Mohon tunggu...
Annisa Sinta Dewi
Annisa Sinta Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

:)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisah dari Seorang Guru Ngaji

27 April 2022   10:58 Diperbarui: 27 April 2022   11:04 2447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita dari masa kecil, yang mungkin sebagian besar dari kita mengalaminya. Sebagian besar orang tua mendorong anak-anaknya untuk pergi ke tempat tersebut untuk menimbah ilmu agama lebih dalam, terkhusus di ilmu al-qur’an. Saat kecil, ingatkah bahwa kita pergi ke TPQ atau mushola atau biasa disebut langgar untuk belajar mengaji? Mungkin sebagian dari kita mengalami itu. Setiap sore hari setelah adzan ashar, bergegas bersiap pergi ke langgar bersama teman-teman untu belajar mengaji bersama. Setelah mengaji, bermain dengan teman-teman sampai qiro’ah di masjid berkumandang sebagai tanda menjelang adzan maghrib. Sangat rindu masa-masa itu. Tanpa ada rasa lelah bermain dan belajar bersama.

Menuntut ilmu agama terkhusus belajar baca tulis Al-Qur’an lebih dalam untuk bekal masa depan yang cerah. Ingat sekali saat rasa malas untuk pergi mengaji, namun seketika hilang karena rasa semangat dan akan bertemu dengan teman-teman. Sama-sama berlomba untuk mendapat nilai terbaik saat maju setor membaca Al-Qur’an. Berlari bersama untuk mendapat tempat duduk terdepan. Cepat-cepat setor agar dapat cepat pulang lalu beli jajan di abang-abang pinggir jalan, kemudian setelah itu pulang ke rumah masing-masing. Sangat rindu masa kecil yang tak akan pernah terlupakan. Rasa syukur dari kecil disuruh oleh orang tua untuk belajar mengaji terasa manfaatnya beberapa tahun kemudian. Rasa syukur dapat membaca Al-Qur’an dengan baik. Rasa syukur dapat mersakan momen-momen indah di masa kecil yng penuh dengan manfaat.

Kali ini cerita dari salah satu guru ngajiku saat masih kecil. Sebenarnya, banyak guru ngajiku di langgar saat itu. Namun, sekarang sudah satu persatu berguguran dan diganti oleh guru ngaji lainnya. Beliau-beliau yang tidak melanjutkan sebagai guru ngaji di langgarku dulu karena kut suaminya atau ingin lebih fokus pada keluarganya. Salah satu guru ngajiku sekarang berada di Kalimantan ikut dengan suaminya. Ada juga yang masih di Malang namun lebih memilih di rumah agar lebih fokus mengurus keluarganya. Oh iya, lokasi langgar tempatku mengaji tak jauh dari rumahku. Berada di sekitar Merjosari, Kota Malang. Biasanya aku pun berangkat dengan temanku yang kebetulan tetanggaku dengan jalan kaki. Kemudian, pulang bersama juga.

Beralih dari cerita masa kecil ku mengaji di langgar, kali ini aku akan menceritakan guru ngajiku yang kebetulan juga tetangga depan rumahku. Guruku ini bernama Ida. Saking dekatnya aku, aku biasa memanggilnya dengan mbak Ida. Biasanya kalau guru ngaji dipanggil ustadzah ya, hehe. Beliau asli orang malang. Beliau menjadi guru ngaji sejak lama. Bersama suaminya juga beliau mengajar di langgar yang sama. Selain menjadi guru ngaji, beliau juga memiliki toko yang menjual sembako di depan rumahnya. Usaha toko sembako ini sebenarnya penghasilan utama mereka. Aku bertanya mulai jam berapa sampai jam berapa biasanya buka. Kalau aku lihatnya sampai jam 10 biasanya masih buka. Beliau menjawabnya mulai pukul 06.00 pagi sampai 12.00 malam. Tapi akhir-akhir ini diselingi istirahat setelah sholat dhuhur. “Sebelumnya kan buka non stop dari jam 06.00 sampai malem itu, sekarang udah sedikit dikurangi biar ada aktu istirahat.” Begitu jelasnya. Gimana dengan saat ada jadwal mengajar ngaji? Biasanya jadwal beliau dan suaminya tidak bentrok, kalaupun bentrok toko harus tutup, begitu penjelasan beliau.

Beliau memiliki keluarga kecil. Beliau memiliki 2 anak perempuan. Anak pertamanya bernama Dina yang sekarang duduk di bangku sekolah menengah pertama. Sedangkan, anak keduanya bernama Zulfa yang masih duduk di bangku madrasah ibtidaiyah. Meskipun kedua orangtuanya guru ngaji, mereka berdua tidak mengaji di langgar yang sama dengan ku. Orang tua mereka memilih TPQ lainnya untuk anak-anaknya belajar tentang al-qur’an. Saat ini anak pertamanya sedang menempuh pendidikan menengah pertama di pondok pesantren di daerah bululawang dan sedang menghafal qur’an juga. MasyaaAllah. Adiknya, Zulfa sedang menempuh pendidikan di MIN 1 Kota Malang.

Aku juga bertanya, kira-kira apa kesulitan di masa pandemi seperti ini, terutama di toko beliau. Beliau menjawab seperti yang orang umum keluhkan yakni berkurangnya orang yang membeli dagangan mereka sehingga pemasukan akan sulit dan berkurang. Sebelum melanjutkan, beliau masih tinggal dengan kedua orang tuanya serta adiknya yang paling kecil. Beliau masih harus menanggung biaya sekolah adiknya yang paling kecil karena orang tuanya sudah bisa dibilang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan adiknya tersebut. Dan ibu beliau memiliki sakit yang sampai saat ini masih harus mendapat perawatan rutin. Saat zaman pandemi seperti ini tentu akan sangat terasa dimana pengeluaran terus-menerus keluar sedangkan pendaptan malah turun drastis. Beliau hanya bilang kepadaku, “yasudah cuma bisa sabar, namanya juga cobaan. Bahkan mungkin ada yang lebih kekurangan dari kita kan”. Dari cerita beliau ini pun aku semakin yakin di saat kita sabar dan terus bersyukur, Tuhan pasti akan membukakan jalan dari manapun itu.

Di samping menjadi guru ngajiku, keluarga beliau sangat berjasa kepada keluargaku. Mereka sering sekali membantu keluargaku. Seperti saat ada acara, mereka selalu yang paling pertama membantu. Tentu saja keluargku menganggap mereka seperti keluarga. Saat rumahku dibangun pun, mereka satu-satunya tetangga yang mulai mengajak keluargaku berbicara. Karena memang dulu daerah rumahku masih sepi sekali, hehe. Mereka benar-benar ada dari kami awal di Kota Malang. Cerita itu aku dapat dari beliau dan orangtuaku, karena saat itu aku belum lahir, hehe. Beliau dan keluarga sangat baik pada keluargaku. Selalu memberikan bantuan yang totalitas saat kami membutuhkan mereka. Tanpa pamrih. Sungguh aku hanya bisa bilang terimaksih yang banyak atas semua yang beliau serta keluarga berikan kepadaku dan keluargaku. Bantuan beliau, jasa beliau, ilmu beliau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun