapat melindungi data masyarakat, nilai mata uang, serta manajemen data aliran modal yang melalui transaksi digital.
3. Kampanye (Campaign)
Bank Indonesia telah secara rutin melakukan sosialisasi dengan berbagai organisasi masyarakat, institusi, dan komunitas untuk mendorong UMKM dan masyarakat umum agar menggunakan sistem pembayaran digital. Transaksi yang dilakukan akan menggunakan mata uang masing-masing negara melalui layanan digital.