Wajah-wajah keras, umpatan tajam menghardik Laila. perasaan bersalah, sedih, malu, marah, ia tak tahu harus yang mana dulu. sayur itu mengandung garam membuat luka Laila luar biasa perih. Malangnya gadis itu, tak ada yang mendekatinya kenyataan ini mengoyak batinnya.
Ia basuh luka-luka itu dengan aliran air, silanya kran itu berwarna biru "si biru" ini apabila kau kecilkan airnya akan membasahimu namun jika kau besarkan, pancurannya akan sangat keras dan menyakitkan. Gadis itu membiarkan air mengalir dengan keras menggasak luka-luka tanpa jera. Ayolah, itu tak sakit lagi sekarang, hatinya sedang koyak. Air matanya tak terbendung lengan bajunya penuh noda kuning sarat akan perbuatan kotor barusan. Ia basuh wajahnya, wajah yang tak mampu memikul kesedihan.
***
Sinar rembulan mengintip melalui ventilasi udara, gadis-gadis terlelap ditemani selimut dan kasur, bersiap menuju hari esok yang lebih indah. Laila sibuk dengan gelora besar dikepalanya , kapankah sang ibu akan menepati janjinya? Rasa sakit ditangan dan kakinya berdenyut-denyut.
Kali ini dunia membisikkan kata kepadanya, jika ia berhenti disini ia akan gagal menjadi gadis tangguh milik ibu. Jika ibu berhutang padanya tapi hutang itu tak kunjung dibayar, maka ia harus menagihnya. Laila mengambil selembar kertas untaian kata ia tuliskan, tak banyak namun cukup untuk sekedar menyapa janji yang terlalu lama.
"
Teruntuk Mama
Â
Semoga mama selalu baik seperti aku disini.Â
Ingatkah mama pernah bilang jikalau aku menjadi anak baik mama akan memberiku semuanya. Makan harus habis, berteman dengan orang baik, jadi baik untuk orang lain.Â
Mama makanku selalu habis, teman-temanku baik dan aku tidak mungkin berbuat jahat kepada mereka. Namun janji mama untuk berkirim surat pada minggu kedua tak kunjung datang, ini sudah satu bulan. Aku tahu mama bukan orang yang mudah mengingkari janji.