Tapi sadarkah kamu? Bahwa poin sumpah pemuda nomer tiga adalah poin yang paling mudah diimplementasikan tetapi jarang yang mau menerapkan.
Buktinya, masih ada orang yang menganggap sepele bahasa Indonesia dengan berkata :
“Buat apa di pelajari?"
"Kok ngambil jurusan bahasa, sih? Bukan IPA atau IPS?"
"Kok kuliahnya ngambil bahasa Indonesia, sih? Bukan bahasa Mandarin, Korea, Prancis atau Inggris yang lebih bergengsi?"
"Kan kita udah bisa dan terbiasa berbahasa Indonesia, terutama kalo ngomong sama orang.”
Nyatanya, ada banyak orang yang menyepelekan, tetapi tidak tau bahwa tiap bahasa baru yang ia lontarkan di tongkrongan dengan kawan-kawannya akan menjadi bagian dari kajian para ahli bahasa.
Dilakukan tiap 6 bulan sekali melalui pemutakhiran bahasa agar memperkaya lema (kata) bahasa Indonesia.
"Buat apa memperkaya lema?"
"Kan, bahasa kita udah kaya, apalagi bahasa daerah."
"Sesimpel kata 'makan' dalam bahasa Jawa misalnya yang menyumbang banyak kosakata. Mulai dari mbadog, nyucuk, nyekek, nguntal, madhang, mangan dan sebagainya."
Faktanya, lema atau bahkan kosakata bahasa kita yang kamu kira kaya, justru baru berada di angka seratus ribuan dan ini tertinggal jauh dari bahasa Inggris yang lema bahasanya sudah memasuki angka jutaan.
Kan miris, padahal Kemendikbud sudah bermimpi bahwa bahasa Indonesia bisa menjadi Lingua Franca.
Sulit memang, tetepi bukan berarti itu hal yang mustahil.
Coba di pikir lagi, pasti asik, ya?
Kalo bahasa Indonesia bisa menduduki peringkat pertama, bisa jadi untuk kepentinganmu bukan lagi sertifikat TOEFL atau IELTS yang diperlukan, tetapi tes UKBI (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia).